*Kisah Mbah Kyai Mangkuyudan Fana' Ketika Mondok di Krapyak*
Pada suatu hari Mbah Kyai Abdul Mannan, perintis dan pendiri PP Al-Muayyad Mangkuyudan, Surakarta, sowan kepada Mbah Kyai Munawir, pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta, di ndalem (kediaman Kyai)-nya.
Mbah Kyai Abdul Mannan pun matur (berkata kepada orang yg lebih dihormati), _"Nuwun sewu, Yai, menawi kepareng badhe kepanggih putro kulo. Kok sampun dangu, kinten-kinten setahun niki mboten wangsul. (Mohon maaf, Kyai, kalo diperkenankan saya ingin menjenguk anak saya Ahmad Umar [kelak jadi pengasuh kedua PP Al-Muayyad Mangkuyudan Solo, pesantren almamater saya]. Sudah lama, kira setahun ini ia tidak pulang)_
Mbah Kyai Munawir pun terkejut, lalu menjawab, _" lha niki nggih mpun dangu mboten ngaos. Malah mboten ketawis ten pondok, kulo kinten nembe wangsul_ (Lho ini juga Kang Umar sudah lama tidak mengaji, bahkan sudah lama tidak tampak di pondok. Saya kira sedang pulang ke rumah)."
[Saat mondok di Krapyak, Kyai Umar muda yg sudah alim dan hafizh sejak mondok di Tremas Pacitan, memang berkhidmah menjadi tukang belanja kebutuhan dapur dan tukang masak di Ndalem Kyai.]
Mbah Kyai Munawir, pun kemudian mengutus seorang santri untuk mencari Kyai Umar muda di kamarnya. Sang santri segera berlari menjalankan perintah gurunya tersebut.
Sampai di kamar ia menemukan kamar Kyai Umar dalam keadaan tertutup rapat. Melalui lubang kecil di jendela ia mengintip ke dalam. Dan nampaknya Mbah Umar muda sedang asyik membaca-baca (mutholaah) kitab. Dibukanya lembar demi lembar dengan perlahan dan seksama. Beberapa kali ias berusaha mengetuk pintu dan memanggil-manggil nama Kyai Umar. Namun tak ada respon. Kyai masih terus asyik membaca, seakan sama sekali tidak mendengar panggilan temannya itu.
Santri suruhan itu pun segera kembali menghadap mBah Kyai Munawir dan melaporkan semua yg dilihatnya
_"Nuwun sewu Mbah Kyai.. Kang Umar wonten teng lebet kamaripun, kadose nembe muthalaah kitab. Mpun Kulo celuk-celuk mboten semaur_ (Mohon ijin, Mbah Kyai.. Kang Umar ada di kamarnya, sepertinya sedang membaca kitab. Saya panggil-panggil diam saja)"
.
_"oh ngono (Oh begitu)._" jawab mbah Munawir seraya bangkit dari duduknya. Beliau sepertinya paham dengan apa yg terjadi.
Kyai sepuh ahlul Qur'an itu pun kemudian mendatangi kamar Kyai Umar muda dan langsung masuk ke dalamnya. Tanpa ragu Mbah Munawir lalu menepuk bahu Kyai Umar ..
_"wis ngger. leren sik. .._(Sudah cukup, Nak. istirahat dulu..)"
Kyai Umar pun tersentak. Ia seperti terbangun dari tidurnya.
_oh, nggih, sendiko dawuh Mbah Kyai. nuwun sewu, punopo meniko sampun mlebet wekdal ashar? .. dalem wau dereng sembahyang Zhuhur ..._ (Inggih, mbah Kyai. Mohon maaf saya keasyikan baca. Apakah ini sudah masuk waktu ashar, karena tadi saya belum shalat zhuhur)"
Ternyata waktu setahun berlalu tanpa dirasakan oleh Mbah Kyai Umar. Beliau mengalami fana dalam belajar sehingga, kehilangan kesadaran akan waktu. Setahun hanya terasa bagai waktu antara Zhuhur dan ashar.
Kiriman Gus Muhammad Abid Muaffan
Posting Komentar