November 2020


"Kyai As'ad dan Kyai Mahrus Tak Takut Malaikat demi Tidak Menjabat"
.
.
Simbah Kakung (Gus Mus) pernah bercerita bahwa NU dulu punya tradisi selalu berebut menolak untuk memegang jabatan.
.
Kyai Bisri dan Kyai Wahab menolak menjadi Rais Akbar karena ada Kyai Hasyim Asy’ari.
.
Sepeninggal Kyai Hasyim, keduanya menolak, terlebih kyai lainnya.
.
Saat Kyai Wahab Hasbullah akhirnya bersedia, itu pun dengan konsensus Rais Akbar diganti dengan istilah Rais Am.
.
Saat Kyai Wahab Hasbullah sakit sepuh, muktamirin sepakat menunjuk Kyai Bisri Syansuri sebagai pengganti.
.
Namun beliau tetap menolak, menurut Kyai Bisri selama masih ada Kyai Wahab, meski beliau sakit dan hanya bisa sare-an (tiduran) saja, beliau tidak akan bersedia mengganti.
.
Sepeninggal Kyai Wahab Hasbullah, maka Kyai Bisyri Syansuri menjadi Rais Am.
.
Dan beberapa tahun kemudian beliau wafat.
.
Para Kyai sepuh berembuk memilih pengganti.
.
Saat itu, Kyai As’ad Syamsul Arifin yang ditunjuk untuk menjadi Rais Am dengan tegas menolak karena merasa belum pangkatnya.
.
Bahkan saat dipaksa oleh para kyai
.
Kyai As’ad berkata : “Meskipun Malaikat Jibril turun dari langit untuk memaksa saya, saya pasti akan menolak!!"
.
Dan beliau dawuh : “Yang pantas itu Kyai Mahrus Aly”
.
Kyai Mahrus Aly pun bereaksi saat namanya disebut Kyai As’ad, sembari berkata : “Jangankan Malaikat Jibril, kalaupun Malaikat Izrail turun dan memaksa saya, saya tetap tidak bersedia!”
.
Akhirnya musyawarah ulama memutuskan memilih Kyai Ali Maksum Krapyak yang saat itu tidak hadir.
.
_Rohimahumulloh Al-Faatihah..!_

#UlamaNusantara
#MajlisHirzulJausyan
-------

Kiriman Gus Fahmi Sy. - GARDA NU NUSANTARA


🗣️7 DO'A ORANG TUA AGAR ANAK MENJADI SHOLEH DAN SHOLEHAH :

Bismillahirrahmanirrahim...
Mendidik anak merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab orangtua yang cukup penting. Salah satu cara adalah do'akanlah kepada Allah SWT mohonkan agar dijadikannya anak-anak yang sholeh dan sholehah.

✍️Sesuai dengan amalan para nabi dan rasul yang selalu memohon kepada Allah swt untuk diberikan keturunan yang baik :

✅1. Doa Nabi Zakaria :
رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ
(Robbiy habliy mil ladunka dzurriyyatan thoyyibatan innaka sami’ud du’a’)
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa" (Qs.al-Furqon : 38)

✅2. Doa Nabi Ibrahim :
رَبِّ ٱجۡعَلۡنِي مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِيۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلۡ دُعَآءِ
(Robbij’alniy muqimash sholati wa min dzurriyyati robbana wa taqobbal du’a’)
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku" (Qs.Ibrahim : 40)

✅3. Doa Agar Anak Beriman dan Bertakwa :
رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
(Robbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun waj ‘alna lil muttaqiina imama)
Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa" (Qs.al-Furqon : 74)

✅4. Doa Agar Anak Menjadi Sholeh dan Sholehah :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوْلَادَنَا أَوْلَادًا صَالِحِيْنَ حَافِظِيْنَ لِلْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ فُقَهَاءَ فِى الدِّيْنِ مُبَارَكًا حَيَاتُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
(Allahummaj ‘al awladana awladan sholihiin haafizhiina lil qur’ani wa sunnati fuqoha fid diin mubarokan hayatuhum fid dun-ya wal akhirah)
“Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami anak yang sholih sholihah, orang-orang yang hafal Al-Qur’an dan Sunnah, orang-orang yang faham dalam agama dibarokahi kehidupan mereka didunia dan di akhirat”

✅5. Doa Agar Anak Berbakti Kepada Orang Tua :
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَوْلَادِي وَلَا تَضُرَّهُمْ وَوَفِّقْهُمْ لِطَاعَتِكَ وَارْزُقْنِي بِرَّهُمْ
(Allahumma barikliy fii awladiy, wa la tadhurruhum, wa waf fiqhum li tho’atik, war zuqniy birrohum)
“Ya Allah berilah barokah untuk hamba pada anak-anak hamba, janganlah Engkau timpakan mara bahaya kepada mereka, berilah mereka taufik untuk taat kepadaMu dan karuniakanlah hamba rejeki berupa bakti mereka”.

✅6. Doa Agar Anak Menjadi Pintar :
اَللَّهُمَّ امْلَأْ قُلُوْبَ أَوْلَادِنَا نُوْرًا وَحِكْمَةً وَأَهْلِهِمْ لِقَبُوْلِ نِعْمَةٍ وَاَصْلِحْهُمْ وَاَصْلِحْ بِهِمُ الْأُمَّةَ
(Allaahummam-la’ quluuba aulaadinaa nuuron wa hik-matan wa ahlihim liqobuuli ni’matin wa ashlih-hum wa ashlih bihimul ummah).
“Ya Allah, penuhilah hati anak-anak kami dengan cahaya dan hikmah, dan jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang pantas menerima nikmat, dan perbaikilah diri mereka dan perbaiki pula umat ini melalui mereka.”

✅7. Doa Agar Anak Sehat, Cerdas Dan Bermanfaat Ilmunya :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَحِيْحًا كَامِلاً وَعَاقِلًا حَاذِقًا وَعَالِمًا عَامِلًا
(Allahummaj’alhu shohiihan kaamilan, wa ‘aqilan haadziqon, wa ‘aaliman ‘amilan)
“Ya Allah, jadikanlah ia anak yang sehat sempurna, berakal cerdas, dan berilmu lagi beramal"

Anak-² merupakan amanah yg dipercayakan Allah swt kepada orangtua, yg harus dijaga & dipelihara dengan sebaik-baiknya agar mereka bisa mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat. Aamiin Allahumma Aamiin.

Kiriman Gus Ari - Kedai Kopi


MEMPERBANYAK MENGAMALKAN SHALAWAT KEPADA NABI SAW SEBAGAI JALAN PALING DEKAT MENUJU WUSHUL ILAALLAH

   Al-Allamah al-Arif Billah Syaikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Afdhal al-Shalawat, menulis:

أَقْرَبُ الطُرُقِ إِلَى اللهِ فِي أَخِرِ الزَمَانِ خُصُوصًا عَلَى المُسْرِفِ كَثْرَةُ الإِسْتِغْفَارِ والصَلاَةِ عَلَى النَبي صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

   Thariqat (jalan/metode yang ditempuh) yang paling dekat menuju kepada Allah SWT, di akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang berlumuran dosa, adalah dengan memperbanyak istighfar dan bershalawat kepada Nabi SAW.

   Al-Imam Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith berkata:

في آخر الزمان يفقد الشيخ المربي فالصلاة على النبي تقوم مقام الشيخ المربي في إيصال المريد إلى الله
 
   Di akhir zaman, jumlah Murabbi (Pembimbing Ruhani Sejati) akan terus menyusut (berkurang), karena itu bershalawat kepada Nabi SAW, dapat dijadikan sebagai pengganti kedudukan Murabbi (Pembimbing Ruhani Sejati) bagi murid dalam mencapai wushul (sampai ke hadirat) Allah SWT.

   Syaikh Hasan al-Adawiy dalam mensyarah kitab Dalail al-Khairat, ia menukil dari al-Imam al-Sanusi dan Sayyidi Ahmad Zarruq sebagai berikut:

أن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم تنور القلوب وتوصل من غير شيخ.

   Bahwasanya (seseorang yang mengamalkan) shalawat kepada Nabi SAW, dapat menerangi hati (nya) dan dapat mengantarkannya menuju wushul (sampai ke hadirat Allah SWT) tanpa seorang Syaikh (Pembimbing Ruhani).

   Al-Allamah al-Arif Billah Syaikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Sa’adat al-Darayn, menulis:

وَبِالجُمْلَةِ أَنَّ الصَلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوصِلُ إِلَى عَلاَّمِ الغُيُوْبِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ. لِأَنَّ السَنَدَ وَالشَيْخَ صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّي اللهُ عَلَى المُصَلِّي. بِخِلاَفِ غَيْرِهَا مِنَ الأَذْكَارِ فَلاَ بُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَيْخِ العَارِفِ وَإِلاَّ دَخَلَهَا الشَيْطَانُ وَلاَ يَنْتَفِعُ بِهَا صَاحِبُهَا.

   Pada intinya, sesungguhnya shalawat kepada Nabi SAW, dapat mengantarkan pengamalkan wushul (sampai ke hadirat Allah) Dzat Yang Maha Gaib tanpa guru. Karena sanad dan Syaikh (dalam shalawat) adalah pemilik shalawat (Rasulullah SAW). Sesungguhnya shalawat diperlihatkan kepadanya serta Allah bershalawat kepada orang yang bershalawat (mushalli). Berlainan dengan (wirid) yang lain dari beberapa dzikir, yang di dalamnya harus ada Mursyid yang Arif (Billah). Jika tidak, maka setan masuk di dalam wirid/dzikir tersebut, dan tidak memberikan manfaat kepada pengamalnya.

نقل العلامة السيد أحمد زينى دحلان في كتابه تقريب الوصول وتسهيل الوصول عن سيدي عبد الرحمن بن مصطفى العيدروس أنه ذكر في كتابه المسمى مرآة الشموس في مناقب آل العيدروس أنه يعدم المربون في آخر الزمن ويصير ما يوصل الى الله إلا الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم مناما ويقظة.

   Al-Allamah al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menukil dalam kitabnya _Taqrib al-Wushul wa Tashil al-Wushul_, bersumber dari Sayyidi Abd al-Rahman bin Musthafa Alaydrus bahwasanya ia menyebutkan dalam kitabnya _Mar’at al-Syumus Fiy Manaqib Ali Alaydrus_ bahwa untuk menemukan Murabbi (Pembimbing Ruhaniah Sejati) di akhir zaman ini sangatlah sulit, dan untuk memudahkan jalan menuju wushul (sampai ke hadirat) Allah SWT, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengamalkan shalawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan (sebagaimana) orang tidur/hati lalai maupun dengan penuh kesadaran/sepenuh hati.

   Al-Arif Billah Taj al-Din bin Athaillah al-Sakandari dalam kitabnya Taj al-Arus al-Hawiy Li Tahdzib al-Nufus, menulis:

من فاته كثرة الصيام والقيام فليشغل نفسه بالصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم فإنك لو فعلت في جميع عمرك كل طاعة ثم صلى الله عليك صلاة واحدة رجحت تلك الصلاة الواحدة على كل ما عملته في عمرك كله من جميع الطاعات لأنك تصلي على قدر وسعك وهو يصلي على حسب ربوبيته هذا إذا كانت صلاة واحدة فكيف إذا صلى عليك عشراً بكل صلاة كما جاء في الحديث الصحيح فما أحسن العيش إذا أطعت الله فيه بذكر الله تعالى أو الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم. من صلى عليه ربنا صلاة واحدة كفاه هم الدنيا والآخرة.

   Barangsiapa yang (merasa dirinya) tidak memiliki amalan puasa (selain puasa Ramadhan) dan shalat malam (qiyam al-lail) yang banyak untuk menghadap Allah SWT, maka hendaknya ia memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW. Dia bisa jadi termasuk orang yang beruntung jika sepanjang hidupnya dalam ketaatan beribadah, kemudian ia menerima balasan shalawat dari Allah setiap kali ia bershalawat kepada Nabi SAW, karena 1x balasan shalawat dari Allah SWT, untuknya lebih baik dari dunia dan akhirat seisinya. Apalagi ketika ia bershalawat kepada Nabi SAW, 1x dibalas dengan shalawat dari Allah sebanyak 10x sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang shahih bahwa, “Tidak ada kehidupan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ketika Allah SWT, menjadikannya istiqamah dalam berdzikir atau bershalawat kepada Rasulullah SAW, (karena) barangsiapa yang mendapatkan balasan shalawat dari (Allah SWT) Tuhan kita 1x saja itu lebih baik dari dunia dan akhirat.”

   Dalam kitab _al-Anwar al-Qudsiyah_, bab Sanad al-Qaum, dijelaskan sebagai berikut:

أَنَّ جَمَاعَةً بِبِلاَدِ اليَمَنِ لَهُمْ سَنَدٌ بِتَلْقِيْنِ الصَلاَةِ وَالسَلاَمِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ فَيُلَقِّنُونَ المُرِيْدَ ذَالِكَ, وَيَشْغِلُونَ بِالصَلاَةِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ, فَلاَ يَزَالُ مِنْهَا حَتَّى يَصِيْرَ يَجْتَمِعَ بِالنَبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ يَقَظَةً وَمُشَافَهَةً. وَيَسْاَلُهُ عَنْ وَقَائِعِهِ كَمَا يَسْاَلُ المُرِيْدُ شَيْخَهُ فِي الصُوفِيَةِ. وَأَنَّ مُرِيْدَهُمْ يَتَرَقَّي بِذَالِكَ فِي أَيَّامٍ قَلاَئِلَ. وَيُسْتَغْنَى عَنْ جَمِيْعِ الأَشْيَاخِ بِتَرْبِيَتِهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ.

   Sesungguhnya di Yaman terdapat Jama’ah Shalawat, di mana para murid pengamal shalawat memiliki sanad shalawat dengan talqin (ijazah) shalawat kepada Rasulullah SAW. Para Mursyid mentalqin murid dengan talqin shalawat. Para murid menyibukkan diri dengan memperbanyak mengamalkan shalawat kepada Rasulullah SAW. Mereka tidak henti-hentinya dengan shalawat tersebut hingga dapat berkumpul bersama dengan Nabi SAW secara jaga dan tatap muka. Mereka menanyakan kepada (Nabi SAW), tentang keadaan mereka sebagaimana murid bertanya kepada Gurunya dalam ilmu tasawuf. Dan murid tersebut dapat naik (keimanannya) dalam waktu yang tidak lama. Para murid tidak membutuhkan Guru Ruhani lagi, disebabkan mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah SAW.

   Al-Syaikh al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahab al-Sya’raniy dalam “al-Yawaqit Wa al-Jawahir” dan “al-‘Ahud al-Muhammadiyyah,” menulis:

واعلم يا أخي أن طريق الوصول إلى حضرة الله من طريق الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم "من أقرب الطرق." فمن لم يخدم النبي صلى الله عليه وسلم الخدمة الخاصة به وطلب دخول حضرة الله فقد رام المحال. ولا يمكنه حجاب الحضرة أن يدخل وذلك لجهله بالأدب مع الله تعالى. فحكمه حكم الفلاح إذا طلب الاجتماع بالسلطان بغير واسطة فافهم.

   Ketahuilah wahai saudaraku! Bahwasanya jalan yang engkau tempuh untuk bisa sampai (wushul) ke hadirat Allah SWT, melalui Shalawat kepada Nabi SAW, adalah salah satu jalan yang paling dekat. Siapa gerangan yang tidak menghidmahkan dirinya secara khusus kepada Baginda Nabi, kemudian dia berangan-angan untuk dapat masuk ke Hadhratillah, maka sungguh mustahillah angan-angannya itu (dapat terwujud). Tidak mugkin (Malaikat) para penjaga Hadratillah mau mempersilahkan dia masuk disebabkan ketiadaan adabnya kepada Allah Ta’ala. Sama halnya dia itu seperti seorang petani yang ingin bertemu langsung dengan Raja tanpa melalui perantara khusus (orang-orang dekat) Sang Raja, maka fahamilah hal ini.

   Dalam kitab _Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah_, al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., juga menulis:

فإن أكثرت من الصلاة والسلام عليه صلى الله عليه وسلم فربما تصل إلى مقام مشاهدته صلى الله عليه وسلم، وهي طريق الشيخ نور الدين الشوني، والشيخ أحمد الزواوي، والشيخ محمد بن داود المنزلاوي، وجماعة من مشايخ اليمن، فلا يزال أحدهم يصلي على رسول الله صلى الله عليه وسلم ويكثر منها حتى يتطهر من كل الذنوب، ويصير يجتمع به يقظة أي وقت شاء ومشافهة، ومن لم يحصل له هذا الاجتماع فهو إلى الآن لم يكثر من الصلاة والتسليم على رسول الله صلى الله عليه وسلم الإكثار مطلوب ليحصل له هذا المقام .

   Jika engkau memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Rasul SAW, maka tidak mustahil engkau dapat mencapai maqam musyahadah (menyaksikan keberadaan/kehadiran) Rasul SAW. Hal ini sebagaimana yang dilakukan dalam thariqat (jalan yang ditempuh) oleh Syaikh Nur al-Din al-Syuni, Saikh Ahmad al-Zawawi, Syaikh Muhammad bin Dawud al-Manzilawi dan Jama’ah Masyaikh di Yaman, mereka terus menerus mengamalkan shalawat kepada Rasul SAW, seraya memperbanyaknya sehingga menjadi bersih dari segala dosa dan bisa berkumpul dengan Nabi SAW, dan berdialog dengannya secara sadar di waktu kapanpun yang diinginkan. Tegasnya, barangsiapa yang berkeinginan agar dapat mencapai maqam ini hendaklah ia memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Rasul SAW. Barangsiapa yang tidak berhasil mencapai maqam ini padahal ia telah mengamalkan shalawat sampai sekarang, menunjukkan bahwa dia belum termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

   Al-Allamah al-Arif Billah Yusuf al-Nabhani, dalam kitab _Sa’adat al-Darayn_, menulis:

*وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ*

   Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah SAW, maka ia akan merasakan nikmatnya wushul kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat sejati. Seagung-agungnya jalan wushul adalah ta’alluq (menyandarkan diri) dengan sifat Sang Kekasih Allah SWT, yaitu dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi SAW.

وأخبرني الشيخ أحمد الزواوي أنه لم يحصل له الاجتماع بالنبي صلى الله عليه وسلم يقظة حتى واظب الصلاة عليه سنة كاملة يصلي كل يوم وليلة خمسين ألف مرة ، وكذلك أخبرني الشيخ نور الدين الشوني أنه واظب على الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم كذا وكذا سنة كل يوم يصلي ثلاثين ألف صلاة .

   (Al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata) telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Syaikh Ahmad al-Zawawi berkata bahwasanya seseorang (pengamal shalawat) tidak akan berhasil berkumpul bersama Nabi SAW, secara sadar kecuali dalam sehari semalam ia memperbanyak mengamalkan shalawat sebanyak 50,000x selama 1 tahun penuh. Begitu juga Syeh Nuruddin al-Syuniy menghabarkan kepadaku bahwasanya beliau berkosentrasi memperbanyak mengamalkan shalawat ini dan itu (ragam shalawat) kepada Nabi SAW, setiap harinya sebanyak 30,000x shalawat selama 1 tahun penuh.

وسمعت سيدي عليا الخواص رحمه الله يقول : لا يكمل عبد في مقام العرفان حتى يصير يجتمع برسول الله صلى الله عليه وسلم أي وقت شاء، قال : وممن بلغنا أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم يقظة ومشافهة من السلف، الشيخ أبو مدين شيخ الجماعة، والشيخ عبد الرحيم القناوي، والشيخ موسى الزولي، والشيخ أبو الحسن الشاذلي، والشيخ أبو العباس المرسي، والشيخ أبو السعود بن أبي العشائر، وسيدي إبراهيم المتبولي

   Aku mendengar Sayyid Ali al-Khawwas berkata, "Seorang hamba tidak akan sempurna dalam mencapai maqam 'irfan sampai ia dapat berkumpul bersama Rasul SAW, pada waktu kapanpun yang diinginkan." Sayyid Ali berkata, "Dan sebagian dari ulama' salaf yang telah menyampaikan berita kepadaku bahwasanya di antara mereka pernah berkumpul bersama Rasul SAW, secara sadar dan berdialog, mereka adalah: Syaikh Abu Madyan, Syaikh Abd al-Rahim al-Qunawi, Syaikh Musa al-Zuliy, Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, Syaikh Abu al-Abas al-Mursi al-Syadziliy, Syaikh Abu al-Su'ud bin Abi al- 'Asya'ir, dan Sayyid Ibrahim al-Matbuli.

*والشيخ جلال الدين الأسيوطي، كان يقول : رأيت النبي صلى الله عليه وسلم واجتمعت به نيفا وسبعين مرة . وأما سيدي إبراهيم المتبولي فلا يحصى اجتماعه به لأنه كان في أحواله كلها ويقول : ليس لي شيخ إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وكان الشيخ أبو العباس المرسي يقول : لو احتجب عني رسول الله صلى الله عليه وسلم ساعة ما عددت نفسي من جملة المؤمنين .*

   Syaikh Jalal al-Din al-Suyuthi pernah berkata, "Aku pernah melihat Nabi SAW, dan berkumpul dengan beliau sebanyak lebih dari 70 kali." Adapun Sayyid Ibrahim al-Matbuli, maka tidak dapat dihitung berapa kali beliau berkumpul bersama Nabi SAW, karena sesungguhnya dalam seluruh keadaannya (ahwal) dulu beliau berkata: "Tiada guru bagiku kecuali Rasulullah SAW." Syaikh Abu al-Abbas al-Mursyi pernah berkata, "Jikalau Rasulullah SAW, terhijab dariku walaupun sesaat, maka aku tidak akan menganggap diriku ke dalam kelompok orang-orang yang beriman."

*واعلم أن مقام مجالسة رسول الله صلى الله عليه وسلم عزيزة جدا، وقد جاء شخص إلى سيدي علي المرصفي وأنا حاضر فقال : يا سيدي قد وصلت إلى مقام صرت أرى رسول الله صلى الله عليه وسلم يقظة أي وقت شئت ، فقال له : يا ولدي بين العبد وبين هذا المقام مائتا ألف مقام، وسبعة وأربعون ألف مقام، ومرادنا تتكلم لنا يا ولدي على عشر مقامات منها، فما درى ذلك المدعي ما يقول وافتضح فاعلم ذلك .والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم.*

   (Al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata): Ketahuilah bahwa sesungguhnya maqam mujalasah (duduk bersama) Rasulullah SAW, sangat langka sekali, seseorang telah datang kepada Sayyid Ali al-Mursifi dan aku (al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata) saat itu hadir, orang tersebut berkata: "Ya Sayyidiy, aku telah mencapai maqam di mana aku dapat melihat Rasulullah SAW, secara sadar di waktu kapanpun yang aku inginkan." Sayyidi Ali al Mursifi berkata: "Wahai anakku, di antara seorang hamba dan maqam tersebut ada 240,000 maqam, dan yang engkau maksudkan yaitu berbicara dengan kami itu baru 1/10 dari maqam-maqam itu." Orang yang mengaku-ngaku tersebut tidak tahu apa yang diucapkan dan dia malu sendiri. Ketahuilah bahwa Allah menunjukkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. 

   Syeh Ahmad al-Zawawi pernah mengatakan:

*طَرِيْقُنَا أَنْ نُكَثِّرَ مِنَ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَصِيْرَ يُجَالِسُنَا وَنَصْحَبُهُ مِثْلَ الصَحَابَةِ وَيَسْأَلُهُ عَلَى أُمُورِ دِيْنِنَا*

   Jalan/thariqah kita (untuk menuju Allah SWT) dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi SAW, hingga Beliau menjadi teman duduk kita secara jaga, dan kita bersahabat dengannya sebagaimana persahabatan para sahabatnya, dan kita bisa bertanya kepadanya tentang urusan agama kita.

Wallahu a'lam.

Kiriman Gus Wahyu Kolosebo - GMNU 4

Biografi KH. M. Munawir Krapyak Yogyakarta

KH. M. Munawwir adalah putra KH. Abdullah Rosyad bin KH. Hasan Bashari. Dahulu, ada seorang ulama pejuang, KH. Hasan Bashari namanya, atau yang lebih dikenal dengan nama Kyai Hasan Besari ajudan Pangeran Diponegoro. Beliau sangat ingin menghafalkan Kitab Suci al-Quran namun terasa berat setelah mencobanya berkali-kali. Akhirnya beliau melakukan riyadhah dan bermujahadah, hingga suatu saat Allah Swt. mengilhamkan bahwa apa yang dicita-citakan itu baru akan dikaruniakan kepada keturunannya.

Begitu pula anak beliau, KH. Abdullah Rosyad, selama 9 tahun riyadhah menghafalkan al-Quran, ketika berada di Tanah Suci Makkah, beliau mendapat ilham bahwa yang akan dianugerahi hafal al-Quran adalah anak-cucunya.KH. M. MUNAWWIR PENDIRI PP. KRAPYAK YOGYAKARTA

KH. Abdullah Rosyad dikaruniai 11 orang anak dari 4 orang istri, salah satunya adalah KH. M. Munawwir yang merupakan buah pernikahan beliau dengan Nyai Khadijah (Bantul).

Masa Belajar KH. M. Munawwir

Guru pertama beliau adalah Ayah beliau sendiri. Sebagai targhib (penyemangat) nderes al-Quran, Sang Ayah memberikan hadiah sebesar Rp 2,50 jika dalam tempo satu minggu dapat mengkhatamkannya sekali. Ternyata hal ini terlaksana dengan baik, bahkan terus berlangsung sekalipun hadiah tak diberikan lagi.

KH. M. Munawwir tidak hanya belajar qira’at (bacaan) dan menghafal al-Quran, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang beliau timba dari para ulama di masa itu, diantaranya;
• KH. Abdullah (Kanggotan – Bantul)
• KH. Kholil (Bangkalan – Madura)
• KH. Shalih (Darat – Semarang)
• KH. Abdurrahman (Watucongol – Magelang)

Setelah itu, pada tahun 1888 M. beliau melanjutkan pengajian al-Quran serta pengembaraan menimba ilmu ke Haramain (dua Tanah Suci), baik di Makkah al-Mukarramah maupun di Madinah al-Munawwarah. Adapun Guru-guru beliau di sana antara lain;
• Syaikh Abdullah Sanqara
• Syaikh Syarbini
• Syaikh Mukri
• Syaikh Ibrahim Huzaimi
• Syaikh Manshur
• Syaikh Abdus Syakur
• Syaikh Mushthafa
• Syaikh Yusuf Hajar (Guru beliau dalam qira’ah sab’ah)

Pernah dalam suatu perjalanan dari Makkah ke Madinah, tepatnya di Rabigh, beliau berjumpa dengan seorang tua yang tidak beliau kenal. Pak Tua mengajak berjabat tangan, lantas beliau minta didoakan agar menjadi seorang hafidz al-Quran sejati. Lalu Pak Tua menjawab: “Insyaa-Allah.” Menurut KH. Arwani Amin (Kudus), orang tua itu adalah Nabiyullah Khadhir As.

KH. M. Munawwir ahli dalam qira’ah sab’ah (7 bacaan al-Quran). Dan salah satunya adalah qira’ah Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafsh. Berikut inilah Sanad Qira’ah Imam ‘Ashim riwayat Hafsh KH. M. Munawwir sampai kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu dari:
1) Syaikh Abdulkarim bin Umar al-Badri ad-Dimyathi, dari
2) Syaikh Isma’il, dari
3) Syaikh Ahmad ar-Rasyidi, dari
4) Syaikh Mushthafa bin Abdurrahman al-Azmiri, dari
5) Syaikh Hijaziy, dari
6) Syaikh Ali bin Sulaiman al-Manshuriy, dari
7) Syaikh Sulthan al-Muzahiy, dari
8) Syaikh Saifuddin bin ‘Athaillah al-Fadhaliy, dari
9) Syaikh Tahazah al-Yamani, dari
10) Syaikh Namruddin ath-Thablawiy, dari
11) Syaikh Zakariyya al-Anshari, dari
12) Syaikh Ahmad al-Asyuthi, dari
13) Syaikh Muhammad ibn al-Jazariy, dari
14) Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaliq al-Mishri asy-Syafi’i, dari
15) Al-Imam Abi al-Hasan bin asy-Syuja’ bin Salim bin Ali bin Musa al-‘Abbasi al-Mishri, dari
16) Al-Imam Abi Qasim asy-Syathibi, dari
17) Al-Imam Abi al-Hasan bin Huzail, dari
18) Ibnu Dawud Sulaiman bin Najjah, dari
19) Al-Hafidz Abi ‘Amr ad-Daniy, dari
20) Abi al-Hasan ath-Thahir, dari
21) Syaikh Abi al-‘Abbas al-Asynawiy, dari
22) ‘Ubaid ibnu ash-Shabbagh, dari
23) Al-Imam Hafsh, dari
24) Al-Imam ‘Ashim, dari
25) Abdurrahman as-Salma, dari
26) Sadatina Utsman bin ‘Affan, ‘Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, ‘Ali bin Abi Thalib, dari
27) Rasulullah Muhammad Saw. dari
28) Robbul ‘Alamin Allah Swt. dengan perantaraan Malaikat Jibril As.

Beliau menekuni al-Quran dengan riyadhah, yakni sekali khatam dalam 7 hari 7 malam selama 3 tahun, lalu sekali khatam dalam 3 hari 3 malam selama 3 tahun, lalu sekali khatam dalam sehari semalam selama 3 tahun, dan terakhir adalah riyadhah membaca al-Quran selama 40 hari tanpa henti hingga mulut beliau berdarah karenanya.

Setelah 21 tahun menimba ilmu di Tanah Suci, beliau pun kembali ke kediaman beliau di Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1909 M.

Akhlaq KH. M. Munawwir

KH. M. Munawwir selalu memilih awal waktu untuk menunaikan shalat, lengkap dengan shalat sunnah Rawatibnya. Shalat Witir beliau tunaikan 11 raka’at dengan hafalan al-Quran sebagai bacaannya. Begitu juga dalam mudawamah beliau terhadap shalat Isyroq (setelah terbit matahari), shalat Dhuha dan shalat Tahajjud.

Beliau mewiridkan al-Quran tiap ba’da Ashar dan ba’da Shubuh. Walau sudah hafal, seringkali beliau tetap menggunakan Mushaf. Bahkan kemanapun beliau bepergian, baik berjalan kaki maupun berkendara, wirid al-Quran tetap terjaga. Beliau mengkhatamkan al-Quran sekali tiap satu minggu, yakni pada hari Kamis sore. Demikianlah beliau mewiridkan al-Quran semenjak berusia 15 tahun.

Waktu siang beliau lewatkan dengan mengajarkan al-Quran, dan di waktu senggang beliau masuk ke dalam kamar khusus (dahulu terletak di sebelah utara Masjid) untuk bertawajjuh kepada Allah Swt. Sedangkan di malam hari beliau istirahat secara bergilir di antara istri-istri dengan demikian adilnya.

Beliau memiliki 5 orang istri, adapun istri kelima, dinikahi setelah wafatnya istri pertama, yakni;
1. Nyai R.A. Mursyidah (Kraton Yogyakarta)
2. Nyai Hj. Sukis (Wates Yogyakarta)
3. Nyai Salimah (Wonokromo Yogyakarta)
4. Nyai Rumiyah (Jombang – Jawa Timur)
5. Nyai Khadijah (Kanggotan – Yogyakarta)

Begitulah KH. M. Munawwir hidup beserta keluarga di tengah ketenangan, kerukunan, istiqamah dan wibawa, dengan berkah al-Quran al-Karim.

Orang hafal al-Quran (Hafidz) yang beliau akui adalah orang yang bertakwa kepada Allah, dan shalat Tarawih dengan hafalan al-Quran sebagai bacaannya.

Begitu besar pengagungan beliau terhadap al-Quran, sampai-sampai undangan Haflah Khatmil Quran hanya beliau sampaikan kepada mereka yang jika memegang Mushaf al-Quran selalu dalam keadaan suci dari hadats.

Pernah terjadi seorang santri asal Kotagede dengan sengaja memegang Mushaf al-Quran dalam keadaan hadats. Setelah diusut oleh KH. M. Munawwir, akhirnya santri tersebut mengakuinya. Atas pengakuannya, si santri dita’zir, kemudian dikeluarkan dari Pesantren dalam keadaan sudah menghafalkan al-Quran 23,5 juz.

Setiap setengah bulan sekali beliau memotong rambut. Juga tak pernah diketahui membuka tutup kepala, selalu tertutup, baik itu dengan kopyah atau sorban maupun keduanya. Menggunting kuku selalu beliau lakukan tiap hari Jum’at.

Pakaian beliau sederhana namun sempurna untuk melakukan ibadah, rapi dan bersetrika. Jubah, sarung, sorban, kopyah dan tasbih selalu tersedia. Pakaian dinas Kraton Yogyakarta selalu beliau kenakan ketika menghadiri acara-acara resmi Kraton. Untuk bepergian, beliau sering mengenakan baju jas hitam, sorban, dan sarung.

Beliau tidak suka makan sampai kenyang, terlebih lagi di bulan Ramadhan, yakni cukup dengan satu cawan nasi ketan untuk sekali makan. Jika ada pemberian bantuan dari orang, beliau pergunakan sesuai dengan tujuan pemberinya. Jika ada kelebihan, maka akan dikembalikan lagi kepada pemberinya.

Walau beliau termasuk dalam Abdi Dalem (anggota dalam) Kraton, namun beliau tidak suka mendengarkan pementasan Gong Barzanji. Sebagai hiburan, beliau senang sekali mendengarkan lantunan shalawat-shalawat, Burdah dan tentunya Tilawatil Quran.

Para santri beliau perintahkan untuk berziarah di Pemakaman Dongkelan tiap Kamis sore. Tiap berziarah, beliau membaca surat Yasin dan Tahlil. Apabila terjadi suatu peristiwa yang menyangkut ummat pada umumnya, beliau mengumpulkan semua santri untuk bersama-sama tawajjuh dan memanjatkan do’a kehadirat Allah, biasanya dengan membaca shalawat Nariyyah 4.444 kali atau surat Yasin 41 kali.

Selain mengasuh santri, beliau tak lantas meninggalkan tugas sebagai kepala rumah tangga. Tiap ba’da Shubuh, beliau mengajar al-Quran kepada segenap keluarga dan pembantu rumah tangga. Nafkah dari beliau, baik untuk istri-istri maupun anak-anak, selalu cukup menurut kebutuhan masing-masing. Suasana keluarga senantiasa tenang, tenteram, rukun, dan tidak sembarang orang keluar-masuk rumah selain atas ijin dan perkenan dari beliau.

Hampir-hampir beliau tak pernah marah kepada santrinya, selain dalam hal yang mengharuskannya. Pernah suatu waktu beliau tiduran di muka kamar santri, tiba-tiba bantal yang beliau pakai diambil secara tiba-tiba oleh seorang santri, sampai terdengar suara kepala beliau mengenai lantai. Lantas beliau memanggil santri yang mengambil bantal tadi seraya berkata: “Nak… saya pinjam bantalmu, karena bantal yang saya pakai baru saja diambil oleh seorang santri.”

Seringkali beliau memberikan sangu kepada santri yang mohon ijin pulang ke kampung halamannya, dan sangat memperhatikan kehidupan santri-santrinya. Para santri pun dianjurkan untuk bertamasya ke luar pesantren, biasanya sekali tiap setengah bulan, sebagai pelepas penat.

Sebagai layaknya seorang ulama, KH. M. Munawwir juga akrab dan sering mendapat kunjungan dari para ulama lain, diantaranya;
1) Murid-murid Syaikh Yusuf Hajar dari Madinah
2) KH. Sa’id (Gedongan – Cirebon)
3) KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)
4) KH. R. Asnawi (Kudus)
5) KH. Manshur (Popongan)
6) KH. Siroj (Payaman – Magelang)
7) KH. Dalhar (Watucongol – Magelang)
8) KH. Ma’shum (Lasem)
9) KH. R. Adnan (Solo)
10) KH. Dimyati (Tremas – Pacitan)
11) KH. Idris (Jamsaren – Solo)
12) KH. Abbas (Buntet – Cirebon)
13) KH. Siroj (Gedongan – Cirebon)
14) KH. Harun (Kempek – Cirebon)
15) KH. Muhammad (Tegalgubuk – Cirebon)
16) Para Kyai dari Jombang dan Pare
17) Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan IX
18) B.R.T. Suronegoro
19) KH. Asy’ari (Wonosobo) yang merupakan teman semasa belajar di Tanah Suci.

Selain dikunjungi, beliau juga kerapkali mengadakan kunjungan balasan terhadap para ulama yang lain, seperti kepada KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. Ahmad Dahlan (Yogyakarta), maupun yang lainnya.

Beliau juga mendapat kepercayaan dari pihak Kraton untuk menjadi anggota JEMANGAH, yakni jama’ah shalat tetap yang terdiri dari 41 orang ulama, dimaksudkan sebagai penolak bencana Negara.

Dakwah KH. M. Munawwir

Sepulang dari Makkah pada tahun 1909 M, beliau lantas mendakwahkan al-Quran di sekitar kediaman beliau di Kauman. Tepatnya di sebuah langgar kecil milik beliau, tempat tersebut sekarang sudah menjadi Gedung Nasyiatul ‘Aisyiyyah Yogyakarta.

Lantas pindah ke Gading, tinggal bersama kakak beliau, KH. Mudzakkir. Namun karena berbagai sebab, juga atas saran dari KH. Sa’id (Pengasuh Pesantren Gedongan, Cirebon), pada tahun 1910 M beliau pun hijrah ke Krapyak setelah selesainya pembangunan tempat tinggal dan komplek pesantren di sana, di tanah milik Bapak Jopanggung yang kemudian dibeli dengan uang amal dari Haji Ali.

Pada 15 November 1910, Pesantren Krapyak mulai ditempati untuk mengajar al-Quran. Dilanjutkan dengan pembangunan Masjid atas prakarsa KH. Abdul Jalil.

Konon, KH. Abdul Jalil dalam memilih tempat untuk pembangunan masjid, adalah dengan menggariskan tongkatnya di atas tanah sehingga membentuk batas-batas wilayah yang akan dibangun masjid. Dengan kehendak Allah, wilayah yang dilingkupi garis itu tidak ditumbuhi rumput.

KH. M. Munawwir selalu mengerahkan segenap santri untuk melakukan amaliyah membaca surat Yasin tiap selesai pembangunan berlangsung. Pembangunan terus berlanjut secara bertahap, mulai dari masjid, akses jalan, dan gedung komplek santri hingga tahun 1930 M.

Di Pesantren Krapyak inilah beliau memulai berkonsentrasi dalam pengajaran al-Quran. Para santri sangat menghormati beliau, bukan karena takut, melainkan karena haibah, wibawa beliau.

Pengajian pokok yang diasuh langsung oleh KH. M. Munawwir adalah Kitab Suci al-Quran, yakni terbagi atas 2 bagian; BIN-NADZOR (membaca) dan BIL-GHOIB (menghafal). Santri bermula dari surat al-Fatihah, lantas Lafadz Tahiyyat sampai dengan shalawat Aali Sayyidina Muhammad, kemudian surat an-Nas sampai surat an-Naba’, baru kemudian surat al-Fatihah diteruskan ke surat al-Baqarah sampai khatam surat an-Nas.

Selain itu, pengajian kitab-kitab juga digelar sebagai penyempurna. Suatu hari pada tahun 1910, seorang santri dari Purworejo, yang dianggap mampu oleh beliau diperintahkan: “Ajarkanlah ilmu fiqh kepada santri-santri di hari Jum’at, biarlah mereka mengenal air.”

Begitu seterusnya berkembang, baik kitab fiqh maupun tafsir, makin menonjol disamping pengajian al-Quran yang utama. Beliau mengajar secara sistem MUSYAFAHAH, yakni sorogan, tiap santri langsung membaca di hadapan beliau. jika ada kesalahan beliau langsung membetulkannya.

Adab (Tata Krama) dalam pengajian al-Quran sangat beliau tekankan kepada para santri. Berbagai aturan dan ta’ziran beliau berlakukan terhadap para santri. Untuk santri yang telah khatam, maka dipanjatkanlah doa untuknya langsung oleh KH. M. Munawwir, lantas diberikanlah baginya sebuah Ijazah, yang intinya berisi pengakuan ilmu dari guru kepada muridnya serta Tarattubur-Ruwat (Urutan Riwayat) atau Sanad dari Sang Guru sampai kepada Rasulullah Saw. secara lengkap.

Banyak diantara murid-murid beliau yang juga meneruskan perjuangan di kampung masing-masing, berupa mendakwahkan Islam pada umumnya, dan pengajaran al-Quran pada khususnya. Misal;
1. KH. Arwani Amin (Kudus)
2. KH. Badawi (Kaliwungu – Semarang)
3. Kyai Zuhdi (Nganjuk – Kertosono)
4. KH. Umar (Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan – Solo)
5. Kyai Umar (Kempek – Cirebon)
6. KH. Noor (Tegalarum – Kertosono)
7. KH. Muntaha (Pesantren Al-Asy’ariyyah, Kalibeber – Wonosobo)
8. KH. Murtadha (Buntet – Cirebon)
9. Kyai Ma’shum (Gedongan – Cirebon)
10. KH. Abu Amar (Kroya)
11. KH. Suhaimi (Pesantren Tamrinus Shibyan, Benda – Bumiayu)
12. Kyai Syathibi (Kyangkong – Kutoarjo)
13. KH. Anshor (Pepedan – Bumiayu)
14. KH. Hasbullah (Wonokromo – Yogyakarta)
15. Kyai Muhyiddin (Jejeran – Yogyakarta)
16. Haji Mahfudz (Purworejo)

Untuk para Mutakharrijiin (Alumni), beliau senantiasa menjalin hubungan dan bimbingan, bahkan berupa kunjungan ke tempat masing-masing.

Karomah KH. M. Munawwir

KH. Abdullah Anshar (Gerjen – Sleman) mengetahui beliau wafat, maka menangislah ia serta mengatakan tak kerasan lagi hidup di dunia tanpa beliau. Setelah pulang ke rumah, KH. Abdullah langsung menyusul pulang ke Rahmatullah.

Kyai Aqil Sirodj (Kempek – Cirebon) dikala masih berusia sekitar 8 tahun belum bisa mengucap dengan jelas bunyi “R”. Namun setelah minum air bekas cucian tangan beliau, langsung dapat membaca “R” dengan jelas.

Kala mengajar, biasanya beliau sambil tiduran, bahkan kadang benar-benar tertidur. Namun bila ada santri yang keliru membaca, beliau langsung bangun dan mengingatkannya.

Saat baru berusia 10 tahun, beliau berangkat mondok kepada KH. Cholil di Bangkalan, Madura. Sampai di sana, saat akan dikumandangkan iqamat, KH. Cholil tidak berkenan menjadi imam shalat seraya berkata: “Mestinya yang berhak menjadi imam shalat adalah anak ini (yakni KH. M. Munawwir). Walaupun ia masih kecil tetapi ahli qira’at.”

Sewaktu awal di Tanah Suci, beliau mengirimkan surat kepada ayahnya, menyatakan niat untuk menghapalkan al-Quran. Namun ayah beliau belum memperkenankannya, sehingga berniat mengirimkan surat balasan. Namun, belum sempat mengirimkan surat balasan, sang Ayah sudah mendapat surat kedua dari putranya yang menyatakan bahwa ia sudah terlanjur hafal. Dihafalkannya dalam waktu 70 hari (keterangan lain menyatakan 40 hari).

Dan masih banyak lagi karomah KH. M. Munawwir yang lainnya.

Maqalah KH. M. Munawwir

1) Sebuah hadits riwayat Abi Hurairah Ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “Wahai Abu Hurairah, pelajarilah al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain. Tetaplah engkau seperti itu hingga mati. Sesungguhnya jikalau kamu mati dalam keadaan seperti itu, malaikat berhaji ke kuburmu sebagaimana kaum mukminin berhaji ke Baitullah al-Haram.”

2) Sebuah sya’ir: “Semua ilmu termuat di dalam al-Quran – Hanya saja orang-orang tak mampu memahami seluruh kandungannya.”

3) “Jikalau engkau bermaksud akan sesuatu, maka bacalah surat Yasin.”

4) “Kalau mengaji al-Quran, maka kajilah sampai khatam, supaya menjadi orang mulia.”

5) “Waktu luang yang tidak digunakan untuk nderes al-Quran adalah kerugian yang besar.

6) “Setelah seseorang hafal al-Quran, maka haruslah ia Tidak suka omong kosong dan tidak menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja mencari dunia.”

7) “Wahai putera dan menantuku yang mempunyai tanggungan al-Quran, apabila kalian belum lancar benar maka jangan sampai merangkap apapun baik berdagang ataupun lainnya.”

8) “Orang hafal al-Quran berkewajiban memeliharanya, maka dari itu jangan melakukan hal-hal -termasuk menuntut ilmu- yang tidak fardhu, sekiranya dapat menyebabkan hafalannya hilang.”

9) “Kalau kamu tidak mengaji qira’at sab’ah kepadaku, maka mengajilah kepada Arwani Amin Kudus.”

10) “Buah al-Quran adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.”

11) Beliau berkata kepada KH. Basyir: “Marilah uzlah seperti saya, guna mengajarkan al-Quran. Kalau kita memikirkan harta dunia, maka akan binasalah al-Quran nanti.”

12) Beliau berkata kepada putri beliau, Nyai Hindun: “Orang hafal al-Quran, mengamalkan isi kitab Majmu’ dan Mudzakarat, insya-Allah menjadi orang shalihah.”

13) Beliau tidak mengijinkan santri-santrinya menjadi Pegawai Negeri Pemerintah Penjajah pada waktu itu.

14) Beliau menyampaikan apa yang pernah diterima dari guru beliau, KH. Cholil Bangkalan: “Apabila hidayah tiba, permusuhan pun musnah. Jadilah engkau bagaikan Air, dibutuhkan oleh siapa dan apa saja. Jika tidak begitu, maka jadilah seperti Batu, tidak ada bahaya maupun manfaat (secara aktif –red). Janganlah engkau laksana Kalajengking, siapa melihat maka ia pun takut.”

15) “Seyogyanya engkau hadiahkan berkah surat al-Fatihah kepada segenap kaum muslimin yang masih hidup, lebih-lebih diwaktu tertimpa marabahaya atau berperangai buruk, barangkali dapat menjadi obatnya. Sebagaimana guru saya KH. Cholil pernah mengajarkan (di nomor 16).”

16) Beliau menyampaikan apa yang disampaikan guru beliau, KH. Cholil: “Teman-teman sekalian, jikalau engkau menghadiahkan berkah surat al-Fatihah jangan hanya kepada muslimin yang sudah meninggal saja, tetapi juga yang masih hidup, syukurlah jika kepadaku juga. Sebab Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda: ‘UDDA NAFSAKA MIN AHLIL QUBUUR (anggaplah dirimu termasuk ahli Qubur).”

17) “Apabila engkau memohon kepada Allah, maka mohonlah Kesejahteraan (‘Aafiyah).”

18) “Kelak di akhir jaman, Shin akan menguasai seluruh daerah.”

19) Sebuah sya’ir: “Aku tak bisa mendapatkan kembali apa yang telah meninggalkan diriku, baik dengan LAHFA (kalau), dengan LAITA (seandainya), ataupun dengan LAU-INNI (andaikan saya).”

20) “Selama saya masih hidup, puteraku yang lelaki selalu saya suruh memakai kopyah. Sedangkan yang perempuan segera saya carikan jodoh, tak usah menunggu orang lain yang datang melamarnya.”

Wafat dan Penerus KH. M. Munawwir

Sebagaimana manusia pada umumnya, KH. M. Munawwir menderita sakit selama 16 hari. Pada mulanya terasa ringan, namun lama-kelamaan semakin parah. Tiga hari terakhir saat beliau sakit, beliau tidak tidur.

Selama sakit, selalu berkumandanglah bacaan surat Yasin 41 kali yang dilantunkan oleh rombongan-rombongan secara bergantian. Satu rombongan selesai membaca, maka rombongan lain menyusulnya, demikian tak ada putusnya.

Akhirnya, beliau KH. M. Munawwir wafat ba’da Jum’at tanggal 11 Jumadil Akhir tahun 1942 M di kediaman beliau di komplek Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Dikala beliau menghembuskan nafas terakhir, ditunggui oleh seorang putri beliau, Nyai Jamalah, yakni ketika rombongan pembaca surat Yasin belum hadir.

Shalat Jenazah dilaksanakan bergiliran lantaran banyaknya orang yang bertakziyyah. Imam shalat Jenazah kala itu adalah KH. Manshur (Popongan – Solo), KH. R. Asnawi (Bendan – Kudus), dan besan beliau KH. Ma’shum (Suditan – Lasem).

Beliau tidak dimakamkan di kompleks Pesantren Krapyak, melainkan di Pemakaman Dongkelan, yakni sekitar 2 km dari kompleks Pesantren. Dan sepanjang jalan itulah, terlihat kaum muslimin dari berbagai golongan penuh sesak mengiring dan bermaksud mengangkat jenazah beliau, sampai-sampai keranda jenazah beliau cukup ‘dioperkan’ dari tangan ke tangan yang lain, sampai di Pemakaman Dongkelan.

Jenazah KH. M. Munawwir dikebumikan di sana, dan selama lebih dari seminggu pusara beliau selalu penuh dengan penziarah dari berbagai daerah untuk membaca al-Quran.

Beliau wafat meninggalkan Pesantren yang merupakan tonggak pemisah suasana. Suasana sebelum dibangun pesantren, Krapyak dikenal sebagai tempat rawan, penuh kegelapan, abangan dan sedikit yang menjalankan ajaran Islam. Bersamaan dengan didirikannya Pesantren, banyak pula usaha busuk dari golongan-golongan Klenik yang dengki dan selalu merintangi perintisan Pesantren.

Namun upaya-upaya itu musnah, dan suasana gelap beralih menjadi ramai dan meriah dengan alunan Ayat-ayat Suci al-Quran dengan segala konsekuensinya.

Almarhum KH. M. Munawwir berwasiyat, agar keluarga melanjutkan perjuangan Pesantren, tepatnya kepada 2 orang putra dan 4 orang menantu. Akan tetapi karena beberapa udzur, perjuangan Pesantren dikawal secara langsung oleh 3 tokoh yang dikenal sebagai Tiga Serangkai yakni;

1) KH. R. Abdullah Affandi (putra beliau dari Nyai R.A. Mursyidah asal Kraton Yogyakarta). Disamping menangani pengajian al-Quran, beliau juga mengurusi hubungan Pesantren dengan dunia luar. Beliau wafat pada 1 Januari 1968.

2) KH. R. Abdul Qadir (putra beliau dari Nyai R.A. Mursyidah asal Kraton Yogyakarta). Pada tahun 1953, para santri penghafal al-Quran dikelompokkan menjadi satu dalam sebuah wadah, yakni Madrasatul Huffadz yang disponsori oleh KH. R. Abdul Qadir, dibantu KH. Mufid Mas’ud (menantu KH. M. Munawwir), Kyai Nawawi (menantu KH. M. Munawwir) dan Hasyim Yusuf dari Nganjuk. Ada 2 sistem yang ditempuh di Madrasatul Huffadz. Pertama, adalah Sistem Perseorangan, yakni Kyai menurut kepada santri untuk menghafalkan suatu ayat, surat maupun juz. Kedua, adalah Sistem Jama’ah Mudarasah, yakni seorang santri disuruh menghafal suatu ayat, surat atau juz, kemudian membacanya lantas berhenti dan dilanjutkan oleh santri yang lain, demikian sampai khatam 30 juz. Untuk mentashhih kembali hafalan santri-santri yang sudah khatam, maka diharuskan melakukan ‘Ardhah secara Musyafahah sampai tiga kali khatam. Untuk menguji kelancaran hafalan, adalah dengan dibacanya suatu ayat oleh Kyai dan santri disuruh melanjutkannya. Begitu pula ditanyakan kepada santri tentang letak ayat tersebut dalam surat apa, halaman berapa, bagian mana, lembar kiri atau kanan, ayat nomor berapa, sampai surat baru masih berapa ayat lagi. Seperti itulah seluk beluk menghafalkan al-Quran di Madrasatul Huffadz saat itu. Setelah hafal seluruh al-Quran, maka selama 41 hari dilanjutkan Mudarasah (nderes) dengan mengkhatamkan 41 kali juga. KH. R. Abdul Qadir wafat pada 2 Februari 1961.

3) KH. ‘Ali Ma’shum (menantu beliau asal Lasem, suami dari Nyai Hj. Hasyimah). Beliau sudah turut mengasuh Pesantren sejak 1943. Beliau adalah perintis dan pengasuh pengajian kitab-kitab selepas KH. M. Munawwir wafat, yakni sejak kepulangan beliau dari Tanah Suci dalam rangka menimba ilmu. Dalam penyelenggarannya, beliau menerapkan beberapa sistem, yakni Sistem Madrasi (Klasik) dan Sistem Kuliyah, yang masing-masing dilengkapi dengan Pengajian Sorogan (individual). Adapun Pengajian Sorogan ini, beliau berlakukan dengan model Semi-Otodidak, yakni dengan ditentukannya suatu kitab oleh KH. ‘Ali Ma’shum untuk dikaji seorang santri. Tiap sore hari, santri tersebut harus menghadap beliau untuk membaca kitab. Dalam hal ini, santri harus berusaha mempelajarinya sendiri, baik dalam cara membaca maupun menela’ah maknanya, baik dengan bertanya maupun berdiskusi dengan rekan dan kitab yang sudah ada maknanya. Sedangkan KH. ‘Ali Ma’shum cukup menyimak bacaan santri sambil mengajukan beberapa pertanyaan, dan membenarkan jika ada kesalahan membaca maupun memahami isinya. Dengan sistem ini, beliau maupun santri telah banyak menghemat waktu serta membuahkan hasil yang memuaskan lagi cermat. KH. ‘Ali Ma’shum wafat pada 1989.

Demikianlah estafet kepemimpinan Pesantren terus bergulir, semakin berkembang seiring bertambahnya usia, baik dalam metode maupun corak Pesantren, namun tak lepas dari sentuhan khas salafiyahnya. Dan tentunya, tetap berkonsentrasi pada misi awal yang dirintis Sang Muassis (Pendiri), yakni membumikan al-Quran, memasyarakatkan al-Quran dan meng-al-Quran-kan masyarakat.

Biografi ini disadur dari Buku yang berjudul “MANAQIBUS SYAIKH: K.H.M. MOENAUWIR ALMARHUM: PENDIRI PESANTREN KRAPYAK YOGYAKARTA” yang diterbitkan oleh MAJLIS AHLEIN (Keluarga Besar Bani Munawwir) Pesantren Krapyak, keluaran tahun 1975. Jadi jika Anda ingin meng-COPYPASTE biografi beliau ini, mohon SERTAKAN PULA SUMBERNYA, yakni buku tersebut.

Kiriman Gus Shomad - Alumni Qudsiyyah 2005


SIAPA YANG TAK KENAL BELIAU??

Sekilas biografi
KH. Maksum Jauhari atau yang biasa dipanggil dengan Gus Maksum adalah putra dari pasangan KH. Abdullah Jauhari dengan Nyai Aisyah. Beliau lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944.

Selain itu, Gus Maksum juga merupakan salah seorang cucu pendiri PP Lirboyo KH. Manaf Abdul Karim.

Wafat
KH. Maksum Jauhari wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 dan dimakamkan di pemakaman keluarga PP Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan keberanian yang luar biasa.

Pendidikan
Semasa kecil KH. Maksum Jauhari belajar kepada orang tuanya KH. Abdullah Jauhari di Kanigoro. Kemudian melanjutkan pendidikan formalnya di SD Kanigoro (1957), setelah lulus, beliau melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun tidak sampai tamat. Selebihnya, beliau lebih senang mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga

Guru Gus Maksum
KH. Maksum Jauhari muda menuntut ilmu dengan mengaji dan sekolah seperti umumnya, juga belajar ilmu kanuragan ke banyak wilayah dengan mendatangi para ahli yang menjadi kebutuhannya, di antara gurunya antara lain:

KH. Jamaludin Batokan (Kediri)
KH. Jufri, Mbah Jipang
(Kediri)
Kiai Muhammad Batokan (Kediri)
Ahmad Fathoni (Pendekar dari Rengas Dengklok, Karawang, Jawa Barat) ahli ilmu pencak aliran Cikaret dan Cikalong
KH. Kasidak (Kediri - Blitar)
Haji Munawar, Jabang, Kediri
Haji Muhajir, Mondo, Kediri
Haji Zaenal, Kediri
KH. Mansur, Kali Pucung, Blitar
KH. Ahmad, Kemuning, Kediri
KH. Ibrahim, Banjar Melati, Kediri
Habib Jufri, Mrican, Kediri
Habib Baharun, Mrican, Kediri
KH. Mahrus Ali
(Lirboyo, Kediri)
KH. Ya'kub (Lirboyo, Kediri)
KH. Ilyas (Buntet, Cirebon)
Kiai Busro (Buntet, Cirebon)
Murid Gus Maksum
Banyak yang menjadi santri KH. Maksum Jauhari, di antara yang masyhur antara lain:

KH. Suharbillah (Penasihat PSNU Pagar Nusa)

Pendiri Pagar Nusa
Pada awalnya, para ulama-pendekar merasa gelisah karena belum ada wadah untuk mengumpulkannya. Akhirnya H. Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya menemui KH. Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para pendekar, setelah mendapatkan jawab dari KH. Mustofa Bisri akhirnya, mereka lalu bertemu dengan Gus Maksum yang memang sudah masyhur di bidang beladiri.

Pada tanggal 12 Muharrom 1406 M bertepatan tanggal 27 September 1985. Mereka berkumpul di PP Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus mengurus pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan dari pulau Kalimantan pun datang. Tapi sayangnya belum mendapatkan hasil.

Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3 Januari 1986, di PP Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Dalam musyawarah tersebut disepakati pembentukan organisasi pencak silat NU bernama Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa yang merupakan kepanjangan dari Pagarnya NU dan Bangsa.

Setelah resmi dibentuk, para musyawirin pun menunjuk Gus Maksum sebagai ketua umumnya. Pengukuhan Gus Maksum sebagai ketua umum Pagar Nusa itu dilakukan oleh Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH. Ahmad Sidiq.

Karomah Gus Maksum
Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal sakti mandraguna. Berikut ini merupakan beberapa karomah yang dimiliki oleh Gus Maksum.

Keistimewaan sejak kecil

Keistimewaan-keistimewaan Gus Maksum sudah tampak sejak kecil.pada waktu itu Gus Maksum kecil mampu melompat melayang dari satu tiang ketiang yang lainnya di masjid Kanigoro, ia juga mampu berputar cepat diatas piring tanpa pecah laksana Gangsing,padahal waktu itu ia belum mahir ilmu silat.

Gus Maksum kecil juga pernah melempar seekor kuda seperti melempar sandal.padahal waktu itu bobot angkatan beliau tidak lebih dari 20 Kg.

Dimasa remaja Gus Maksum pernah membantu salah seorang familinya untuk memasang lembu bajakannya.ketika hendak memasang tiba-tiba lembu itu mengamuk dan dengan cepat dan kuat menerjang kearah dada Gus Maksum dengan reflex beliau menangkis dan berbalik menerkam, dan apa yang terjadi membuat semua orang yang melihatnya heran karena lembu itu terpelanting beberapa meter jauhnya,menanggapi kejadian tersebut Gus Maksum hanya berkata semua hanyalah kebetulan saja dan berkat pertolongan Allah SWT.

Rambut tidak mempan dipotong / Kiai Gondrong

Penampilan Gus Maksum dengan rambut gondrongnya bukan sekedar gaya atau hobi semata. Tetapi Rambut Gondrongnya itu merupakan sebuah ijazah yang didapat dari guru beliau yaitu Habib Baharun Mrican Kediri, hasil dari pengamalan itu sering terjadi keanehan keanehan terkait dengan rambut beliau ini, seperti rambut beliau bisa berdiri, bisa mengeluarkan api, serta tidak mempan dipotong.

Bukti daripada itu adalah, pada decade 1970-an beliau pernah terjaring razia rambut panjang. Namun terjadi keanehan, setiap kali aparat menggunting rambutnya, rambut itu tidak terpotong bahkan setiap gunting yang tajam beradu dengan rambut beliau selalu mengeluarkan percikan api. Kejadian ini pernah dimuat di harian republika.

Menaklukan Jin

Berbicara tentang Gus Maksum orang awam biasanya akan langsung berasosiasi tentang jin, tapi apakah benar Gus Maksum memelihara jin seperti banyak diperbincangkan orang?

Anggapan ini tidaklah benar, yang benar Gus Maksum tidak pernah memelihara jin, tapi kalau beliau sering menaklukan jin yang mengganggu itu memang benar, Gus Maksum pernah menaklukan Patihnya jin namanya Jin Dempul ketika Gus Maksum menolong orang yang kesurupan, orang tersebut berhasil disembuhkan Gus Maksum setelah jin didalam tubuh orang itu berhasil ditaklukan.

Menghadapi Puluhan Orang Sendirian

Salah satu kisah yang menunjukan keberanian Gus Maksum adalah ketika beliau harus bentrok dengan orang-orang PKI di alun-alun. Gus Maksum yang waktu itu sangat muda usianya mampu mengalahkan mereka semua.

Dalam pertempuran itu Gus Maksum bukan hanya menggunakan olah kanuragan tapi juga dengan olah batinnya.

Peristiwa lain ketika Gus Maksum diundang menghadiri pertandingan silat di Kediri Timur, saat itu beliau bertarung melawan pendekar silat, jago duel dari berbagai macam aliran silat yang sudah berkumpul disitu. Karena telah memiliki bekal dan kemampuan yang terlatih sejak kecil Gus Maksum mengalahkan puluhan pesilat sendirian. Bahkan lawan terakhir berhasil dikalahkan dengan sangat mudah peristiwa ini terjadi saat usia beliau 16 Tahun.

Dan itulah peristiwa paling dramatik membuat para pendekar lainnya harus mengakui kemampuan Gus Maksum di dunia persilatan

Ban Bocor hanya Dengan Acungan Jari

Saat NU masih menjadi partai massa NU sering bentrok dengan massa LDII dulu bernama Darul Hadits waktu itu termasuk underbow dari GOLKAR, suatu ketika massa LDII/Golkar berkonvoi melewati jalan depan Pesantren Lirboyo, saat itu Gus Maksum sedang menerima tamu.

Ketika arak-arakan itu sampai depan ndalem Gus Maksum, beliau langsung keluar karena mendengar bising suara knalpot dan klakson kendaraan yang memekakan telinga. Melihat gelagat yang kurang baik ini secara reflek Gus Maksum mengacungkan jari telunjuknya kearah mereka.

Keajaiban pun terjadi dengan serta merta seluruh ban kendaraan yang mereka tumpangi bocor secara serentak, karena bannya bocor rombongan konvoi itu tidak bisa melanjutkan arak-arakan. Akhirnya terpaksa mereka pulang dengan mendorong kendaraannya masing-masing.

Tidak Mempan Senjata Tajam

Hal ini terbukti saat beliau melawan orang-orang PKI dahulu. Setiap Bacokan dan tebasan senjata tidak pernah bisa mengenai tubuh beliau, bahkan senjata lawan selalu berhenti jarak satu kilan dari tubuhnya. Kalaupun ada yang sampai mengenai tubuh beliau, senjata-senjata tak ada satupun yang melukai beliau.

Keistimewaan ini juga terbukti ketika beliau di undang pengajian di daerah Sragen Jawa Tengah pada tahun 1999. Waktu itu tanpa ada sebab yang jelas tiba-tiba ada orang yang menikamnya Untungnya Gus Maksum tidak terluka sedikitpun hanya pakaian yang dipakai robek kena tikaman, lalu pakaian itupun beliau simpan karena pemberian dari salah seorang sahabatnya.

Tidak Mempan di Santet

Kalau bicara santet, banyak sekali pengalaman yang beliau dapatkan,Hampir semua aliran ilmu santet di kenalnya,dan sudah tidak terhitung banyaknya dukun santet yang pernah dihadapi, sejak kecil Gus Maksum sudah terbiasa menghadapi berbagai macam-macam aliran ilmu santet. Beliau juga tidak segan-segan untuk menantang para dukun santet secara terang-terangan. Hal itu dilakukan karena santet menurut Gus Maksum termasuk kemungkaran yang harus dilawan.

Kekebalan Gus Maksum terhadap santet juga sudah pembawaan sejak lahir, karena beliau juga masih keturunan Kiai Hasan Besari (ponorogo). Menurut Gus Maksum sebagai muslim tidak perlu khawatir terhadap santet, karena santet hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kufur atau murtad,yang penting seorang muslim haruslah selalu ingat kepada Allah dan bertawakal kepadaNya.

Diantara pengalaman Gus Maksum mengenai santet diantaranya dialaminya ketika menginap di desa Wilayu, Genteng, Banyuwangi, sekitar jam setengah dua malam,saat beliau hendak istirahat, tiba-tiba dari arah kegelapan muncul bola api sebesar telur terbang menuju kearah pahanya.Dengan santai Gus Maksum membiarkan bola api itu mendekatinya.Ketika bola api itu sampai ke paha, Beliau berkata ”Banyol tah (mau bercanda ya?) seketika itu juga bola api itu melesat pergi ditengah kegelapan malam.

Satu lagi kejadian yang pernah dialaminya, ketika bermalam didesa Kraton, Ranggeh saat Gus Maksum beristirahat, beliau di datangi kera jadi-jadian yang berusaha mencekiknya,tapi usaha itu dibiarkannya saja,setelah beberapa lama baru ditanya Gus Maksum “mau main-main ya? Langsung saja kera itu lari menghindar dari Gus Maksum.

Surat Sakti

Gus Maksum pernah kedatangan tamu dari semarang yang mengeluhkan kelakuan putranya yang suka mabuk-mabukan dan sering pergi kelokalisasi, bahkan putranya sering mengancam akan membunuh orang tuanya.Karena sudah tak tahan melihat kelakuan putranya itu, ia pergi kerumah Gus Maksum di Kediri, dengan harapan mendapat obat untuk mengobati prilaku anaknya. Tapi yang diharapkan tidak dipenuhi Gus Maksum. Beliau hanya membuatkan sepucuk surat untuk dibawa pulang agar dibacakan kepada anaknya.

Walaupun orang tua itu bingung karena obat yang di harapkannya tidak diberi, ia tetap melakukan apa yang diperintahkan Gus Maksum dengan menyampaikan surat itu kepada anaknya dan begitulah setelah surat itu dibacakan kepada anaknya, dalam waktu singkat kelakuan anaknya yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan perlahan berubah. Singkatnya kelakuan anak itu tidak lagi nakal seperti dulu.

Penumpasan PKI

Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar bangsa” Gus Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama, namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau dwifungsi. Saat kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan PKI Gus Maksum Jauhari menjadi komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di wilayah Jawa Timur, terutama karesidenan Kediri.

Ketika NU bergabung ke dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. Namun dirinya tidak pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif.

Penakluk Hewan Buas

Ada suatu kisah menceritakan, jika KH. Maksum Jauhari melewati hutan, semua hewan buas di hutan akan takluk dan patuh kepada beliau, seperti harimau, ular besar hingga serigala langsung menundukkan kepalanya, peristiwa tersebut sudah banyak dan biasa disaksikan sahabat-sahabatnya.

Walahualam.... 

Alfatihah..

Kiriman Neng Rumiati Nisa - Silaturrahim NU


KH. MIFTAHUL ANWAR
Ngaji Malam Ahad, 21 November 2020 :

- Ketika kita mendoakan kepada orang lain, terlebih mendoakan Dzurriyyah Rosulullah dengan syarat IKHLAS. Insya Allah akan kembali kepada kita sendiri. Misal : kita mendoakan Cukup Sukses & Barokah kepada teman, saudara, santri, mahasiswa dengan ikhlas Insya Allah Kita akan menjadi orang yang Cukup Sukses dan Barokah.

- DOA KATUT SEKABEHANE : H5 BAROKAH (SABAR, SELEH, SEHAT, SREGEP, SUKSES DAN BAROKAH).

- Ketika perjalanan kemanapun jangan lupa baca sholawat "صلى الله على محمد" setiap detiknya. Insya Allah SELAMAT SAMPAI SAMPAI TUJUAN. Orang yang perjalanan keluar ke rumah dengan continue membaca Sholawat, Insya Allah akan selamat sampai tujuan. Serta Jangan lupa juga membacakan Fatihah kepada Ulama / Cikal Bakal yang menjaga jalan dari mulai rumah sampai lokasi tujuan, Insya Allah TIDAK AKAN DI GANGGU BONGSO ALUS.

- OJO GAMPANG MANGKEL, Ketika di elek-elek orang lain ALHAMDULILLAH. Bersyukur kepada Allah, Jangan sampai kita marah kepada orang tersebut. Biarlah orang menjelekkan kita, yang penting Allah menilai baik kita.

- Orang buat status jangan yang hal buruk dan mengagetkan, tapi buatlah status yang baik - baik saja. Biar masyarakat / orang lain merasa BUNGAH DAN BAHAGIA.

#ElhaChannel
#LsmAqilaQuds
#AlcBimbel


FOTO LANGKA

Foto asli Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari bersama putera pertamanya, Abdullah (dipangku) dan keponakannya ketika menuntun ilmu di Makkah.
Abdullah adalah putera pertama Mbah Hasyim dengan istri pertamanya, Nyai Khodijah (puteri Kiai Ya'qub, pengasuh ponpes Al-Hamdaniyah, desa Siwalanpanji, kecamatan Buduran, Sidoarjo).

Singkat cerita

Kiai Hasyim Asy'ari ketika masih muda pernah nyantri dipondok asuhan Kiai Ya'qub. Karena terlihat sebagai seorang pemuda yang alim dan cerdas maka Kiai Ya'qub menikahkan Kiai Hasyim dengan puterinya, Nyai Khodijah pada tahun 1892. Waktu itu usia Mbah Hasyim masih 21 tahun. Setelah menikah 1 tahun kemudian Kiai Hasyim mengajak istrinya dan mertuanya dan juga kerabat yang lain untuk ibadah haji dan menuntun ilmu di Makkah. Disana beliau memiliki putera pertama bernama Abdullah. Tetapi istrinya itu telah meninggal dunia di Makkah. Tak lama kemudian puteranya yang masih balita itu juga menyusul ibunya meninggal dunia. Luka hati yang mendalam sehingga Kiai Hasyim Asy'ari memutuskan untuk pulang ke tanah kelahirannya dan melanjutkan pencarian ilmu di Tanah kelahirannya.

Foto: dokumen_siwalanpanji
Sumber: ceritatebuireng

Kiriman Gus Abd Ghoni - Sarkub Indonesia Barokah 


Menahan Marah Suatu Keutamaan

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَجَرَّعَ عَبْدٌ جَرْعَةً أَفْضَلَ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ جَرْعَةِ غَيْظٍ يَكْظِمُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى

Daripada Ibnu Umar RA dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang hamba menahan sesuatu yang lebih utama di sisi Allah daripada ia menahan amarah. Ia menahannya kerana mencari ridha Allah Ta'ala." (HR Ahmad No: 5842) Status: Hadis Sahih

Pengajaran:

1.  Marah adalah sifat semula jadi pada setiap manusia. Ia perlu dikawal agar tidak berlebihan dan melampaui batas hingga terkeluar dari kewarasan dan kematangan akal serta tuntutan agama. 

2.  Keutamaan seorang Muslim ialah  menahan sifat amarah.

3.  Islam mengajar agar mengawal dan menahan sifat amarah semata-mata kerana mencari keredaan Allah. 

4. Nasihat Rasulullah SAW kepada sahabat seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah RA:

أَنَّ رَجُلاً، قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَوْصِنِي‏.‏ قَالَ ‏"‏ لاَ تَغْضَبْ ‏"‌‏.‏ فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ ‏"‏ لاَ تَغْضَبْ ‏

Seorang pemuda meminta nasihat daripada Nabi SAW, dan Nabi bersabda: Janganlah kamu menuruti amarah. Dia mengulangi pertanyaannya, dan Nabi mengulanginya sebanyak tiga kali. (HR Bukhari No: 6116)

5. Allah SWT menyifatkan antara ciri orang yang beriman dan bertawakkal kepada-Nya:

وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

...dan apabila mereka marah, mereka segera memaafkan. (as-Syura ayat 37)

Berlatihlah  menahan sifat amarah  kerana mencari keredaan Allah.

Kiriman Gus Agus Santoso - NAHDLATUL ULAMA

ACARA TASYAKURAN GEDUNG BARU MADRASAH IBTIDAIYYAH QUDSIYYAH

KH. NUR HALIM MA'RUF :

1- Perjuangan para Masyayikh Qudsiyyah sungguh luar biasa, sampai-sampai di tahun sekitar 70 an ketika bangun Gedung Leter U MI. Qudsiyyah "BATU BATANYA BISA BERJALAN SENDIRI DARI DEPAN MENARA KUDUS SAMPAI LOKASI GEDUNG LETER U" (Keramate Masyayikh Qudsiyyah). Sebagai santri jangan sampai menyakitkan dan ngelek2 guru QUDSIYYAH (QUDSIYYAH MALATI)

2- GURU bisa dianggap Sukses ketika "BISA MENCETAK SANTRI YANG PINTER / CERDAS LEBIH PINTAR DARIPADA GURUNYA". Maka sebagai guru, Jangan merasa "DI UNGGULI" sama santrinya. Seharusnya kita bangga jika punya santri seperti itu.

3- Ketika di madrasah, niatlah KHIDMAH, JANGAN NIAT KERJA. Karena jika niat kita kerja Rizqi kita tidak akan Barokah, tetapi jika di niati KHIDMAH "INSYA ALLAH BAROKAH". 🤲🤲

Kamis Pahing, 26 Rabi'ul Awwal 1442 H./ 12 November 2020 M.


KH Bisri Syansuri Ulama Barisan Fiqih Indonesia 

Abdullah Alawi 

 KH Bisri Syansuri adalah salah seorang kiai pendiri NU yang dinilai menyelesaikan persoalan melalui pendekatan fiqih murni. Pandangan ini terkadang sering bertolak belakang dengan kiai pendiri NU yang lain, yaitu KH Abdul Wahab Chasbullah yang ahli di bidang ilmu ushul fiqih. Meski demikian, keduanya menyandarkan pendapat pada literatur keilmuan Islam yang luas, buah kaderisasi langsung dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan ulama-ulama pinilih lain.   

 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebutnya kakeknya itu sebagai kiai dalam barisan fiqih bersama teman-temannya yang lain, di antaranya Abdul Manaf dari Kediri, As’ad Syamsul Arifin dari Situbondo Ahmad Baidowi dari Banyumas, Abdul Karim dari Sedayu, Nahrawi dari Malang, Maksum Ali dari Pesantren Maskumambang di Sedayu dan lain-lain. Barisan peminat fiqih dan penganut hukum agama yang tangguh ini menjadi kiai-kiai pesantren yang sekarang ini merupakan pusat pendalaman ilmu-ilmu agama di pulau Jawa.   Menurut Gus Dur yang mengutip perkataan Kiai Syukri Ghozali, mereka adalah generasi terbaik yang langsung dididik oleh Kiai Haji Hasyim Asy'ari.    

Kecenderungannya terhadap fiqih Kiai Bisri ini akan kelihatan menonjol dalam kehidupannya baik sebagai seorang kiai maupun ketika ia memimpin Nahdlatul Ulama.   Proses Belajar  

 Kiai Bisri dilahirkan di pada hari Rabu tanggal 28 Dzulhijjah tahun 1304 H atau 18 September 1886 di Tayu, Pati. Semasa kecil, Bisri belajar pada KH Abd Salam, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih. Atas bimbingannya ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya itu dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan-aturan agama. Watak ini menjadi salah satu kepribadian Bisri yang melekat di kemudian hari.    Sekitar usia 15 tahun, tiap bulan Ramadhan, Bisri mulai belajar ilmu agama di luar tanah kelahirannya, pada kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu KH Kholil Kasingan Rembang dan KH Syu’aib Sarang Lasem.    

Kemudian ia melanjutkan berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah ia kemudian bertemu dengan Abdul Wahab Chasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya hingga akhir hayat di samping sebagai kakak iparnya.     

Lalu Bisri berguru kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Di pesantren itu, ia belajar selama 6 tahun. Ia memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga ke kitab-kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim.   

Gus Dur menilai literatur keagamaan yang dikuasai Kiai Bisri terasa terlalu bersifat sepihak karena lebih ditekankan pada literatur fiqih yang lama, tapi penguasaan itu memiliki intensitas luar biasa sehingga secara keseluruhan membentuk sebuah kebulatan yang matang dalam kepribadiannya dan pandangan hidupnya.   

 Pada tahun 1912 sampai 1913 Kiai Bisri Syansuri berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama Abdul Wahab Chasbullah. Di kota suci  itu, mereka belajar kepada Syekh Muhammad Bakir Syekh Muhammad Said Yamani Syekh Ibrahim Madani, dan Syekh Al-Maliki. Juga kepada guru-guru Kiai Haji Hasyim Asy'ari, yaitu Kiai Haji Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Tremas.    Mendirikan Pesantren Perempuan  Sepulang dari Makkah, Kiai Bisri mendirikan pesantren di Denanyar, Jombang. Pada tahun 1919 KH Bisri Syansuri membuat percobaan yang sangat menarik yaitu dengan mendirikan kelas untuk santri perempuan di pesantrennya. Para santri putri itu adalah anak tetangga sekitar yang diajar di beranda belakang rumahnya.    

Menurut Gus Dur, langkah Kiai Bisri tersebut terbilang aneh di mata ulama pesantren, namun itu tidak luput dari pengamatan gurunya yaitu Kiai Hasyim Asy'ari yang datang di kemudian hari melihat langsung perkembangan kelas perempuan tersebut.   Meskipun tidak mendapatkan izin khusus dari Kiai Hasyim, Kiai Bisri tetap melanjutkan kelas perempuan tersebut karena sang guru juga tidak memberikan larangan. Bagi Gus Dur, ini adalah hal yang menarik. Sebab, ketika sahabat-sahabat karibnya saat di Makkah mendirikan cabang Sarekat Islam, Kiai Bisri tidak ikut karena dia menunggu izin dari Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Namun ketika mendirikan kelas khusus perempuan dia tidak menunggu mendapatkannya.    

Bagi Gus Dur ini adalah sebuah proses pematangan dalam fiqih Kiai Bisri yang di kemudian hari akan kelihatan, yang akan memantapkannya mengambil keputusan sendiri berdasarkan pemahaman fiqihnya juga tanpa harus kehilangan hormat kepada guru.   

Memimpin NU dan Melawan RUU Perkawinan Orde Baru Setelah Kiai Abdul Wahab Chasbullah wafat, Rais Aam NU berada di pundak KH Bisri Syansuri pada tahun 1972, era mulai menguatnya pemerintahan Orde Baru. 

Tantangan besar yang pertama adalah munculnya sebuah Rancangan Undang-Undang Perkawinan yang secara keseluruhan berwatak begitu jauh dari ketentuan-ketentuan hukum agama, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali menolaknya. Sangat menarik untuk diikuti bahwa proses perundingan dalam upaya menyetujui RUU tersebut agar menjadi Undang-Undang (UU) berlangsung sangat alot dan ketat.   Sebagian besar peserta yang terlibat dalam proses perundingan tersebut berasal dari NU yang berhadapan dengan unsur dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Hal ini menunjukkan, begitu besarnya pengaruh para ulama di dalam dan di luar PPP pada saat itu.   “Para jenderal yang saat itu memiliki nama dan wewenang yang cukup besar, seperti Soemitro, Daryatmo dan Soedomo harus berhadapan dengan Kiai Bisri yang terkenal tidak mengenal kompromi dan penganut penerapan Masa Perjuangan dan Perpolitikan KH. Bisri Syansuri fiqih secara ketat,” demikian tulis H. Abd. Aziz Masyhuri, dalam bukunya Al-Magfurlah KH. Bisri Syansuri, Cita-cita dan Pengabdiannya.   Kemudian, Kiai Bisri bersama kiai-kiai NU lain membuat RUU tandingan, di dalam buku KH Abdus Salam menjelaskan RUU itu dengan mengutip Andrée Feillard, dalam bukunya “Nu Vis-à-vis Negara: 

Pencarian Isi, Bentuk dan Makna.    Isi RUU Alternatif rancangan para ulama yang dimotori KH Bisri Syansuri, yang meliputi pertama, Perkawinan bagi orang Muslim harus dilakukan secara keagamaan dan tidak secara sipil (pasal 2: NU berhasil memenangkan pendapatnya);    
Kedua, masa ‘iddah, saat istri mendapatkan nafkah setelah diceraikan harus diperpendek. Pemerintah mengusulkan satu tahun, sedangkan NU minta tiga bulan karena menuntut seorang dari Muslimat, suami berhak rujuk kembali kepada istri selama masa ‘iddah itu. Tidak ada perkecualian diberlakukan bagi wanita usia lanjut.   
Ketiga, pernikahan setelah kehamilan di luar nikah tidak diizinkan. NU cukup berhasil dalam arti definisi anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan.   
Keempat, pertunangan dilarang karena “dapat mendorong ke arah perzinahan. NU berhasil, pasal 13 ini dihapus.    
Kelima, Anak angkat tidak memiliki hak yang sama dengan anak kandung. Dalam hal ini NU berhasil; pasal 42 mengatakan bahwa anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan.    
Keenam, penghapusan sebuah pasal dari rancangan undang-undang yang diajukan yang menyatakan bahwa perbedaan agama bukan halangan bagi perkawinan. Pasal 11 ini dihilangkan dan tidak disinggung.    
Ketujuh, batas usia yang diperkenankan untuk menikah ditetapkan adalah 16 tahun, bukan 18 tahun bagi wanita 19 tahun bagi pria dan bukan 21 tahun. Pada pasal 7 ini, NU berhasil.   
Kedelapan, penghapusan pasal mengenai pembagian rata harta bersama antara wanita dan pria karena dalam Islam “hasil usaha masing-masing suami atau istri secara sendiri-sendiri menjadi milik masing-masing yang mengusahakannya”. Pada pasal ini, NU berhasil.    
Kesembilan, NU menolak larangan perkawinan antara dua orang yang memiliki hubungan sebagai anak angkat dan orang tua angkat atau anak-anak dari orang tua angkat. Pasal ini disempurnakan menjadi hubungan sebagai anak angkat tidak dilarang, tetapi disinggung pula soal hubungan persusuan.    
Kesepuluh, NU menolak larangan melangsungkan perkawinan lagi antara suami-istri yang telah bercerai. Dalam pasal 10 ini, NU berhasil.   

Perlawanan NU dalam RUU Perkawinan di awal Orde Baru tersebut tidak terlepas dari Kiai Bisri Syansuri ahli fiqih yang telah matang, bersama kiai-kiai NU lain. (Abdullah Alawi)   

 Kontak Kami Download © 2020 NU Online | Nahdlatul Ulama

Kiriman RN - GARDANU 3


HABIB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF GRESIK 

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik adalah sosok Wali Qutub yang luar biasa. Beliau khalwat kurang lebih 15 tahun. Haul beliau menjadi salah satu haul terbesar di Indonesia. Makamnya diziarahi para habaib sedunia. Menurut Guru Sekumpul, ada 3 orang auliya Allah yang nama dan maqomnya sama yaitu, Habib Abu Bakar bin Abdullah Alaydrus, Habib Abu Bakar bin Abdullah aL-Atthos, Habib Abu Bakar bin Muhammad Asseghaf Gresik.

Ada cerita sangat menakjubkan tentang beliau. Saat semua penduduk Kota Gresik sepi mensholati jenazah beliau, ada seseorang bapak membeli daging kambing di Pasar Gresik. Kemudian bapak itu tanya kepada penjual daging,”Pak, mengapa pasar ini sepi? Dan engkau terlihat tergesa-gesa.”

“Itu Pak, Habib Abu Bakar wafat, sekarang waktunya mensholatkan beliau, ayo ke sana,” jawab penjual daging itu.

Si bapak pembeli daging langsung berangkat ke masjid jami’ untuk ikut serta mensholati beliau. Sambil membawa “bungkusan daging” saat akan diangkat jenazah beliau, terlihat sama sekali tidak terangkat dan para jamaah ratusan ribu heran.

Alhamdulillah putra dan dhurriyah Habib Abu Bakar ingat bahwa Habib senang dibacakan Sholawat Nabi. Ribuan pelayat bersama membaca sholawat. Subhanallah!!!! Jenazah beliau naik ke atas dan berjalan sendiri tanpa ada yang mengangkat. Yang menakjubkan lagi, bapak yang ikut mensholatkan beliau itu pulang dan daging yang dibeli di pasar dimasak tidak bisa matang dan digorengpun tak bisa.

Si Bapak ini kemudian menangis menceritakan kejadian daging itu.

Para ulama santri Habib Abu Bakar bercerita bahwa: “Habib Abu Bakar pernah dawuh: “Barang siapa yang kelak ikut menyolati jenazahku, maka aku doakan dia tidak terkena panasnya api neraka dan api dunia.”

Si bapak menangis tersedu. Tak menyangka daging yang ikut jadi saksi mensholati habib Abu Bakar tidak bisa terkena api dunia.

Semoga mendapatkan berkah dari beliau dan para wali2 Allah… Al-Fatihah…

Kiriman Gus Asep Wahyu - ALIANSI SANTRI NUSANTARA


Adab Terhadap Guru

Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alawy bin Abbas al Maliki penah bercerita bahwa ayahanda beliau as-Sayyid Alawy bin Abbas al-Maliki sudah menyelesaikan hafalan al-Qur'annya di usia relatif muda sekitar usia 9 tahunan, wa qila usia 10 tahun kepada Syeh Hasan as-Sunari.

Syeh Hasan as-Sunari terkenal keras dan tegas, tak terkecuali kepada Sayyid Alawy. Suatu hari karena kurang persiapan, Sayyid Alawy agak tersendat hafalannya, karenanya Syeh Sunari marah dan memukul tangannya hingga meninggalkan bekas luka.

Sayyid Alawy menangis dan mengadukannya kepada ibundanya Hubabah Aisyah al Kurdiyah. Iapun mengadukan perlakuan Syeh Sunari kepada suaminya, yaitu Sayyid Abbas yg saat itu menjabat sebagai mufti besar di negaranya.

Sayyid Abbas hanya menjawab, 
" طيب مرحبا، بس بكرة مو ذالحين"
(Baiklah tp besok saja, jangan sekarang, besok saya akan menemuinya)

Keesokan harinya, Sayyid Abbas mendatangi kediaman Syeh Sunari bersama putranya Sayyid Alawy. Melihat kedatangan Sayyid Abbas, Syeh Sunari menyambutnya dengan bahagia. Sayyid Abbas menyuruh Sayyid Alawy bersimpuh memohon maaf kepada gurunya serta mencium kakinya dengan penuh ta'dzim. Karena haru, Syeh Sunari berkata wpada muridnya: "bangunlah Alawy, buka mulutmu." Ketika Sayyid Alawy membuka mulutnya, ia diludahi gurunya dan Syeh Sunari berkata, "sekarang apa yang ada dalam dadaku, insyaallah ada di dadamu."

Konon sejak saat itu Sayyid Alawy langsung dapat menghafal alQuran dengan epat dan lancar.

Hikmahnya adalah sebagai berikut:
1. Orang tua harus arif dalam menyikapi tindakan seorang guru thd anaknya, yg secara lahiriah nampak kasar padahal hakikatnya guru tersebut dalam rangka mendidik dengan caranya.

2. Orang tua harus memahami martabat dan kedudukan seorang guru, sehingga ia tdk langsung terbawa emosi ketika mendapat laporan dari putranya.

3. Orang tua harus tawadhu terhadap guru putra putrinya seperti teladan Sayyid Abbas, padahal beliau adalah mufti ternama.

4. Keberhasilan anak karena keberkahan dan ridho guru, tentunya juga karena kearifan orang tua.

Gambar:
1. Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki
2. Haul Abuya Sayyid Alawi tahun 2016.

Kiriman RN - GARDANU 3


Kisah Gaib Perang 10 November, Kiai Abbas Ledakkan Butiran Tasbih.

Kalangan santri sempat disebut kaum bersarung. 

Maka dahulu kaum santri lekat dengan sarung dan bakiak. Paket itu tak hanya untuk aktivitas sehari-hari para santri. Pada jaman penjajahan Belanda, bakiak juga dipakai santri untuk berperang.

Hal ini dilakukan oleh komandan perang 10 November 1945 Kiai Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon. Dalam pertempuran Surabaya yang tanggalnya diabadikan sebagai Hari Pahlawan itu, Kiai Abbas menggunakan bakiak menghadang hujan peluru Belanda.

“Bakiak tersebut yang digunakan oleh Kiai Abbas untuk memimpin peperangan 10 November,” ujar penulis buku Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, Munib Rowandi, Kamis (10/11/2016).

Selain menggunakan bakiak, lanjutnya, ternyata Kiai Abbas juga menggunakan alu ( alat penumbuk padi ) dan tasbih untuk melawan para penjajah dalam peristiwa besar tersebut.

Munib mendapatkan data peristiwa 10 November tersebut dari penuturan pengawal Kiai Abbas yang bernama Abdul Wahid. Seperti yang dituliskan oleh Abdul Wahid, Kiai Abbas memimpin perang 10 November dengan menggunakan bakiak yang dipegangnya sejak dari Cirebon.

Dalam kisah yang didapatkan dari Abdul Wachid, diketahui Kiai Abbas berangkat dari Cirebon beserta kiai dan santri dengan menggunakan kereta api. Mereka singgah terlebih dahulu di kediaman Kiai Bisri di Rembang Jawa Tengah.

Di tempat itulah, para kiai dari berbagai daerah yang berjumlah sekitar 15 orang melakukan musyawarah dan dilanjutkan dengan perjalanan menuju Surabaya dengan menggunakan mobil.

Meski semangat arek-arek Suroboyo untuk menyerang tentara sekutu saat itu sudah kuat, namun mereka ditahan oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim meminta masyarakat untuk terlebih dahulu menunggu kedatangan Kiai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon.

“Kiai Abbas akhirnya ditunjuk menjadi komandan perang 10 November saat itu,” kata Munib.

Saat peperangan berkecamuk, Kiai Abbas berdoa khusyuk. Atas seizin Allah, kata Munib, ribuan alu milik masyarakat berterbangan dan menghantam pasukan penjajah. Butiran-butiran tasbih dilemparkan oleh Kiai Abbas dan mampu menghancurkan sejumlah pesawat terbang yang menjadi andalan utama tentara sekutu.

“Kiai Cholil Bisri pernah bercerita, bahwa Kiai Abbas mengibaskan sorbannya dan mengakibatkan pesawat terbang milik musuh hancur,” kata Munib.

Kiai Abbas wafat pada 1946.

والله أعلم 
اللّهم صلّ و سلّم و بارك علي سيّدنا محمّد النّبيّ الامّيّ وعل اله و صحبه و سلّم

Diki oi fama

Kiriman RN - GARDANU 3


SILSILAH SARIDIN 
(RADEN SYARIFUDDIN) 
SYEKH JANGKUNG SAMPAI PADA KANJENG NABI MUHAMMAD ﷺ

SILSILAH SYEKH JANGKUNG

Hampir seluruh orang Pati mengenal sosok Syekh Jangkung. Nama beliau adalah Sayyid Raden Syarifuddin. (Gelar “Sayyid” dipakai oleh Saridin karena beliau merupakan keturunan dari Sayyid Hasan, (untuk gelar Syarif dipakai oleh keturunan Syarif Husain bin Ali Karromallohu wajhah)/bin Sayyidah Fathimah Az-Zahro’ putri Rasulullahﷺ). Gelar “Raden” dipakai oleh Saridin karena beliau merupakan keluarga bangsawan dari garis ibu yaitu Sujinah Binti Utsman Haji (Sunan Ngudung) saudari Sunan Kudus

Untuk memudahkan dalam berucap kata Syarifuddin dalam logat jawa memang agak kesulitan, sehingga kata Syarifuddin berubah menjadi “Saridin”. Gelar “Syekh” bagi Saridin, beliau mendapatkannya dari negara Ngerum (Andalusia, saat itu sebagai pusat perawi Hadits dan pusat kerajaan Islam terbesar didunia). Adapun gelar “Jangkung” beliau dapat dari gurunya dan juga kakeknya yaitu Raden Syahid Sunan Kalijaga. Karena Saridin ini selalu dijangkung oleh gurunya. Makna kata di jankung menurut bahasa Indonesia dilindungi, diayomi, dipelihara, dididik, dan selalu dalam naungannya.

Berikut Silsilah nasab Syaikh Jangkung Raden Syarifuddin / Saridin dari garis ibu sampai pada kanjeng Nabi Muhammad ﷺ:  

1.    Nabi Muhammad ﷺ (di makamkan di Madinah Al-Munawwaroh) Sayyidatu
2.    Sayyidah FathimahAz-Zahro’ (dimakamkan di Madinah Al-Munawwaroh)
3.         Sayyid Imam Husain (di makamkan di Karbala Iraq)
4.         Sayyid Ali Zainal Abidin (di makamkan di Madinah Al-Munawwaroh)
5.         Sayyid Muhammad Al-Baqir (di makamkan di Madinah Al-Munawwaroh) 
6.         Sayyid Ja’far Shodiq (di makamkan di Madinah Al-Munawwaroh)
7.        Sayyid Ali Al-Uradhi (di makamkan di Madinah Al-Munawwaroh)
8.         Sayyid Muhammad An-Naqib (di makamkan di Bashrah Iraq)
9.          Sayyid Isa An-Naqib (di makamkan di Bashrah Iraq)
10. Sayyid Ahmad Al-Muhajir (di makamkan di Al-Husayysah, Hadramaut, Yaman)
11.  Sayyid Abdullah /Ubaidillah (di makamkan di Hadramaut, Yaman)
12.  Sayyid Alwi Syakar (di makamkan di Sahal, Yaman)
13.  Sayyid Muhammad (di makamkan di Bait Jabir, Hadramaut, Yaman)
14.  Sayyid Alwi (di makamkan di Bait Jabir, Hadramaut, Yaman)
15.  Sayyid Ali Khali’ Qasam (di makamkan di Tarim,Hadramaut, Yaman)
16. Sayyid Muhammad Shabib Mirbath (di makamkan di Zhifar, Hadramaut, Yaman)
17.    Sayyid Alwi ’Ammil Faqih (di makamkan di Tarim, Hadramaut, Yaman)
18. Sayyid Abdul Malik Azmatkhan (Gelar Raja Champa Asia Tenggara) (di makamkan di Naserabad, Hindia) lahir di kota Qasam, Hadhramaut, tahun 574 H. Ia dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena dia hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena ia hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah. Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama' asli Tarim, Hadramaut, Yaman), keluarga Azmatkhan yang merupakan leluhur Walisongo dinusantara adalah dari Qabilah Ba'Alawi atau Alawiyyin asal Hadramaut, Yaman, dari gelombang pertama yang masuk di nusantara dalam rangka penyebaran Islam.
19. Sayyid Abdullah (Naserabad Pakistan Hindia) ada yang menulis Abdullah Khan, ini adalah kesalahan, karena mara Khan bukanlah keturunan Sayyid, melainkan dari nama belakang penguasa Mongol. Sejarah mencatat meratanya serbuan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama penguasa Mongol yang terkenal adalah Khubailai Khan. Setelah Mongol berkuasa, banyak raja-raja taklukannya diberi nama tambahan yaitu memakai marga Khan. Sayyid Abdullah, kemudian diambil menantu oleh bangsa Naserabat dan memberinya gelar kehormatan ”Khan” agar dianggap sebagai bangsawan sebagaimana keluarga ‘Mongol’ Khan yang lain. Seperti halnya Sayyid Romatulloh (Sunan Ampel) diberi gelar “Raden” karena beliau diambil menantu oleh bangsawan Majapahit, dan sebutannya menjadi “Raden Rahmat”.   
20.  Sayyid Ahmad Syah Jamaluddin (Naserabad Pakistan Hindia)
21.  Sayyid Husain Jamaluddin Akbar (Bugis) Banyak orang menyebutnya Syekh Jumadil Kubro, dan ada banyak makam yang dinisbatkan pada Syekh Jumadil Kubro. Maka boleh jadi “Syekh Jumadil Kubro” itu adalah tahrif(salah ucap) dari beberapa nama. Adapun yang paling sahih adalah makam yang di Bugis, karena disekitar makam itu terdapat banyak keluarga bangsawan yang bernasab pada beliau.  
22.     Sayyid Ibrahim Samarkhan (Asmoro). Dimakamkan di Tuban
23.  Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha (Raden Santri / Raja Pandita). dimakamkan di Gresik 
23.     Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung / Ayah Sunan Kudus) dimakamkan di Kudus
24.  Sayyid Amir Haji / Ja'far Shodiq (Sunan Kudus) dimakamkan di Kudus. memiliki saudari bernama Sujinah (Ibu Syekh Jangkung) menikah dengan Sayyid Umar Sa'id (Sunan Muria) bin Raden Sayyid (Sunan Kali Jaga)
25.     Sayyid Raden Syarifuddin/Saridin (Syekh Jangkung /Syekh Ongket)

Sedangkan silsilah Saridin / Sayyid Syarifuddin / Syekh Jankung dari garis laki-laki (ayah) adalah sebagai berikut :

1.    Rasulullah Muhammad saw
2.  Sayyidah Fathimah Az-Zahro' / Suami Sayyid Imam Ali bin Abi Tholib Karomallohu wajhah 
3.    Sayyid Husain
4.    Sayyid Zainal Abidin
5.    Sayyid Muhammad Al-Baqi'
6.    Sayyid Ja'far Shodiq
7.    Sayyid Ali Al-Uraidhi
8.    Sayyid Muhammad
9.    Sayyid Isa
10.  Sayyid Ahmad Muhajir
11.  Sayyid Abdullah / Ubaidillah
12.  Sayyid Alwi
13.  Sayyid Muhammad
14.  Sayyid Ali Khali' Qasam
15.  Sayyid Muhammad Sahib Mirbath
16.  Sayyid Alwi Ammil Faqih 
17.  Sayyid Abdul Malik Azmatkhan 
18.  Sayyid Abdullah
19.  Syekh Ahmad Jalaluddin
20.  Syekh Ali Nuruddin 
21.  Syekh Maulana Manshur suami raden Ayu Tejo
22.  Raden Aryo Wilotikto / Raden Ahmad Sahuri, Tumenggung Tuban.
23.  Raden Syahid / Sunan Kali Jaga
24.  Raden Umar Sa'id / Sunan Muria
25.  Raden Syarifuddin / Saridin /Syekh Jangkung     

Saridin Syekh Jangkung ini memiliki putra yaitu:
1.   Dari Sarini berputra Momok Landoh (Kec. Kayen Kab. Pati Jawa Tengah). 
2.  Dari Siti Ruqoyah (Rugiyah) / Nyai Pandan Arum berputra Momok Hasan Bashori /Raden Tirta Kusuma (Cirebon- Jawa Barat)

3.  Dari  Momok Hasan Haji (Palembang - Sumatera)

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه وسلم

Wallahu a'lam

Kiriman Mas Nur - SARKUB INDONESIA BAROKAH

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget