TASAWUF : SARANA PEMBERSIH HATI


TASAWUF : SARANA PEMBERSIH HATI  

Tasawuf merupakan salah satu istilah dan bagian dari perkembangan ajaran Islam dari para Sufi. 
Sementara dalam rukun Islam ataupun rukum Iman, mengenai tasawuf ini memang tak bisa dijelaskan secara eksplisit. 

Tasawuf itu ilmu pembersihan hati, amalannya berhubungan dengan keikhlasan, kesabaran, keinginan berbagi dengan sesama, rendah hati, semua ini adalah sebagian dari ilmu tasawuf.

Tasawwuf itu nama ilmu dari perilaku para sahabat Rodhiyallohu 'Anhum Ajma'in yang meneladani perilaku Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam. 
Sama seperti ilmu fiqih yang diambil dari tata cara ibadah Nabi Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam. 
Juga ilmu tajwid yang diambil dari tata cara Nabi Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam membaca Al Quran ".

ARTI TASAWWUF

Secara tinjauan literal semantik, istilah sufisme ( tasawwuf ) disinyalir berasal dari derivasi kata Arab ash-shofa' yang berarti bening atau jernih sebagai simbol langkah mistikus yang menempuh jalan penyucian nurani. 

Atau berasal dari ash-shuffah yang dinisbatkan pada Ahli Shuffah ( serambi ), yaitu para sahabat Muhâjirîn Rodhiyallohu 'Anhum Ajma'in yang fakir dan tidak memiliki tempat tinggal dan sanak keluarga di masa Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam yang menentap dan beribadah di masjid Nabi, Madinah. 

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ: «ﻟَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ اﻟﺼُّﻔَّﺔِ ﺳَﺒْﻌِﻴﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣَﺎ ﻟِﻬُﻢْ ﺃَﺭْﺩِﻳَﺔٌ» 

Abu Hurairah Rodhiyallohu 'Anhu berkata : 

" Para sahabat ahlus shuffah ( yang berada di pelataran Masjid Nabawi ) berjumlah 70 orang. 
Mereka tidak memiliki selendang ".

[ HR Al-Hakim ].

ﻗَﺎﻝَ اﻟْﺤَﺎﻛِﻢُ: «ﺗَﺄَﻣَّﻠْﺖُ ﻫَﺬِﻩِ اﻷَْﺧْﺒَﺎﺭَ اﻟْﻮَاﺭِﺩَﺓَ ﻓِﻲ ﺃَﻫْﻞِ اﻟﺼُّﻔَّﺔِ ﻓَﻮَﺟَﺪْﺗُﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﻛَﺎﺑِﺮِ اﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺭَﻋًﺎ ﻭَﺗَﻮَﻛُّﻼً ﻋَﻠَﻰ اﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻭَﻣُﻼَﺯَﻣَﺔً ﻟِﺨِﺪْﻣَﺔِ اﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ

Al-Hakim berkata : 
" Setelah saya pikirkan hadits-hadits yang menjelaskan ahlus shuffah ternyata saya temukan mereka adalah para sahabat besar, baik wira'i ( menjauhi hal-hal haram dan syubhat ), tawakkal kepada ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala, terus menerus melayani Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam ".

اﺧْﺘَﺎﺭَﻩُ اﻟﻠَّﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻟَﻬُﻢْ ﻣَﺎ اﺧْﺘَﺎﺭَﻩُ ﻟِﻨَﺒِﻴِّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦَ اﻟْﻤَﺴْﻜَﻨَﺔِ، ﻭَاﻟْﻔَﻘْﺮِ، ﻭَاﻟﺘَّﻀَﺮُّﻉِ ﻟِﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ اﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ، ﻭَﺗَﺮْﻙِ اﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻷَِﻫْﻠِﻬَﺎ 

" ALLOH memilih untuk mereka apa yang telah ALLOH pilih untuk Nabi-NYA, seperti miskin, fakir, rendah hati untuk ibadah kepada ALLOH, meninggalkan dunia untuk para pemiliknya ".  

ﻭَﻫُﻢُ اﻟﻄَّﺎﺋِﻔَﺔُ اﻟْﻤُﻨْﺘَﻤِﻴَﺔُ ﺇِﻟَﻴْﻬُﻢُ اﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﻗَﺮْﻧًﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﻗَﺮْﻥٍ، ﻓَﻤَﻦْ ﺟَﺮَﻯ ﻋَﻠَﻰ ﺳُﻨَّﺘِﻬِﻢْ ﻭَﺻَﺒْﺮِﻫِﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﺮْﻙِ اﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَاﻷُْﻧْﺲِ ﺑِﺎﻟْﻔَﻘْﺮِ، ﻭَﺗَﺮْﻙِ اﻟﺘَّﻌَﺮُّﺽِ ﻟِﻠﺴُّﺆَاﻝِ ﻓَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻋَﺼْﺮٍ ﺑِﺄَﻫْﻞِ اﻟﺼُّﻔَّﺔِ ﻣُﻘْﺘَﺪُﻭﻥَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺧَﺎﻟِﻘِﻬِﻢْ ﻣُﺘَﻮَﻛِّﻠُﻮﻥَ»  

" Mereka ini adalah sekelompok golongan yang orang-orang sufi menisbatkan diri kepada mereka dari masa ke masa. 
Barangsiapa yang berperilaku seperti ajaran mereka, kesabaran untuk meninggalkan dunia, merasa nikmat dengan kefakiran dan tidak meminta-minta, maka mereka ini adalah pengikut Ahlus Shuffah. 
Dan mereka bertawakal kepada ALLOH ".

[ Mustadrak Al-Hakim ].

Kata Tasawwuf juga berasal dari ash-shaff ( barisan ) yang seolah hati mereka berada di barisan terdepan dalam kehadiran di hadapan ALLOH. 
Namun pendekatan isytiqâqy ( derivasi ) ash-shûfiy ( sufi ) pada ketiga kata tersebut.
Namun semua pemaknaan ini dinilai tidak tepat secara teori analogi harfiah. 

Sebab jika dari ash-shofa' sangat jauh bentuk subjek ( fa'il )-nya menjadi ash-shufiy, jika dari ash-shuffah maka menjadi ash-shafwiy, dan jika dari ash-shaff ( barisan ), meskipun memiliki kebenaran secara makna, namun kata ash-shufiy bukanlah bentuk subjeknya. 

Bahkan sufisme juga tidak berasal dari akar kata ash-shauf ( wol ), sebab pakaian tersebut bukan performance asli kaum sufi. 
Jadi, sebutan ash-shufiy diberikan lebih hanya sebagai gelar ( laqab ). 

Namun menurut Ibn Khaldun, kendati ash-shauf bukan pakaian khusus para mistikus, namun karena keidentikan tradisi mereka yang menggunakan pakaian dari wol sebagai ekspresi kezuhudannya, istilah tashawwuf lebih dekat berasal dari akar kata ash-shauf. 

Meski demikian, acuan paling mendasar etimologis sufisme, sebenarnya lebih berasal dari sikap mistikus yang secara total berusaha memadamkan hasrat duniawi dari kehidupannya dengan menenggelamkan seluruh himmahnya dalam samudera ukhrowi. 
Lantaran itulah kaum mistikus cukup dikenal dengan sebutan ash-shufiy.

tasawuf menurut beberapa tokoh sufi adalah sebagai berikut :

1. Bisyri bin Haris Rohimahullohu,
mengatakan :
" bahwa sufi ialah orang yang suci hatinya menghadap ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala.

2. Sahl At-Tustari Rohimahullohu,
mengatakan :
" bahwa sufi ialah orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap ALLOH, dan baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.

3. Al-Junaid Al-Bagdadi Rohimahullohu mengatakan :
" bahwa tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan
akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah
( kemanusiaan ), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada ilmu dan kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada ummat, benar-benar menepati janji terhadap ALLOH, dan mengikuti syari’at Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam.

4. Abu Qasim Abdul Karimal-Qusyairi Rohimahullohu memberikan definisi dengan mengatakan :

" bahwa tasawuf ialah menjabarkan ajaran-
ajaran Al-Qur’an dan As sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah dan maksi'at, mengendalikan
syahwat, dan menghindari sikap meringan-ringankan ibadah.

5. Abu Yazid Al-Bustami Rohimahullohu secara lebih luas mengatakan :

" bahwa arti tasawuf mencakup tiga aspek, yaitu :
- Kha ( melepaskan diri dari perangai yang tercela ), 
- Ha ( menghiasi diri dengan akhlak yang
terpuji ) dan 
- Jim ( mendekatkan diri kepada ALLOH ) ".

ALLOH 'Azza Wa Jalla berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri ( dengan beriman ), dan ia ingat nama Robbnya, lalu ia sholat ".

[ QS. Al A’la ayat 14-15 ].

Tasawuf adalah salah satu dari ajaran islam. 
Inti dari ajaran tasawuf ialah mendekatkan diri kepada ALLOH dengan melalui tahapan-tahapan ( ajaran )nya yaitu maqamat dan ahwal. 
Ajaran-ajaran tasawuf ini bersumber dari Al-Qur’an, Hadits dan perbuatan-perbuatan sahabat Rodhiyallohu 'Anhum Ajma'in.

Banyak kita temui ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf. 
Mulai dari ajaran dasar tasawuf, maupun tingkatan tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal.

Tasawuf adalah satu ajaran dari beberapa ajaran islam. 
Tasawuf ialah memilih jalan dengan zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. 
Tasawuf itu adalah bermacam-macam ibadah, wirid dan lapar, berjaga di waktu malam dengan memperbanyak shalat dan wirid, sehingga lemahlah unsur jasmaniah dalam diri seseorang dan semakin kuatlah unsur rohaniahnya. 
Tasawuf dengan kata lain menundukan jasmani dan rohani dengan jalan disebutkan di atas sebagai usaha mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan mengenal Dzat Tuhan dengan segala kesempurnaan-NYA.

Apabila kita lihat definisi tasawaf di atas, kita akan mendapatkan pemahaman bahwa tasawuf itu memiliki tujuan untuk mensucikan jasmani dan rohani dan agar dapat mengenal ALLOH dengan cara berpuasa, shalat, dzikir dan lain-lain yang semuanya itu adalah ajaran islam dan bersumber dari Al-Qur’an dan Al Hadits.

Nilai-nilai ajaran tauhid, fiqih dan akhlaq sering dilihat kecenderungannya pada bentuk formalnya saja, khususnya bidang ilmu yang mengambil bentuk prilaku lahiriyah sebagaimana yang tampak dalam ilmu syari'at. 
Formalisme dalam ritual Islam dipandang amat merugikan, maka ALLOH mengingatkan kita terhadap adanya bahaya formalisme, sebagaimana firman ALLOH :

وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ

" Dan sesungguhnya Robbmu, benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan ".

[ QS. An-Naml ayat 74 ].

Ayat di atas menunjukkan pada kita bahwa formalitas belum tentu sesuai dengan kegaiban dalam fikiran ( jalan fikiran ) dan kegaiban dalam hati ( niat dan hajat dalam hati ). 
Tidak sedikit orang sholat secara jasadi, namun hati dan fikirannya sesungguhnya bukan sedang sholat. 
Banyak orang jasadnya berwudhu' ( bersuci, thoharoh jasadi ), tetapi hati dan fikirannya masih dipenuhi virus-virus goibis sayithon, seperti iri, dengki, hasad, hasud, hasumat, dendam, riya dan lain sebagainya, dan masih banyak sederetan contoh lainnya yang dapat kita tuliskan dari hasil pengamatan kita terhadap laku orang perorangan di sekitar kita yang dapat kit ambil pelajaran darinya bahwa formalisme pada hakikatnya lebih cendrung merugikan nilai-nilai spiritual kita, itu sebabnya ALLOH menyatakan bahwa DIA ( ALLOH ) benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati dan apa yang kita nyatakan.

Penekanan pada formalisme seperti dalam ilmu syari'at ibadah yang lebih cenderung menekankan syarat, rukun, tata tertib, sah dan batal dalam ritual ajaran Islam dengan tanpa diiringi penghayatan di dalamnya, tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan akhlaqul karimah untuk menjadi insanul kamil, insanul muttaqin dan insanul muhsinin. 

Hal ini disebabkan karena pengutamaan terhadap formalitas saja dapat berakibat ruh ritual ibadah tidak dapat dirasakan, yang dirasakan hanyalah kesibukan ritual jasad yang kering, kurang bermakna pada penjiwaan ritual pelakunya. 
Padahal pengamalan ritual ajaran Islam senantiasa menuntut laku ritual secara sadar dengan menghadirkan hati dan fikiran serta segenap jiwa dan penjiwaan terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang sedang diamalkan. 
Karena itulah sangat diperlukan pengajaran ilmu penghayatan nilai-nilai spiritual ajaran Islam. 
Tentu saja hal ini bukanlah merupakan pekerjaan semudah membalikkan telapak tangan, tetapi diperlukan riyadhoh istiqomah yang dilakukan dengan terus menerus secara bertahap dan berkesinambungan. 
Karena pada hakikatnya Islam menginginkan keterkaitan nilai-nilai aspek ritual jasadi dengan ritual batini.

Karena ritual dualistis ( jasadi dan batini ) itulah maka tidak heran jika diri kita senantiasa menginginkan adanya kekuatan kontak antara ritual akhlaq jasadiyah yang lebih cenderung medium formal dengan ritual akhlaq batini yang lebih cenderung non medium formal, sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. 

Dengan demikian berbagai ritual syari'at ibadah jasadi ( wudhu, puasa, infaq, shodaqoh, zakat, haji dan akhlaq fositif lainnya ) kontak dengan ritual ibadah batini terfokus dan terkonsentrasi pada satu arah tujuan yang pasti hanya kepada ALLOH dan ikhlas karena ALLOH yang realita Dzat-NYA berwujud goibi, imani, hayati, maknawi, ruhani dan nurani, bukan jasadi. 

Namun ritual akhlaq Islami tidaklah dilakukan secara batini semata, tetapi juga harus diiringi dengan ritual ibadah jasadi, kecuali dalam keadaan darurat jasadi seperti sakit dan sebagainya yang tidak memungkinkan ritual ibadah jasadi dilakukan, maka ritual ibadah batini sah dilaksanakan. 
Ritual ibadah jasadi dalam bentuk ucapan dan ritual perbuatan nyata, di dalamnya mengandung maksud tujuan untuk mempengaruhi batini dan menuntun aqal fikiran dan qolbi dalam rangka upaya penghayatan terhadap ibadah yang akan, sedang dan telah dilakukan. 
Dengan demikian ritual ibadah yang dilakukan itu, selain mengandung hikmah untuk penghayatan pengabdian diri kepada ALLOH Dzat Yang Maha Goib, juga ritual tersebut mengandung efek kesucian jasadi wal batini dan menjadikan pelakunya jauh dari virus-virus kemungkaran. 
Dengan penghayatan spiritual seperti ini, sistem nilai yang berkaitan dengan keimanan dan keakhlaqan berpadu utuh dengan sistem norma dalam syari'at Islam.

Sejalan dengan itu, Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai pedoman dan tuntunan abadi kita sepanjang masa, pastilah di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual di samping nilai-nilai lainnya. 
Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan sabda Rasul dalam kitab Al-Hadits menunjukkan secara jelas kepada kita bahwa nilai-nilai spiritual itu memang ada, diantaranya sebagai berikut :

وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

" Dan kepunyaan ALLOH-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah ALLOH. 
Sesungguhnya ALLOH Maha Luas ( rahmat-NYA ) lagi Maha Mengetahui ".

[ QS. Al-Baqoroh ayat 115 ].

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

" Dan sesungguhnya KAMI telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan KAMI lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya ".

[ QS. Qof ayat 16 ].

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

" Maka ( yang sebenarnya ) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi ALLOH-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi ALLOH-lah yang melempar. 
( ALLOH berbuat demikian untuk membinasakan mereka ) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. 
Sesungguhnya ALLOH Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ".

[  QS Al Anfal ayat 17 ].

Perilaku manusia, yang baik atau buruk, bergantung pada hati yang ia pelihara. 
Sejatinya, hati yang bersih akan membawa manusia pada kedamaian dan ketentraman yang sejati dan menyejukkan hati sesama ataupun lingkungannya.

Sedangkan hati yang kerap dengki dan iri akan menjadi hati yang kotor sehingga membawa pada kehancuran, kekacauan, dan keresahan. 
Hal tersebut akan berdampak pada kehancuran manusia dan lingkungannya.

Sementara hati yang bening akan senantiasa terwujud pada diri manusia itu sendiri ketika memperbaiki hubungannya dengan Sang Illahi. 
Sebagaimana firman ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al Quran :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

" ( Yaitu ) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat ALLOH. 
Ingatlah... hanya dengan mengingati ALLOH-lah hati menjadi tenteram ".

[ QS. Ar-Rad ayat 28 ].

Selain itu, Tasawwuf juga dipahami sebagai hubungan antara seorang hamba ( manusia ) yang dekat dengan Robbnya ( ALLOH ).
Sebagaimana firman ALLOH 'Azza Wa Jalla dalam Al Quran :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

" Dan apabila hamba-hamba KU bertanya kepadamu tentang AKU ( ALLOH ), maka ( jawablah ) :
" bahwasanya AKU ( ALLOH ) adalah dekat. 
AKU ( ALLOH ) mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-KU, maka hendaklah mereka itu memenuhi ( segala perintah-KU ) dan hendaklah mereka beriman kepada-KU, agar mereka selalu berada dalam kebenaran ".

[ QS Al Baqarah : 186 ].

*Mengenal Tasawuf dan Ma'rifat Billah*

Tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan ALLOH. 

Tasawwuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak yang diperintahkan oleh ALLOH, senantiasa melakukan perintah-NYA, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dengan-NYA secara sunguh-sungguh dalam beribadah dengan tetap istiqomah.

Dalam kaitannya dengan ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan :

- Mawahib, yaitu ALLOH memberikannya tanpa usaha seseorang dan DIA ( ALLOH ) memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut.

 - Dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhoh, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.

Jalan yang ditempuh untuk sampai pada tingkatan tasawuf dan ma'rifat billah adalah dengan tetap menjalankan syari'at secara benar, hanya saja hatinya sudah tidak berharap kepada pemberian ALLOH lainnnya seperti kesenangan dan kebahagian pahala dan syurga.

Satu yang dituju dalam beribadah adalah mendapatkan Ridho-NYA ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala.

Bahkan hamba yang sudah sampai kepada maqom ini, dia sudah tidak akan merasa cemas, khawatir, dan takut pada kesulitan dan kesusahan, dia hanya berusaha untuk membuat dirinya disenangi oleh ALLOH, sehingga seandainya neraka menjadi tempat tinggalnya pun, asalkan ALLOH Ridho kepada dirinya, itu bukan masalah baginya. 

Apapun yang ALLOH kehendaki bagi dirinya akan senantiasa ia syukuri, dengan menumbuhkan rasa syukur kepada ALLOH dan mengenal rahmat Illahi.  

Senantiasa untuk meluruskan dan menyucikan jiwa ( tazkiyah an-nafs ), serta pembinaan moral ( akhlak ), suatu nilai tasawuf yang menghadirkan hatinya ketika beribadah kepada ALLOH dengan hati yang selalu Ihsan .

Dalam ibadahnya akan selalu mengisi hatinya hanya untuk ALLOH dan berpikir senantiasa dekat dengan ALLOH, sehingga dirinya akan selalu merasa diawasi oleh ALLOH.

Adapun dalam setiap masalah hidup yang dijalani nya, ia akan selalu tetap bersabar yang disertai tawakkal kepada ALLOH dengan perasaan ikhlas menerima segala ketentuan ALLOH untuk dirinya, karena dia selalu yakin bahwa akan selalu ada hikmah dan kebaikan untuk dirinya.

Seorang hamba, jika ingin sampai kepada tingkatan ini adalah harus melalui tarekat ( cara mendekatkan dirinya untuk taqorub Illalloh ), dengan memperbaiki kualitas ibadah secara syari'at sehingga dirinya menemukan hakikat ibadah yang sesungguhnya. 

ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala berfirman : 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“ Dan AKU ( ALLOH ) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-KU ”.

[ QS. Adz Dzariyat : 56 ].

Seorang hamba yang sudah memahami dan mengerti sekaligus mengamalkannya dengan baik secara istiqomah, maka dirinya akan dapat melihat dengan bashiroh hatinya yang dipenuhi oleh cahaya Keagungan dan Kemuliaan dari Wujudul Haq yaitu Robb nya adalah ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala dengan keimanan yang disertai ketaqwaan dalam beribadah kepada ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala.

Sehingga dirinya dekat dan senantiasa di sayangi oleh ALLOH dan ALLOH Subhanahu Wa Ta'ala akan menjadikan dirinya termasuk kedalam golongan para hamba-NYA yang sholeh dan mendekat kepada-NYA.

Hadits Rosululloh Shollalohu 'Alaihi Wa Sallam :

عَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ : مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ».

Dari Abu Hurairah Rodhiyallohu 'Anhu ia berkata, bahwasanya Rosululloh Shollalohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

 ” Sesungguhnya ALLOH 'Azza Wa Jalla berfirman :

 " Barangsiapa memusuhi wali-KI, sungguh AKU ( ALLOH ) mengumumkan perang kepadanya. 
Tidaklah hamba-KU mendekat kepada-KI dengan sesuatu yang lebih AKU cintai daripada hal-hal yang AKU wajibkan kepadanya. 
Hamba-KU tidak henti-hentinya mendekat kepada-KU dengan ibadah-ibadah sunnah hingga AKU mencintainya. 
Jika AKU telah mencintainya, AKU menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. 
Jika ia meminta kepada-Ku, AKU pasti memberinya. 
Dan jika ia meminta perlindungan kepada-KU, AKU pasti melindunginya ".

Kelengkapan hadits ini adalah :

وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

" AKU tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang AKU kerjakan seperti keragu-raguan-KU tentang pencabutan nyawa orang mukmin. 
Ia benci kematian dan AKU tidak suka menyusahkannya ".

TAKHRIJ HADITS :
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ , I/34, no. 1; al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 1248, dan lainnya.

Mengenai maqām tasawwuf, Syeikh Ibn Atha’illah Rohimahullohu membaginya tingkatan maqam sufi menjadi 9 tahapan, yaitu :

1. Maqam taubat.
2. Maqam zuhud ( Meninggalkan kesenangan dunia ).
3. Maqam shabar.
4. Maqam syukur.
5. Maqam khauf ( takut hanya kepada ALLOH ).
6. Maqam raja’ ( berharap hanya kepada ALLOH ).
7. Maqam ikhlas ( ridho pada ketentuan ALLOH ).
8. Maqam tawakkal.
9. Maqam mahabbah ( mencintai ALLOH dan Rasul-NYA Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam ).

Jadi dapat disimpulkan pengertian tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju pengabdian sebagai hamba ALLOH, saling mengingatkan antar manusia, serta berbegang teguh pada Al Quran dan Sunnah.

Kiriman Kang Slamet - NGAJI ALA NU 4
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget