Mei 2020


*PANCASILA MEMANG BUKAN WAHYU ILAHI, NAMUN IA FIKRUL ISLAMI*

Oleh *Ayik Heriansyah*
Pengurus LD PWNU Jabar

Ketakutan kaum radikal yang mau mendirikan khilafah akan diberangus pemerintah sampai ke akar-akarnya karena gerakan mereka ingin mengganti ideologi negara, membuat mereka terus menerus melancarkan propaganda anti Pancasila, membenturkan Pancasila dan agama, mem-bully Pancasila serta mendelegitimasi Pancasila secara membabi buta.

Membabi buta karena mereka menolak Pancasila tanpa membaca, mengkaji, menghayati dan menjiwai Pancasila dengan objektif dan ilmiah terlebih dahulu. Mereka sebenarnya panik.
 
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana M. Ismail Yusanto (Juru bicara HTI) gagap, gugup, salah tingkah dan serba salah ketika ditanya Aiman Wicaksono dari Kompas TV 15 Juni 2017, tentang apakah Pancasila tetap ada ketika khilafah tegak?

Bahasa tubuh M. Ismail Yusanto menjawab, “Pancasila akan lenyap”. Namun jawaban ini ditutupi dengan lisannya. Dia berkelit berusaha mengaburkan/mengabstrakkan masalah dengan mengatakan bahwa proses dialektis masyarakat yang akan menentukan Pancasila tetap atau lenyap ketika khilafah berdiri.

Fanatisme kelompok (ashabiyah) terlalu membebani kaum radikal. Ditambah obsesi untuk menegakkan khilafah terlalu membuncah, membuatnya mereka kehilangan objektivitas dan selalu emosional dalam menyikapi narasi-narasi yang mendukung NKRI.

Seandainya mereka bersikap rasional, dengan paradigm tasyri’i, sejatinya sudah sangat jelas dan gamblang bahwa Pancasila adalah ajaran yang islami. Karena islami, Pancasila sebagai sebuah ajaran, sakti dan abadi.

Faktanya memang Pancasila bukan wahyu ilahi. Pancasila tidak tercantum dalam al-Qur’an dan hadits. Pancasila bukan nash. Cara berpikir kaum radikal yang wahabis, yaitu segala sesuatu harus ada nash, harus tertulis dan harus terbaca langsung dengan mata kepala adalah cara berpikir yang salah.
 
Jumlah ayat dan hadits terbatas. Al-Qur’an dan hadits tidak mencatat segala hal yang ada alam semesta ini. Al-Qur’an dan hadits juga tidak mencatat semua yang dipikirkan, dirasakan dan diperbuat oleh masing-masing orang. Kitab yang mencatat segala sesuatu itu namanya kitab Lauhul Mahfudz. Kitab ghaib, kita tidak bisa membacanya. Itu rahasia Allah swt. Saya yakin Pancasila tercatat dalam kitab tersebut.

Kaum radikal salah besar saat mereka menolak Pancasila dengan dalih, Islam itu hanya yang ada nash-nya. Dalih ini tidak nyambung, sesat menurut logika. Benar, Pancasila bukan nash. Sebab itu keliru kalau kita sebut Pancasila ajaran Islam. Akan tetapi sila-sila Pancasila digali dari nash (sumber ajaran Islam) yakni al-Qur’an dan hadits melalui proses ijtihad pemikiran.

Setiap sila dan butir-butirnya bersandar kepada dalil-dalil syara’. Tepat sekali kalau kita sebut Pancasila ajaran yang islami. Pancasila fikrul Islami. Sudah banyak ulama yang mengulasnya. Kaum radikal tinggal baca, kaji, pahami, jiwai dan adopsi. Bukan tempatnya kalau saya uraikan pada tulisan singkat ini.

Yang penting, kaum radikal yang katanya ingin menegakkan syariah dapat bersikap adil dan beradab terhadap Pancasila. Anggaplah kaum radikal tidak sependapat dengan penjelasan para ulama tentang Pancasila, tetap tidak mengubah Pancasila sebagai fikrul islami.
 
Selama nash dan dalil syara’ yang dijadikan sandaran para ulama menerima Pancasila tidak berubah, maka status Pancasila tetap fikrul islami. Ketidaksetujuan kaum radikal tidak bisa mengubah Pancasila menjadi ide kufur atau ajaran thaghut.

Adab dan etika ikhtilaf dalam fiqih juga berlaku terhadap fikrul islami. Setiap orang harus sabar membiarkan orang lain berbeda pendapat dengannya. Jangan mencelanya, meruntuhkan kehormatannya apalagi menyebarkan fitnah.  Fikrul islami tidak boleh diserang secara terbuka dengan maksud provokasi.

Jika ingin dibahas, perbedaan pendapat tentang fikrul islami, dibahas dengan ilmiah secara terbatas sesama ulama dan tertutup untuk orang awam. Sangat disayangkan, isu agama dan Pancasila dijadikan bahan propaganda politik kaum radikal. Sangat tidak beradab dan tidak etis. Berhentilah menyerang Pancasila.

Bandung, 19 Februari 2020


ㅤㅤ┏💭💡━━━━━━━━━┓
          ㅤㅤP I L I H A N
ㅤㅤ┗━━━━━━━━━💡💭┛

Seekor ikan bertanya kepada Kura-kura :
"Mengapa setiap kali kamu mengalami masalah selalu bersembunyi, masuk ke dalam cangkangmu...?"

Kura-kura menjawab :
“Apa penting pertanyaan itu aku jawab ?”

Ikan berkata :
“Semua mahluk di perairan ini mempertanyakan sifat-mu yang selalu bersembunyi jika ada masalah!"

Kura-kura berkata :
"Komentar orang lain apakah penting...?"

Aku tidak menghindar,
Aku tidak lari dari kenyataan,
Aku hanya mencari suasana yang lebih damai di dalam cangkangku.

Ikan bertanya lagi :
"Tetapi apakah kamu tidak peduli selalu jadi bahan pembicaraan?"

Kura-kura menjawab :
"Inilah alasan mengapa aku lebih panjang umur dari pada kalian.

Kalian terlalu sibuk mengurusi kehidupanku sampai kalian lupa siapa diri kalian,
Kalian terlalu sibuk memperhatikan diriku sampai kalian lupa siapa diri kalian."

"Dalam hidup ini kita sendiri yang menentukan pilihan,
berbuat-lah yang terbaik dan biarkan-lah orang lain mau berkomentar apapun".

"Orang yang menyukaimu tetap akan membenarkan-mu sekalipun kamu keliru,"
Sebaliknya...
"Orang yang membencimu selalu akan menyalahkanmu sekalipun kamu benar."

"Berapa banyak waktumu terbuang hanya untuk mengurusi kehidupan orang lain sehingga...
kamu lupa pada dirimu sendiri kapan harus makan dan istirahat".

"Sayangi dirimu dengan lebih peduli pada urusanmu sendiri sebab,
Engkau akan menjadi orang yang selalu kekurangan saat kamu selalu ingin tau urusan orang lain".

Semoga kita jangan terkecoh dengan apa yang orang katakan, Jadilah diri kita sendiri,
Jadi-lah pribadi yang baik...

♻ Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini, semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.
••• ═══ ༻✧༺ ═══ •••​​​​​​​​​​​​​​

Kiriman Siti Marfuah (Nahdlatul Ulama 3)


*MENGAPA PRESIDEN JOKOWI BEGITU TANGGUH ?* 

Sebuah Analisis Spiritual 

Setyo Hajar Dewantoro

Secara pribadi sebenarnya rasa tresno saya pada Presiden Jokowi mengalami pasang surut.  Pada kenyataannya, ia memang beberapa kali membuat kekeliruan langkah yang bisa berdampak fatal.  Dan saya termasuk yang menyimpan marah di dalam hati saat itu terjadi.  Ini rasa marah yang muncul karena ada rasa sayang, ada harapan besar.  Momen yang paling membuat saya marah adalah saat pembentukan Kabinet di masa jabatan Presiden yang kedua.  Mengapa saya marah? Saat itu Presiden Jokowi tidak menggunakan rasa sejatinya, malah terjebak dalam perhitungan secara pikiran, dan tak bisa menghindar dari tekanan kanan kiri.  Saya menyaksikan pada saat itu, Wahyu Keprabon sempat lepas.  Selama beberapa bulan pasca pelantikan anggota Kabinet II, suasana di Istana cenderung panas, dan kemudian banyak keputusan yang memicu kontroversi.  

Namun saya tidak punya bakat jadi tukang nyinyir dan protes.  Jadi meski marah ya saya diam, saya terima semuanya sebagai dinamika yang wajar  Saya lalu sibuk dengan perjalanan ke berbagai negara, menjalankan peran secara energi pada tataran global.  

Namun, Presiden Jokowi ini memang banyak karna baiknya.  Ada satu karakter yang selalu menyelamatkannya.  Apakah itu? Pada dasarnya ia adalah pribadi yang selalu tulus.  Ketulusan itu yang melandasi kerjanya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia.  Ketulusan itu yang membuat Presiden Jokowi selamat.  Tanggal 2 Januari 2020, saat saya meditasi di Monas, pasca Jakarta kebanjiran, saya menyaksikan Wahyu Keprabon kembali dianugerahkan kepada Presiden Jokowi.  

Wahyu Keprabon adalah simbol dukungan secara kosmik bagi seseorang yang menduduki jabatan kepemimpinan publik.  Ia memastikan seorang pemimpin bertindak dan mengambil kebijaksanaan sesuai hikmat kebijaksanaan.   Maka, sejak 2 Januari 2020 itulah Presiden Jokowi kembali menjadi sosok Satria Pinandhita.  Jiwanya konsisten di dalam kejernihan, ia memimpin tak hanya dengan rasionya tetapi juga dengan rasa sejatinya.  

Waktu bergulir, lalu saya melihat ada fenomena unik: Presiden Jokowi sering mendapat limpahan energi semesta.  Dalam jabatannya sebagai presiden, ia menjadi wahana untuk merealisasikan rancangan agung bagi Indonesia.  Sering ia tampil dengan performa menakjubkan, memancarkan vibrasi sebagai pemimpin agung.  Kiprahnya memunculkan banyak harapan untuk negeri ini: yang paling mendasar adalah saat ia dengan sangat serius mengembalikan sumber daya migas dan pertambangan untuk kembali dikelola secara mandiri.  Saya tak perlu merinci apa yang telah dicapai.  Yang jelas itu memberi rasa tak nyaman bagi pihak-pihak yang selama ini mencengkeram Indonesia.  Menjadi sangat wajar jika Presiden Jokowi kemudian ditargetkan untuk "diGusDurkan" dan "diSoekarnokan".  Dalam hal ini, elit global kemudian berkolaborasi dengan para pemain di tingkat nasional.  

Lalu muncullah issue Corona.  WHO menekan agar Indonesia menetapkan situasi darurat kesehatan.  Lalu banyak pihak mendesak kebijakan lockdown.  Argumentasi pseudo sains banyak dipergunakan untuk menguatkan desakan ini.  Bisa dibilang kemudian, ibarat pertandingan sepakbola, Presiden Jokowi sempat kebobolan 1-0 ketika mengikuti skenario WHO hingga mengumumkan ada warga Indonesia yang positif covid 19.   Tapi keadaan  berubah jadi 1-1 lewat peristiwa dramatis di ujung babak: Indonesia cuma PSBB bukan lockdown.  

Indonesia benar-benar terselamatkan.  Kita tak jadi mengalami tragedi sosial ekonomi yang bisa berujung pada penggulingan kekuasan.  Bagaimana ini terjadi? Penjelasan secara rasional tak akan memadai.  Presiden Jokowi dilindungi kekuatan semesta.  Pasukan langit benar-benar turun membantu, membuat alur permainan berlanjut dengan kendali penuh pada Presiden Jokowi.  

Selanjutnya, 2 bulan pasca PSBB ditetapkan terbukti tak ada tragedi kematian sebagaimana dinujumkan para propagandis lockdown.  Padahai ya PSBB itu secara faktualnya jauh dari disiplin dan dimana-mana muncul penilaian, " rakyat ngeyelan, bandel".   Mereka mengabaikan social distancing dengan segala alasan.  Namun, PSBB ini membuat negara lumayan terluka, meski tak membuat negara tumbang.  Ibarat main bola, kita nyaris kebobolan.  Jika terus defensif, kita akan benar-benar kebobolan.  Dan itu dampaknya bisa fatal: lagi-lagi ya soal kemungkinan penggulingan kekuasaan.  

Nah, Presiden Jokowi kemudian memunculkan kebijakan new normal.  Ini manuver agar kita tak kebobolan, dan sebaliknya, membuat kita bisa menang.  Ini kebijakan yang menegaskan bahwa negara hadir untuk melindungi kesehatan masyarakat, tapi sekaligus membuat perekonomian bangkit dari kelumpuhannya. Inilah yang membuat oposisi kembali menyerang Presiden Jokowi dengan narasi " New normal berarti mengorbankan rakyat, "  Para oposisi ini memang kejam, gila, mereka sama sekali tak peduli pada nasib rakyat.  Mereka hanya peduli target kekuasaan bisa diraih, berapapun korbannya.  

Tapi itulah, Presiden Jokowi ini memang dilindungi oleh kekuatan yang susah dinalar.  Semakin ke sini,  pemerintahan semakin solid. Koordinasi dengan militer dan kepolisian semakin manis.  Itu yang hendak disampaikan lewat pesan simbolik saat Presiden Jokowi berkunjung ke stasiun MRT.   Jika diukur dengan angka, tingkat kesolidan pemerintahan Jokowi saat ini ada di skor 9 dari 10.   Sementara kekuatan oposisi berkurang 70% ketimbang akhir Maret 2020.  Pertarungan masih terus terjadi, tapi kita barisan warga cinta Indonesia yang ada di bawah komando Presiden Jokowi terus bergerak maju.  Kita pasti menang.  Indonesia pasti selamat.  

Di balik pertarungan yang bisa disaksikan di pentas politik nasional, sebenarnya ada pertarungan lain.  Ini adalah tentang dinamika di ranah metafisika. Pada titik ini, bisa dikatakan bahwa Presiden Jokowi mendapat back up sangat kuat.  Ada banyak pekerja cahaya, orang-orang tercerahkan, yang berjuang dengan totalitas, lewat manuver yang sulit dimengerti para oposisi maupun elit global yang mendukungnya.  Sehingga, 100 % Presiden Jokowi bisa bertahan lalu menuntaskan masa jabatannya hingga 2024.   Dia akan bisa membawa kita ke gerbang era baru yang lebih gemilang. 

Kekuatan semesta yang Agung bekerja bersama kita.  Teruslah berkontribusi menyelamatkan bangsa lewat segenap karya, dan lewat pancaran getaran kasih murni di dalam keheningan.  

Merdeka!

Kiriman Nyai Martagati (GMNU)


NU PENEGAK PANCASILA

9 Fakta Sejarah NU Menegakkan Pancasila. Nahdlatul Ulama (NU) sejak berdiri tahun 1926 mempunyai komitmen yang sangat besar dalam membangun bangsa dan negara. Kebangkitan ulama bukanlah sebatas mengaji semata, melainkan bangkit membangun kemaslahatan untuk masyarakat secara luas, sehingga tercipta negara yang damai, adil dan makmir. Sejarah NU menjadi bukti nyata peran besar NU untuk Indonesia tercinta ini.

9 Fakta Sejarah NU. Ini adalah bukti penelusuran fakta-fakta kesejarahan yang membuktikan peran NU dalam menegakkan Pancasila. Peran ini menjadi saksi sejarah tegaknya Negara
.
9 Fakta Sejarah NU Pertama, Rais Akbar NU Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari merestui lahirnya Pancasila. 
Saat Tim 9 yang bertugas merumuskan Pancasila belum mendapatkan kata sepakat dalam rumusan Pancasila, datanglag utusan Tim 9 itu kepada Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari. Utusan ini khususnya meminta pendapat tentang kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang masih diperdebatkan.

Poin agama menjadi simpul atau garis besar persoalan yang diambil Soekarno yang akhirnya menyerahkan keputusan tersebut kepada Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari untuk menilai dan mencermati serta memeriksa kebenaran (mentashih) apakah Pancasila 1 Juni 1945 sudah sesuai dengan syariat dan nilai-nilai ajaran Islam atau belum.

Tim 9 itu menuju Jombang untuk menemui KH Hasyim Asy’ari. Sesampainya di Jombang, Kiai Wahid yang tidak lain adalah anak Kiai Hasyim sendiri melontarkan maksud kedatangan rombongan. Setelah mendengar maksud kedatangan rombongan, Kiai Hasyim Asy’ari tidak langsung memberikan keputusan.

Prinsipnya, Kiai Hasyim Asy’ari memahami bahwa kemerdekaan adalah kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan perpecahan merupakan kerusakan (mafsadah) sehingga dasar negara harus berprinsip menyatukan semua.

Untuk memutuskan bahwa Pancasila sudah sesuai syariat Islam atau belum, menurut Gus Muwafiq, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan tirakat. Di antara tirakat Kiai Hasyim ialah puasa tiga hari. Selama puasa tersebut, beliau meng-khatam-kan Al-Qur’an dan membaca Al-Fatihah.

Setiap membaca Al-Fatihah dan sampai pada ayat iya kana’ budu waiya kanasta’in, Kiai Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah dua rakaat. Rakaat pertama beliau membaca Surat At-Taubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Al-Kahfi juga sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur Kiai Hasyim Asy’ari membaca ayat terkahir dari Surat Al-Kahfi sebanyak 11 kali.

Paginya, Kiai Hasyim Asy’ari memanggil anaknya Wahid Hasyim dengan mengatakan bahwa Pancasila sudah betul secara syar’i sehingga apa yang tertulis dalam Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) perlu dihapus karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. Sila-sila lain yang termaktub dalam sila ke-2 hingga sila ke-5 juga sudah sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam. Karena ajaran Islam juga mencakup kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial.

Atas ikhtiar lahir dan batin Kiai Hasyim Asy’ari tersebut, akhirnya rumusan Pancasila bisa diterima oleh semua pihak dan menjadi pemersatu bangsa Indonesia hingga saat ini.

Kiriman Nyai Martagati (GMNU)


SEMBILAN NASEHAT IMAM SYAFII

Oleh Rochmat Wahab

Banyak orang di muka bumi yang terlahir dan dilahirkan sebagai orang alim. Berkarakter, cerdik, pandai, dan bijak. Kehadirannya menyenangkan dan mencerahkan. Bermanfaat bagi ummat dan alam semesta. Takut kepada Allah Yang Maha Pandai dan  Maha Pencipta. Dalam sejarah kemanusiaan dan peradaban, tidak sedikit kita bisa temukan orang Alim. Salah satunya adalah Imam Syafii. Yang nama aslinya Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi. Adalah mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Banyak kalimat bijak dan nasehat baik yang telah disampaikan untuk ummat Islam, yang diharapkan sangat bermanfaat. 

Selanjutnya perkenankan pada kesempatan yang baik ini untuk sharing sembilan nasehat dari Imam Syafii bagi ummat Islam, utamanya sahabat fb semoga bermanfaat bagi kehidupan kita. 

1. “Jangan cintai orang yang tidak mencintai Allah, kalau Allah saja ia tinggalkan, apalagi kamu,” (Imam Syafi’i). Ini suatu tuntunan bagi kehidupan yang baik, bagaimana kita mencintai hamba Allah yang benar. Kita hendaknya mencintai seseorang karena Allah dan bercerai dari seseorang juga karena Allah.

2. “Barang siapa yang menginginkan husnul khatimah, hendaklah ia selalu berprasangka baik dengan manusia,” (Imam Syafi’i). Kita harus biasakan berprasangka baik terhadap orang lain, positive thinking atau husnudldlon. Kita harus menghargai dan respek kepada orang lain. Berusaha menjauhkan dari prasangka jelak untuk hindari dosa. Dengan tiada dosa diharapkan wafat dengan husnul khatimah. Ingat firman Allah swt, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa (QS Al Hujurat:12), 

3. “Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfaat,” (Imam Syafi’i). Ini menegaskan bahwa kita perlu mengukuhkan ilmu amaliah, artinya ilmu itu memiliki sifat utama, yaitu amaliah, sesuatu yang harus diamalkan. Ingat suatu Mahfudzat, bahwa “Ilmu yang tidak diamalkan adalah bagaikan pohon yang tak berbuah”. Mafhum mukhakafahnya, bahwa “seseorang itu baru berilmu jika sudah diamalkan”. Karenanya budayakan diri kita dengan mengamalkan ilmu. 

4. “Jika kamu tak mau merasakan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung pahitnya kebodohan,” (Imam Syafi’i). Bekerja keras, belajar sungguh-sungguh itu sarat penting untuk pandai, sebaliknya jika bermalas-malasan, maka akhirnya memetik kebodohan. Ingat suatu peribahasa “rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh”.  Jika kita suka lelah dan malas belajar, jangan berharap kita bisa menjadi panda. 

5. “Siapa yang menasehatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasehatimu. Siapa yang menasehatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu,” (Imam Syafi’i). Dalam konteks ini keikhlasan dan ketulusan menjadi faktor penting dalam pemberian nasihat. Tidak dibutuhkan sikap ria. Seiring dengan rambu-rambu Allah dalam beramal yang perlu dirahasiakan, yaitu “seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya”. Untuk supaya nasehat berarti, maka perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tidak demonstratif sekalian untuk melindungi harkat yang dinasihati. 

6. “Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu,” (Imam Syafi’i). Jadikan akherat selalu di hatimu, agar kau senantiasa lalui kehidupan ini merujuk pada Allah.  Senang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta merasa dekat Allah. Genggamlah dunia di tanganmu, agar kau bisa senantiasa mengendalikan kehidupanmu. Menjadikan dunia sebagai batu lompatan dan bersifat sementara. Ingatlah kematian di pelupuk matamu, agar kau tidak lengah dalam beramar ma’ruf dan bernahi munkar. Maut akan menjemput kita sewaktu-waktu, sehingga kita bersemangat untuk beramar ma’ruf dan bernahi munkar. 

7. “Amalan yang paling berat diamalkan Ada 3 (tiga). (1) Dermawan saat yang dimiliki sedikit. (2) Menghindari maksiat saat sunyi tiada siapa-siapa. (3) Menyampaikan kata-kata yang benar di hadapan orang diharap atau ditakuti,” (Imam Syafi’i). Salah satu sifat orang bertaqwa adalah berinfaq di kala longgar dan sempit. Ketika ditawari berzina orang wanita yang cantik, berani katakan “aku cinta kepada Allah”. Selanjutnya memiliki keberanian moral dengan mengatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil di hadapan musuh. 

8. “Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan kemelaratannya, sehingga orang lain menyangka bahwa dia berkecukupan karena dia tidak pernah meminta,” (Imam Syafi’i). Ketika dalam kesulitan dalam kondisi apapun tidak pernah mengeluh dan menyulitkan orang lain. Lebih baik bekerja sekeras apapun sesuai kondisinya daripada minta belas keadilan orang lain. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. 

9. “Belajarlah sebelum kamu menjadi pemimpin, sebab ketika kamu telah memimpin, tidak ada lagi waktu untuk belajar. – Imam Syafi’i. Senyampang masih muda, upayakan belajar sungguh-sungguh, sebagai investasi peradaban untuk mempersiapkan diri sebagai khalifah di atas. Ketika menjadi pemimpin, yang bisa dilakukan adalah mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan adaptasikan semua yang dimiliki untuk bisa menjawab persoalan pada jamannya.

Demikianlah sembilan nasehat Imam Syafi’i yang patut direnungkan diimplementasikan untuk perbaikan hidup kita masing-masing. Dengan begitu diharapkan bahwa kita bisa menjalani hidup ini dengan bahagia dan sejahtera yang mudah-mudahnya  bisa menjadi ladang kita untuk meraih kebagiaam yang haqiqi di akhirat. Utamanya dewasa ini kita merasakan kehidupan sulit sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

Kiriman Gus Qomarusy Syauqi (Nahdlatul Ulama 3)

Kisah Sunan Pandanaran ( Sunan Tembayat ) Berguru Kepada Sunan Kalijogo

Rela Tanggalkan Jabatan Bupati Semarang

Diakui atau tidak nama Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran merupakan salah satu sosok penyebar agama Islam yang terkenal di eranya. 

Kebulatan tekadnya untuk menyebarkan agama Islam memang sudah tidak perlu diragukan lagi. 

Harta, kedudukan sebagai Bupati Semarang ditinggalkan demi berguru kepada Sunan Kalijogo. Berikut kisah hidupnya.

Dari sekian banyak wali diluar Wali Songo, Sunan Bayat atau yang juga sering disebut dengan Sunan Pandanaran adalah salah satunya. 

Sebelum terbuka mata hatinya Sunan Pandanaran sempat terbutakan mata hatinya oleh harta dan tahta yang dimilikinya.

 Tugas sebagai pemimpin yang semestinya mengayomi rakyat tidak sepenuh hati dijalankannya.

Ia lebih senang bermewah-mewah dan menikmati kekayaannya ketimbang memikirkan nasib rakyatnya. 

Kala itu sifat-sifat kebaikannya yang dulu pernah ada telah hilang karena tertutup oleh gemerlap keduniawian. 

Melihat adanya perubahan sikap yang dimiliki oleh bupati kedua Semarang ini membuat Sunan Kalijaga miris.

Sunan Kalijagapun memiliki keinginan untuk menyadarkan sosok yang sebenarnya baik ini.
 Di suatu hari dengan menyamar sebagai seorang penjual rumput. 

Sunan Kalijaga berniat untuk menyadarkan sang bupati.

 Cara menyamar sebagai penjual rumput ini sengaja di tempuh oleh Sunan Kalijaga dengan tujuan agar sang bupati ingat bahwa untuk menilai seorang manusia janganlah dilihat dari segi luarnya saja.

 Melainkan harus dilihat dari tutur kata yang keluar dari mulutnya. 

Apa yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga ini merupakan pengejawantahan dari falsafah Jawa ajining diri saka lathi atau yang berati harga diri seseorang berasal dari perkataan yang keluar dari mulutnya.

Suatu dengan penyamarannya yang sebagai penjual rumput Sunan Kalijaga menemui Ki Ageng Pandanaran. 

Dalam kesempatan itu Sunan Kalijaga mengucapkan, 
“Maaf, Tuan! Sebaiknya Tuan segera kembali ke jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT!” ujar Sunan Kalijaga yang menyamar sebagai penjual rumput..

“Hai, tukang rumput! Apa maksudmu menyuruhku kembali ke jalan yang benar? Memang kamu siapa, sudah berani menceramahiku?” tanya Ki Ageng Pandanaran dengan nada menggertak

“Maaf, Tuan! Saya hanyalah penjual rumput yang miskin. Hamba melihat Tuan sudah terlalu jauh terlena dalam kebahagiaan dunia.

 Saya hanya ingin memperingatkan Tuan agar tidak melupakan kebahagiaan akhirat.

 Sebab, kebahagiaan yang abadi adalah kebahagiaan akhirat,” ujar si penjual rumput.

Mendengar nasehat itu, Ki Ageng Pandanaran bukannya sadar, melainkan marah dan mengusir si penjual rumput itu.

 Meski demikian, si penjual rumput tidak bosan-bosannya selalu datang menasehatinya.

 Namun, setiap kali dinasehati, Ki Ageng Pandanaran tetap saja tidak menghiraukan nasehat itu.

 Khawatir perilaku penguasa daerah Semarang itu semakin menjadi-jadi, Sunan Kalijaga menunjukkan karohmahnya.

“Wahai Bupati yang angkuh dan sombong! Ketahuilah, harta yang kamu miliki tidak ada artinya dibandingkan dengan harta yang aku miliki,” kata penjual rumput itu. 

Mendengar hal ini semakin marahlah Ki Ageng Pandanaran. “Hai, tukang rumput! 
Kamu jangan mengada-ada!
 Buktikan kepadaku jika kamu memang orang kaya!” seru Ki Ageng Pandanaran.

Kemudian, Sunan Kalijaga menunjukkan kesaktiannya dengan mencangkul sebidang tanah. 

Setiap bongkahan tanah yang dicangkulnya berubah menjadi emas. 

Ki Ageng Pandanaran sungguh heran menyaksikan kesaktian penjual rumput itu. 

Dalam hatinya berkata bahwa penjual rumput itu bukanlah orang sembarangan.
 ”Hai, penjual rumput! Siapa kamu sebenarnya?”
 tanya Ki Ageng Pandanaran penasaran bercampur rasa cemas.

Akhirnya, penjual rumput itu menghapus penyamarannya. Betapa terkejutnya Ki Ageng Ki Ageng Pandanaran ketika mengetahui bahwa orang yang di hadapannya adalah Sunan Kalijaga.

 Ia pun segera bersujud seraya bertaubat.

“Maafkan, saya Sunan! Saya sangat menyesal atas semua kekhilafan saya selama ini. 

Jika Sunan tidak keberatan, izinkanlah saya berguru kepada Sunan!” 

pinta Ki Ageng Pandanaran. “Baiklah, Ki Ageng! Jika kamu benar-benar mau bertaubat, saya bersedia menerimamu menjadi murdiku.

 Besok pagi-pagi, datanglah ke Gunung Jabalkat! Saya akan menunggumu di sana. Tapi ingat, jangan sekali-kali membawa harta benda sedikit pun!” ujar Sunan Kalijaga mengingatkan.

Dengan tekad kuat ingin belajar agama, Ki Ageng Pandanaran akhirnya menyerahkan jabatannya sebagai Bupati Semarang kepada adiknya. 

Setelah itu, ia bersama istrinya meninggalkan Semarang menuju Gunung Jabalkat.

Di Gunung Jabalkat
Tak beberapa lama kemudian, tibalah mereka di Gunung Jabalkat. .
Dalam cerita lain Sunan Kali jaga perpura2 jadi penjual rumput... 

Kedatangan mereka disambut baik oleh Sunan Kalijaga.

 Sejak itulah, Ki Ageng Pandanaran berguru kepada Sunan Kalijaga.  Ki Ageng Pandanaran seorang murid yang cerdas dan rajin.

Berkat kecerdesannya, ia ditugaskan untuk menyiarkan agama Islam di sekitar daerah tersebut.

 Ia pun mendirikan sebuah perguruan di Gunung Jabalkat.

 Ajaran Ki Ageng Pandanaran yang paling menonjol dikenal dengan istilah Patembayatan, yaitu kerukunan dan kegotongroyongan. 

Setiap orang yang datang untuk memeluk agama Islam harus mengucapkan Sahadat Tembayat. 

Berkat ajaran Patembayatan, ia juga berhasil mendirikan sebuah masjid di Bukit Gala.

Selain pengetahuan agama, Ki Ageng Pandanaran juga mengajarkan cara bercocok tanam dan cara bergaul dengan baik kepada penduduk sekitarnya. 

Setelah itu, ia pun menetap di Jabalkat hingga akhir hayatnya. 

Daerah Jabalkat dan sekitarnya sekarang dikenal dengan nama Tembayat atau Bayat.

 Itulah sebabnya ia diberi gelar Sunan Tembayat atau Sunan Bayat. 

Hingga kini, makam Ki Ageng Pandanaran dapat ditemukan di atas Bukit Cakrakembang di sebelah selatan bukit Jabalkat,
Desa Paseban, 
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Sama halnya dengan Sunan Kalijaga dalam penyebaran agama Islam Sunan Pandanaran juga menyisipkan nilai-nilai islam dalam budaya masyarakat setempat. 

Dengan demikian masyarakat setempat dapat menerima agama Islam dengan baik. 

Di samping itu karena adanya nilai Islam yang disematkan dalam budaya masyarakat setempat, perkembangan Islam di tempat yang ditugaskan oleh Sunan Pandanaran ini semakin cepat berkembang. 

Tentang hal ini bisa dilihat dari makamnya yang berada di Kecamatan Bayat, Klaten, tepatnya di kelurahan Paseban, Bayat, Klaten.
Di makamnya ada sebuah gapura yang memiliki desain arsitektur seperti halnya pintu gerbang gapura Majapahit.

 Makam ini menjadi salah satu primadona tempat wisata ziarah para wali di luar wali sanga. 

Dalam bulan-bulan ruwah atau menjelang datangnya bulan puasa di kompleks pemakaman ini akan dihelat beragam acara tradhisi budaya Jawa.

Orang yang berziarah di sini selain nyekar juga berharap mendapat berkah. 

Dalam sebulan mereka yang berziarah disini bisa mencapai ratusan jumlahnya. 

Dan hal inilah yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat ada anggapan bahwa wali tidaklah hanya wali sango semata.
الفا تحة...

Kiriman Gus Asep Wahyu (Nahdlatul Ulama 3)


"GUS BAHA SANG KYAI"

'Dari Perspektif (sudut pandang) Seorang FANS Ustadz Abdul Shomad (UAS) dan Ustadz Adi Hidayat (UAH)'
-Agoes Leo-

Saya pertama kali mengenal nama Gus Baha (KH. Ahmad Bahauddin Nursalim Al Hafidz) sekitar 3-4 bulan lalu dari media online ketika mendengarkan ceramah dari Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Shomad. Beliau berdua dalam beberapa kali kajiannya sempat menyebutkan nama Gus Baha sebagai ahli Fiqih dan Ahli Tafsir dari kalangan NU (Nahdlatul Ulama) yang tidak diragukan lagi 'kefaqihannya'. Karena penasaran, saya mencoba untuk mencari-cari dan mendengarkan kajian-kajian 'beliau' di Media Sosial (Facebook, YouTube, dll).

Sekilas melihat penampilan Gus Baha tidak ada yang istimewa, malah gaya beliau pake peci hitam rada miring yang menyisakan sedikit rambut hitamnya di depan, dengan kain sarung dan baju putih lengan panjangnya, mengingatkan saya kepada tokoh cerita Kabayan atau serial televisi boneka si Unyil. Tampilan beliau biasa-biasa saja, terlihat sebagaimana kebanyakan kaum santri sarungan dari kalangan Nahdliyyin. Cuma, begitu beliau tampil berbicara di panggung, barulah nampak ada sesuatu yang berbeda. Audiens yang hadir seolah-olah terpesona dengan gaya bahasa kampungan beliau. Masalah-masalah 'rumit' dalam ilmu Fiqih dan Tafsir Al-Qur'an yang biasanya dianggap 'berat' oleh kebanyakan Kyai atau Santri level tinggi, dari lisan Gus Baha apa yang dirasa berat itu jadi terdengar 'ringan' dan yang rumit jadi mudah dimengerti.

Majelis Gus Baha banyak dihadiri oleh orang-orang dari berbagai kalangan, dari pejabat negara, tokoh masyarakat, para Kyai, para santri, pelajar, mahasiswa, dosen, sampai dengan orang awam biasa. Dengan bahasa Indonesianya yang khas campur aduk 'Jawa Medok' yang diselingi guyonan-guyonan segar, apalagi kalo Gus Baha sudah mulai nyentil punakawan nya, si Rukhin & Mustopa, ngaji serius yang bikin kepala puyeng jadi terasa hidup dan menyenangkan, mutiara hikmah yang seharusnya sulit dicerna jadi lebih gampang dipahami. Dan kekhasan tersebut dipertajam lagi dengan tutur bicara yang mengalir deras bak mata air pegunungan yang terjun dari ketinggian, mengobati dahaga bagi para pencari hikmah yang kehausan. Tidak salahlah apabila seorang pakar ilmu tafsir sekaliber Prof.DR. Quraisy Syihab sampai berkata :"Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al Qur'an hingga detail-detail Fiqih yang tersirat dalam ayat-ayat Al Qur'an seperti pak Baha".

Sebagai muslim awam yang belajar Islam dengan metodologi semaunya, sosok Kyai di mata saya tidak beda dengan guru atau ustadz yang biasa ngajar ngaji di mushola-mushola atau ceramah di masjid-masjid, yang setelah saya dengar ceramahnya yasudah saya tinggal pulang. Kadang saya bisa mengingat dengan apa yang telah disampaikan, tapi yang lebih sering ya saya lupakan. Hampir tidak ada hubungan emosional berarti, seperti yang terjadi di pondok-pondok pesantren tradisional, dimana hubungan Santri dengan Kyainya amat erat.

Apalagi dari kecil saya dibesarkan dilingkungan perkotaan, di Surabaya saya bersekolah di SD Negeri lanjut ke SMP negeri, walaupun saat SMA saya bersekolah di SMA Islam, ditambah sore harinya nyambi belajar ngaji di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, cuma karena sekolah SMAnya lebih mirip dengan sekolah swasta konvensional, yang dalam metode pembelajaran Islam nya tidak seketat pondok pesantren, jadinya pengetahuan agama yang saya terima cenderung ala kadarnya, kalau gak mau dibilang semi sekuler, yang kalo baca Qur'an masih tergagap-gagap.

Setelah kerja di Jakarta, saya sempat beberapa kali ikut ngumpul pengajian dengan teman-teman Tarbiyah, saya sempat juga ikut-ikutan nyantri kalong di ponpes Hidayatullah, tapi ya namanya ngalong, kadang 'dong' (rajin ngaji) yang paling sering ya 'blong' (malas datang). Kalo pikiran lagi benar ya menggebu-gebu, tapi kalo pikiran lagi miring ya saya lebih suka nyari pacar baru. Dan terakhir saya larut dalam gerakan fenomenal 212 Monas. Cuma karena masih kurang serius dalam mendalami Islam, sepertinya pemahaman saya terhadap Islam tetap pada tahap apa adanya.

Dengan latar belakang Islam seperti itu, rada bingung juga saya kenapa sosok Gus Baha ini begitu membekas di hati saya. Padahal saya termasuk fans berat Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Shomad, yang kedalaman ilmu agamanya kemungkinan tidak berselisih banyak dengan Gus Baha. Apakah karena saya dan Gus Baha itu sama-sama orang Jawa sehingga saya sangat familiar dengan gaya bahasa beliau, ataukah karena usia saya yang tidak terpaut jauh dengan beliau (lebih tua saya 2 tahun), sehingga dalam perasaan saya seperti ada ikatan batin persahabatan yang erat, Wallahu 'alam ..

Banyak sebab akibat yang menjadikan saya tiap kali mendengarkan ceramah Gus Baha seperti ada semacam rasa yang susah diungkapkan, seakan-akan saya telah menemukan apa yang selama ini saya cari-cari. Mungkin karena kesederhanaan beliau, serta keistiqomahannya dalam mengamalkan apa yang disampaikan, yang menyebabkan setiap kajian-kajiannya seolah memiliki Ruh Ilahiah. Sehingga apapun yang disampaikan oleh beliau dapat langsung menghujam ke lubuk hati yang paling dalam, mengeruk dan membersihkan jiwa saya yang penuh dengan noda dosa ini. Dan yang terjadi, semakin mengenal Gus Baha membuat saya makin jatuh cinta terhadap agama Alloh SWT. Penjelasan beliau tentang ilmu Hakikat dan ilmu Makrifat dalam bahasa awam, membuat saya seolah menerima ilmu LADUNI (ilmu yang diberikan langsung dari Alloh SWT), makin menjadikan MELEK MATA HATI dan makin tercerahkan batin saya, sehingga saya merasa makin mengenal JATI DIRI saya sebagai HAMBA ALLOH SWT ..

Pada akhirnya hanya kepada Alloh SWT semata tempat kita berserah diri, dan Sholawat salam saya persembahkan kepada penutup para Nabi & Rosul, Sayidina Muhammad Rasulullah SAW. Serta Tawasul Fatihah saya tujukan untuk para guru tercinta :
- KH. Ahmad Bahauddin Nursalim Al Hafidz
 .. (Al Fatihah)
- KH. Nursalim Al Hafidz, Narukan, Kragan, Rembang .. (Al Fatihah)
- KH. Arwani Al Hafidz Kudus .. (Al Fatihah)
- KH. Abdullah Salam Al Hafidz, Kajen, Pati .. (Al Fatihah)
- Syaikhina KH. Maimoen Zubair, PS Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang .. (Al Fatihah)
- Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban / Mbah Sambu, Lasem .. (Al Fatihah)

Pejuang Nahdlatul ulama
31 Mei 2020

Kiriman Gus Asep Wahyu (Nahdlatul Ulama 3)


Apa Arti Lambang ini? Anggota majelis wajib tahu..

Sejarah “Azimat” Darkah Ya Ahlal Madinah – Ya Tarim Wa Ahlaha
Jimat - Suara NU

Oleh: Ust. Taufiq T. Syuhada’

PERNAH melihat logo isim seperti diatas ? Logo isim yang sering dijumpai di berbagai majelis-majelis ta’lim ataupun maulid.  Ada yang menggunakan logo ini di spanduk, umbul-umbul, bendera, jaket, bahkan dalam bentuk stiker.

Logo apa itu…? Huruf ‘ح’ ditengah dengan ukuran yang cukup besar, kemudian di atasnya bertuliskan “Darkaah Ya Ahlal Madinah”, di bawahnya bertuliskan “Ya Tarim Wa Ahlaha”, di samping kanannya bertuliskan lafzhul jalalah yang berbunyi  يا فتاح ”Ya Fattah” dan di samping kirinya  يا رزاق “Ya Rozzaaq”. Di atas huruf ‘ha’ bertuliskan angka 1030 dan di tengah huruf ‘ha’ bertuliskan angka 110.

Mengenai isim seperti itu dan yang semacamnya maka hal itu merupakan tabarruk dan tawassul kepada hal yang mulia.

Sedangkan isim di atas sendiri adalah tabarruk dan tawassul kepada al Imam al Habib Abdullah bin al Haddad, seorang Wali Quthb yang sangat masyhur, cucu Rasulullah SAW dari Sayyidina Husain bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib, suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.

Beliau adalah penyusun Ratib al Haddad, Wirdullathif yang banyak diamalkan oleh muslimin di berbagai penjuru dunia, juga kitab Risalatul Mu’awanah, Nashoihud Diniyah, dll.

Dijelaskan oleh Al Habib Munzir bin Fuad al Musawwa, “Darkah ya ahlal madinah” maksudnya adalah bertawassul pada shohibul Madinah yaitu Rasulullah SAW. “Yaa Tarim wa ahlaha” adalah tawassul kepada para shalihin dan lebih dari 10 ribu wali yang dimakamkan di pemakaman Zanbal, Fureidh, dan Bakdar, yang pada pekuburan Zanbal itu juga terdapat Ashabul Badar utusan Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq r.a. yang wafat di sana. “110” melambangkan marga Ibn Syeikh Abubakar bin salim Fakhrul Wujud (dzuriyyah Rasulullah SAW). “1030” melambangkan marga Al Habsyi (dzuriyyah Rasulullah SAW).

Sesuai faham ahlussunnah wal jam’ah, azimat (Ruqyat) dengan huruf arab merupakan hal yang diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah SWT.

Sebagaimana dijelaskan bahwa azimat dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada kitab Faidhul Qadir Juz 3 hal 192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10 hal. 316/317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata-mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat-ayat Al Qur’an dan kalimat-kalimat mulia lainnya.

Namun tentunya manfaat dan kemuliaannya bukan pada tulisan dan stiker itu, tapi tergantung pada penggunanya, dan bila anda ingin menggunakannya maka boleh ditempel di pintu atau lainnya sebagai tabarruk dengan nama Imam Al Haddad rahimahullah.

Mengenai tawassul, Allah SWT sudah memerintah kita melakukan tawassul. Tawassul adalah mengambil perantara untuk doa kita kepada Allah SWT. Baik itu dengan amal perbuatan, asma Allah, ayat Al Qur’an, bacaan shalawat, dll.

 

SEJARAH TULISAN DARKAH

Wawancara bersama  Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Al Haddad – Tanjung Gang 2 Kota Malang Jawa Timur. Siapa sangka jika penyusun dari Lambang Darkah ini berasal dari kota Malang , beliau adalah Al Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Al Haddad. Lambang Huruf ‘ha’ di tengah dengan ukuran yang cukup besar, kemudian di atasnya bertuliskan “Darkaah Yaa Ahlal Madiinah”, di bawahnya bertuliskan “Yaa Tariim Wa Ahlahaa”, di samping kanannya bertuliskan lafdzul jalalah yang berbunyi “Yaa Fattaah” dan di samping kirinya “Yaa Rozzaaq”, sedangkan di atas huruf ‘ha’ bertuliskan angka 1030 dan di tengah huruf ‘ha’ bertuliskan angka 110 seperti keterangan gambar, merupakan hasil karya beliau yang terinspirasi dari beberapa kisah sohibul maulid Simthudhurrar. Beliau yang lulusan dari Pondok Pesantren Darut Tauhid  ini berinisiatif membuat lambang Darkah berawal dari kisah Al Imam Al Habib Ali Al Habsyi (Sohibul Maulid, pengarang Simtud Dhurar). Pada awalnya beliau Al Imam Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi membuat tanda untuk setiap kiriman dengan memakai angka 110, disebabkan karena saat itu beliau, Habib Ali al Habsyi, sering kali mendapatkan kiriman-kiriman dari luar negri, dan kiriman tersebut seringkali tidak sampai kepada beliau, kemudian petugas pengirim surat (Pak Posnya) meminta untuk membuat tanda, agar setiap ada kiriman barang/surat tidak hilang kirimannya. Kemudian beliau membuat Kha’ disertai dengan huruf 110, 110 itu sendiri merupakan jumlah bobot nilai huruf hijaiyyah yang merangkai kata ‘ALI’ dalam kitab Aqidatul Awwam. (pada halaman terakhir ada rumusannya) Sedangkan gabungan 110 dan kha’ itu ada sekitar tahun 1980-an , atas inisiatif dari Habib Ali bin Muhammad Al Haddad dan Habib Segaf bin Muhammad Ba’ Agil.

Adapun penulisan kalimat Darkah yaa Ahlal Madinah adalah inisiatif dari Habib Abu Bakar sendiri, yang diambil dari Qosidah Habib Muhammad bin Idrus, yang banyak berisi tentang tawasul-tawasul dengan Ahlul Madinah (Rosulullah SAW beserta keluarganya, sahabatnya), termasuk juga  kalimat Yaa Tarim Wa Ahlaha, yang merupakan tawassul kepada para shalihin dan lebih dari 10 ribu wali yang dimakamkan di pemakaman Zanbal, Fureidh, dan Akdar. Pekuburan Zanbal adalah pekuburan para wali dan sholihin, juga di pekuburan Zanbal terdapat Ashhabul Badr utusan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. yang wafat di sana. Kemudian penerapan lambang Darkah ini pada awalnya dulu bukan berbentuk bulat dan bertuliskan kalimat tawasul tadi, melainkan hanya berupa lambang ha’ dan huruf 110 dan 1030 saja, kemudian berkat saran dari paman beliau yang bernama Habib Abdul Qodir bin Husain Al Haddad, maka lambang tersembut ditambahlah dengan wiridannya dari abahnya Habib Husain, yaitu Yaa Fattah Yaa Rozzaq, dengan niatan supaya dapat fadlilah wiridannya Habib Husain bin Muhammad Al Haddad. Siapa sangka bahwa logo yang sudah dikenal di seluruh dunia, baik di kalangan habaib maupun muhibbin ini sudah menyebar ke berbagai negara, seperti Yaman, Malaysia, Singapore, Abu Dabi, Kuwait, dll.

Setelah berjalan lama, lambang  ini sempat nyaris hilang, kemudian lambang / ism yang sering dijumpai di berbagai majelis-majelis ta’lim/maulid. Ada yang menggunakan logo ini di spanduk, umbul-umbul, bendera, jaket, dll, atau dalam bentuk stiker, sampai mobil-mobil di kaca belakangnya ditempel stiker lambang ini.

Lambang yang sebenarnya adalah suatu Ajimat (Ruqyat)  bukan Logo suatu organisasi tertentu, yang apabila dikaji di kitab-kitab , maka lambang ini tidak akan diketemukan di kitab manapun, karena lambang ini ada karena Habib Abu bakar bin Abdurrahman al Haddad menyusunya digunakan untuk tafa’ul –an (mengharap berkah). Adapun hitungan 1030 itu berasal dari hitungan kalimat “amanatullah wa rosuluh wal Abdullah al Haddad”, yang ditujukan kepada kepada al Imam al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad, dimana hitungan isim terssebut merupakan inisiatif dari para ulama’ kota Tarim Yaman.

Sesuai faham Ahlussunnah wal Jama’ah, ‘azimat (Ruqyat) dengan huruf arab merupakan hal yang diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan bahwa azimat dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada Kitab Faidhul Qadir Juz 3 halaman 192, dan Tafsir Imam Qurthubi Juz 10 halaman 316-317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata-mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat-ayat al-Qur’an dan kalimat-kalimat mulia lainnya.

*Tulisan ini telah di muat di Majalah Riyadlul Jannah dan dimuat juga di Tabloid Media ummat.

Kiriman Buroq (Nahdlatul Ulama 3)


🅠🅞🅢🅘🅓🅐🅗 🅑🅤🅡🅓🅐🅗

*محضتني النصح لكن لست أسمعهُ*
*إن المحب عن العذال في صممِ*

Begitu tulus nasihatmu, akan tetapi aku tak kan pernah mendengarnya.
karena telinga sang pecinta tuli bagi para pencaci.

*(شرح)*
*قد نصحتني أيها الناصح نصيحة خالصة لكن من عظم محبتي لست أسمع نصح ناصح فإن العاشق أصم عن استماع نصح العذال كما قيل حبك الشيء يعمي ويصم*

Penjelasan:
“Telah engkau nasehati aku dengan ikhlas. Akan tetapi karena begitu besarnya cintaku, aku tak kan pernah mendengar nasehat siapapun. Sesungguhnya telinga sang pecinta tuli dan tidak dapat mendengar nasehat para pemfitnah yang akan merusak cintaku. Sebagaimana kata pepatah: ‘Cintamu pada sesuatu telah membuat dirimu buta serta tuli’”.


Kiriman Gus Sholeh (Aliansi Santri NUsantara)


SAYYID MUHAMMAD AL MALIKI : MENGHORMATI AHLI ILM

Diceritakan oleh habib Sholeh al aydrus bahwasanya Sayyid Muhammad Al Maliki bisa memperoleh kedudukan tinggi di dunia dan di akhirat karena keseriusan beliau dalam menghormati ahli ilm , baik itu santri beliau atau para guru-guru yang mengajar ditempat beliau juga para ulama lainnya 
Sedikit kritik utk kita , bahwasanya kita terkadang malah memanfaatkan para pencari ilm (dengan mencari murid/ santri sebanyak banyaknya) utk memperoleh dana bantuan , sumbangan , kedudukan dimata masyarakat , pangkat dll 
Menampung para santri itu sangat baik tp kita perlu menata lagi niat kita , apakah kita sudah memuliakan mereka para ahli ilm atau belum

Beliau habib Sholih Al aydrus menyitir sebuah hadits
قال النبي صلى الله عليه وسلم ؛ سيأتيكُم أقوامٌ يطلبونَ العِلمَ فإذا رأيتُموهم فقولوا لَهُم مَرحبًا مَرحبًا بوصيَّةِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ واقْنوهُم قلتُ للحَكَمِ ما اقْنوهُم قالَ علِّموهُم

ففي وصيةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بطلبةِ العِلْمِ دَلالةٌ على أنَّه ينْبَغي إكرامُهم والإحسانُ إليهم، والاهتمامُ بهم، وهم أَوْلى مِن غيرِهم، ويدخُلُ في هذا الأمْرِ العُلماءُ؛ فهم المَنُوطُ بهم تَعليمُ طلَّابِ العلْمِ؛ فينْبَغي على العُلماءِ مُراعاةُ حُقوقِ الطَّلبةِ في التَّعلُّمِ والتَّعليمِ، ونقْلِ أمانةِ العلْمِ إليهم، وهذا يستلزِمُ مِن الطُّلَّابِ إكرامَ العُلماءِ أيضًا وتَبجيلَهم؛ فالعالِمُ والمُتعلِّمُ يدْخُلانِ فيه

Semoga kita bisa mengikuti thoriqoh para guru-guru kita , syeikhina Maimun Zubair , Sayyid Muhammad Al Maliki dan para guru-guru mulia lainnya yg mana beliau2 sangat memuliakan para pencari ilm


KH. MOH. SAID KETAPANG, KYAI YANG MAHIR BERBAHASA ASING

KH. Moh. Said adalah salah satu ulama pendiri NU. Pernah diberi tugas oleh Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk mengibarkan bendera NU ke penjuru dunia karena beliau termasuk orang yang mahir berbahasa Inggris, Russia, Jerman dan Belanda. Bersama Syaikh Ghanaim dan KH. A. Wahab Hasbullah, beliau berkelana ke luar negeri mengabarkan NU ke dunia internasional. Beliau mengantarkan surat berdirinya NU ke penjuru dunia Eropa.

Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Ketapang Malang, yang telah mendapatkan ijazah kemursyidan Thariqah Naqsyabandiyah-Khalwatiyah sewaktu di Mekkah. Di Mekkah itulah pertama kali beliau berjumpa dengan KH. A. Wahab Hasbullah dkk.

1. Kelahiran dan Pendidikan KH. Moh. Said

KH. Moh. Said lahir di Jl. Tongan Kodya Malang pada tahun 1901 dari pasangan H. Moh. Anwar dan Ny. Lis. 

Pada masa penjajahan Belanda, Kyai Said termasuk beruntung. Karena pada usia 10 tahun, beliau dapat mengenyam pendidikan dan berhasil menamatkan pendidikan NIS tahun 1911. 5 tahun kemudian, tahun 1916, menamatkan ELS. Setamat dari ELS beliau bekerja menjadi Komis Pos di Jember  selama 9 tahun, 1916-1925. 

Secara khusus, awalnya Kyai Said hanya nyantri di beberapa kyai di Malang, seperti ngaji pada Kyai Mukti Kasin, dan beberapa kyai lainnya. Selain itu, juga pernah nyantri ke Canga’an Bangil. Kemudian nyantri ke Pondok Pesantren Salafiyah Siwalan Panji Sidoarjo pada tahun 1926-1931, setahun setelah menikah.

2. Mendirikan PPAI Ketapang Kepanjen Malang

KH. Moh. Said pindah di Kabupaten Malang sejak tahun 1927. Sedangkan Pondok Pesantren PPAI Desa Sukoraharjo Dusun Ketapang Kepanjen Malang berdiri pada tanggal 28 Oktober 1948 oleh KH. Moh. Said. Pondok ini merupakan pemindahan pondok pesantren dari daerah Karangsari Bantur, Kabupaten Malang, yang juga didirikan oleh beliau pada tahun 1931.

Selanjutnya beliau mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren di Sonotengah, Pakisaji, Kabupaten Malang selama 16 tahun, 1931-1947. Tahun 1948 beliau mendirikan pesantren pindahan dari Sonotengah, di daerah Karangsari Bantur guna menyelamatkan santrinya dari penjajahan Belanda. Beliau berjuang mengusir penjajah Belanda serta menjadi penggerak tentara Hizbullah dari tahun 1945-1948.

Sebagaimana umumnya pesantren NU, pondok beliau juga bersistem pengajaran klasikal (Salafiyah). Unit pendidikan yang tersedia meliputi Sekolah Diniyah Putra-Putri Ibtida’iyah, Tsanawiyah dan Aliyah.

3. Anak Didik KH. Moh. Said

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. al-Jatsiyah ayat 18).

Ayat itulah yang selalu ditanamkan KH. Moh. Said kepada santrinya. Harapannya, agar santri yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Agama Islam (PPAI) Ketapang, Kepanjen, yang diasuhnya tidak model-model. “Kalau memang hanya bisa membaca al-Fatihah, ya ajarkan al-Fatihah itu,” ujarnya kala itu.

Prinsip Kyai Said: “Sebagai seorang pemimpin harus bisa mencetak atau mengkader santrinya menjadi pemimpin.” Karenanya, tak heran jika kemudian Kyai Said berhasil mengkader santrinya menjadi kyai, ustadz dan tokoh masyarakat, seperti:
1. KH. Abdul Hanan
2. KH. Alwi Murtadho (Pengasuh PPAI Al-Ihsan Blambangan Bululawang)
3. KH. Abdul Basyir
4. KH. Drs. Mahmud Zubaidi (Ketua MUI Kabupaten Malang dan Pengurus NU Cabang Kabupaten Malang)
5. Ustadz H. Ismail Qodly (guru agama di SLTP Shalahuddin)
6. Gus Mad Suyuti Dahlan (Pengasuh Ponpes Nurul Ulum Kacuk Sukun)
7. KH. Ahmad Su’aidi (Pengasuh PPAI Ketapang, menggantikan Kyai Moh. Said)
8. Dan puluhan kiai lainnya yang tersebar di Malang dan sekitarnya.

4. Perjuangan dan Pengabdian KH. Moh. Said

Sejak masa muda, beliau memang dikenal sebagai orang yang suka bekerja keras dan tekun belajar. Selain membantu orangtuanya, juga berdagang serta terkadang bertani.

Beliau menikah pada tahun 1925 dengan Siti Fatimah, seorang wanita dari Kidul Pasar Malang. Waktu itu, beliau masih berstatus sebagai pegawai di Kantor Gubernur di Surabaya tahun 1925-1927. Dalam pernikahan tersebut, Kiai Said tidak sampai dikarunia anak.

Bekerja menjadi pegawai pemerintah Belanda, ternyata tidak memuaskan hati beliau, hingga dia mengundurkan diri. Karenanya, setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren beliau mendirikan dan mengasuh Pondok Pesanntren Sono Tengah Pakisaji Malang, pada tahun 1931-1947. Pada tahun 1948, beliau mendirikan Pesantren Karangsari di Bantur. Setelah itu, sekitar tahun 1949 mendirikan Ponpes PPAI Ketapang, Kepanjen.

Di masa pendudukan penjajah Belanda, Kyai Said turut berjuang bersama masyarakat untuk mengusir penjajah. Bahkan beliau termasuk tokoh yang menggerakkan tentara Hizbullah pada tahun 1945-1948.

Di kalangan santri dan masyarakat, beliau dikenal sebagai ulama yang bijaksana. Beliau juga dekat dengan umara’ dan organisasi, tetap menampakkan pribadi yang alim, wara’ dan sufi. Selain itu, juga aktif di organisasi NU dan sempat menjadi Rois Syuriah NU Cabang Malang pada tahun 1950-1965. Bahkan, pernah ditunjuk menjadi Ketua Misi Ulama se Jatim ke Moskow (Rusia) dan Karachi (Pakistan) mewakili Partai NU wilayah Jawa Timur.

Menurut Gus Mad Suyuti Dahlan, Kyai Said itu sosok sufi yang berpendirian teguh, suka menyendiri dan menjauhi keramaian. Meski beliau lebih menekankan pada syariat (fiqih), tapi juga mengamalkan Thariqah Khalwatiyah dengan kitab susunannya Khulashah Dzikr al-‘Ammah wa al-Khasshah, yang didirikan Syaikh Khalwati. “Beliau itu hampir 27 tahun tidak pernah telat melaksanakan shalat berjamaah. Dan pelajaran itu, selalu ditekankan pada santri-santrinya,” ujar Almaghfurlah KH. Suyuti Dahlan (Pengasuh PP Nurul Ulum Kebon Sari Malang).

Demikian juga dalam bidang pendidikan, beliau sangat memperhatikan para generasi muda. Para santrinya diarahkan untuk menjadi penganjur agama Islam atau da’i, menjadi kader-kader dakwah yang memperjuangkan agama Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah serta menyebarluaskan ajaran pesantren yang sehaluan dengan PPAI Ketapang.

5. Pertemuan Dua Wali, KH. Abdul Hamid dan KH. Moh. Said

Pagi itu hampir beranjak siang, KH. Abdul Hamid (Mbah Hamid) Pasuruan sudah berada di depan Ndalem KH. Mohammad Said, Pengasuh PPAI Ketapang Kepanjen Malang, seraya mengucapkan: “Assalamu’alaikum...” sampai 3 kali, tapi tak ada jawaban.

Tak lama kemudian, muncul seorang santri datang dari bilik yang tak jauh dari Ndalem mendatangi Kyai Abdul Hamid yang berada di serambi Ndalem. “Romo Kyai Said wonten?” Kyai Said ada? Tanya Kyai Hamid.

“Romo Kyai Said kadose tindakan kolowau kaleh Bu Nyai. Ngapunten, saking pundi?” Kyai Said sepertinya tadi pergi bersama Bu Nyai. Maaf, Anda dari mana? Tanya santri tadi.

“Kulo Abdul Hamid saking Pasuruan”, saya Abdul Hamid dari Pasuruan.

Mendengar jawaban itu santri tadi langsung bingung tak tahu harus berbuat apa karena sekarang ia tahu bahwa yang di hadapannya bukan orang biasa, tetapi kyai panutan banyak orang. Melihat hal itu Kyai Hamid pun langsung berkata kepada santri tadi: “Menawi ngaten kulo tak ngrantosi Romo Kyai Said ten masjid mawon mpun nak geh”, kalau begitu sembari menunggu Kyai Said, saya di masjid dulu ya.

Akhirnya Kyai Hamid pun berjalan menuju masjid yang tak jauh dari Ndalem, kemudian shalat dua rakaat lalu rebahan tidur di depan mihrab masjid. Sedangkan santri tadi sambil bingung kembali ke bilik memberi tahu teman-temannya bahwa tamu tadi adalah Kyai Hamid dari Pasuruan yang alim dan wara’.

Selang hampir satu jam, melihat kondisi Kyai Hamid yang sedang tidur-tiduran di depan mihrab menunggu kedatangan Kyai Said, akhirnya santri tadi berinisiatif untuk mencari keluarga atau abdi ndalem agar bisa membukakan pintu Ndalem Kyai Said. Tujuannya supaya Kyai Hamid bisa menunggu di Ndalem saja.

Tak lama kemudian keluarlah Gus Kholidul Azhar, putra angkat Kyai Said, dari dalam Ndalem sambil kelihatan layu nampak habis bangun tidur. Maka tanpa basa-basi santri tadi langsung berkata kepada Gus Kholid: “Gus, wonten Kyai Hamid Pasuruan bade sowan dateng Romo Yai,” Gus ada Kyai Hamid Pasuruan ingin menghadap KH. Said.

“Iyo wis mari ketemu kok,” iya sudah ketemu kok, jawab Gus Kholid.

“Lho, kepanggih pripun tho Gus. Lha wong Kyai Hamid sak meniko tasik nenggo Romo Kyai Said kundur saking tindakan ten masjid ngantos sare wonten ngajenge mihrob”, Sudah ketemu bagaimana Gus, lha tadi Kyai Hamid masih menunggu Kyai Said yang sedang keluar di masjid depan mihrab kok.

“Lho, sopo sing ngomong Abah (Kyai Said) tindak? Wong iki maeng lho aku metu teko kamar (habis tidur) Abah karo Kyai Hamid isik temon-temonan ndek mbale (ruang tamu) omah”, kata siapa Abah sedang keluar? Baru saja aku keluar kamar, Abah bersama Kyai Hamid bertemu di ruang tamu.

“Lho, saestu Gus Romo Kyai Said tasik tindakan, kulo ningali piambak wau mios ipun. Pramilo Kyai Hamid nenggo Romo Kyai kundur sakniki ten masjid” beneran lho Gus, tadi Kyai Said sedang keluar. Saya lihat. Sedangkan Kyai Hamid menunggunya di masjid.

“Koen iki yokpo se, dikandani lek Abah karo Kyai Hamid isik temon-temonan ndek mbale kok gak percoyo?” Kamu ini bagaimana sih, diberi tahu Abah bersama Kyai Hamid masih bertatap muka di ruang tamu kok tidak percaya. 

“Mosok nggeh Gus, saestu tah? Wong nembe mawon kulo tasik ningali Kyai Hamid wonten masjid, sare ten ngajenge mihrob. Lan kulo ningali Kyai tindakan lan dereng kondur.” Masak sih Gus, sungguh? Baru saja saya lihat Kyai Hamid masih di masjid, tiduran di depan mihrab. Dan saya lihat Kyai Said sedang keluar, belum pulang.

“Koen iki, dikandani kok gak percoyo.” Kamu itu diberi tahu kok tidak percaya. Timpal Gus Kholid.

Di tengah perdebatan antara santri tadi dengan Gus Kholid, tiba-tiba datang mobil Holden Kyai Said datang dan berhenti di depan Ndalem. Keluarlah dari dalam mobil tadi Kyai Said dan Ibu Nyai. Melihat pemandangan itu, Gus Kholid dan santri tadi menjadi bingung. “Lho Gus, niku lho Romo Kyai nembe kondur saking tindakan,” Lho Gus, itu Kyai Said baru saja pulang, tukas santri tadi.

“Lha terus, sing tak delok temon-temonan ndek mbale omah iki maeng sopo?” Lha terus yang barusan saya lihat sedang bercengkerama di ruang tamu itu siapa? Sela Gus Kholid.

“Lha geh duko Gus,” Ya tidak tahu, Gus, jawab santri tadi.

Di tengah kebingungan keduanya, maka Gus Kholid langsung menghampiri Kyai Said yang baru keluar dari mobil, seraya berkata: “Abah, wonten...”

Belum selesai berkata, Kyai Said langsung menjawab: “Kyai Hamid? Wis.. wis... Abah wis ketemu kok.” Kyai Hamid? Sudah, sudah saya temui kok. Sambil berjalan menuju Ndalem.

Maka makin bingunglah Gus Kholid dan santri tadi mendengar jawaban Kyai Said tersebut. Demi untuk menghilangkan kebingungannya, santri tadi langsung berlari ke masjid memastikan Kyai Hamid masih di depan mihrab. “Tapi kali ini ia tidak berhasil menemukan Kyai Hamid di sana, dicari ke mana-mana pun tidak ketemu.” Tutur KH. Achmad Muchtar Gz, santri KH. Moh. Said, mengakhiri kisahnya.

6. Kewafatan KH. Moh. Said

Pernah sewaktu sakitnya, beliau dikunjungi al-Quthb al-Habib Abdul Qadir Bilfaqih, Pengasuh Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah, yang waktu itu diantarkan oleh Gus Suyuti Dahlan. Dalam pertemuan itu, Habib Abdul Qadir sempat menawarkan obat dari Jerman yang sangat istimewa dan mujarab kepada Kyai Said.

Namun, dengan segala kerendahan hati tawaran sang habib tersebut  ditolaknya. Lantas Kyai Said menceritakan, jika dirinya pernah bermimpi. Hatinya pecah menjadi dua. Pecahan itu kemudian menjadi tulisan dalam bahasa Arab, yang artinya: “Tidak ada obat untuk penyakit ini, kecuali dengan dzikrullah.”

“Kalau begitu, tidak usah saya beri obat Pak Kyai. Dzikir itu saja diteruskan,” tutur Gus Mad Suyuti menirukan perkataan Habib Abdul Qadir Bilfaqih kepada Kyai Said waktu itu.

KH. Moh. Said wafat pada tanggal 1 Desember tahun 1964 dalam usia 63 tahun. Jenazahnya dimakamkan di lingkungan Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang.

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 13 Agustus 2014

http://www.muslimedianews.com/2014/08/kyai-said-ketapang-kyai-nu-yang-mahir.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2014/08/kh-moh-said-ketapang-kyai-yang-mahir.html

Kiriman Gus Asep Wahyu (GMNU)


HADIAH KEPALA KAMBING YANG BERPINDAH TANGAN SEHINGGA KEMBALI KE TANGAN SEMULA

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
اللهم صل على سيدنامحمد وعلى ال سيدنامحمد

Ibnu umar r.a. menceritakan,"seorang sahabat telah menerima hadiah berupa kepala kambing. 
Tetapi dia merasa tidak berhak menerima pemberian itu karena tetangga sebelahnya lebih memerlukan , karena tetangganya itu mempunyai keluarga yang banyak, lalu diapun memberikan kepala kambing itu kepada tetangganya.

Ketika tetangganya menerima pemberian itu, maka iapun teringat kepada tetangganya yang lebih memerlukan lagi.
Begitulah seterusnya sehingga di ketahui kepala kambing itu telah berpindah tangan tidak kurang dari tujuh rumah sampai akhirnya kembali ke tangan sahabat yang pertama kali menerimanya."

Hikmah : dari peristiwa ini kita dapat mengambil pelajaran, bagaimana para sahabat yang berada dalam keadaan serba miskin, tetapi masih sanggup mengutamakan kepentingan saudaranya daripada kepentingan mereka sendiri

Semoga bisa menjadi
برك الله فيكم

Kiriman Gus Asep Wahyu (Aliansi Santri NUsantara)


Habib Mundzir Al Musawwa sangat merindukan Rasulullah SAW

Habib Mundzir Bin Fu'ad Al Musawwa (Allahu Yarham) adalah salah satu habib yang terkenal di Nusantara. Beliau mempunyai julukan Sulthonul Qulub.

Al-Habib Mundzir Al-Musawwa merupakan salah satu murid Darul Musthafa ( Tarim Hadramaut ) yang di asuh oleh Guru Mulia Al-Habib Umar Bin Hafidz

Pernah suatu ketika beliau (Habib Mundzir) dalam satu pengajian / ta'lim beliau tertidur, dan sang guru, Habib Umar memperhatikan beliau sambil tersenyum, lalu teman sekelas nya ingin membangunkan Habib Mundzir, tapi dengan bijak Habib Umar melarang membangunkan beliau,

Habib Umar Berkata "Biarkan dia dalam keadaan nya (Tidur) karena dia tengah asyik bersama Rasulullah (Dalam Mimpinya)".

Ada lagi cerita dari Habib Nabiel Husein Assegaf , saat beliau duduk beristirahat bersama Habib Mundzir di Masjid At Taqwa Tarim. Tiba-tiba mereka didatangi oleh seorang Habib Sepuh bermarga Al-Haddad yang di kenal memiliki karomah yang tinggi. Beliau melihat kami berdua dan berkata, "Orang yang ingin bermimpi bertemu Rasulullah, harus memiliki akhlak yang baik dan menjaga hati setiap saat, tak pernah berhenti beristigfar dan bershalawat."

Lalu Habib sepuh itu menatap Habib Mundzir dalam-dalam, dan kembali berkata "Maukah kau katakan kepadaku, sudah berapa kali Kau bermimpi bertemu Nabi? atau harus aku yang menyebutkan jumlahnya?"

Dengan menunduk Habib Mundzir menjawab :
"Sudah lebih dari 80× ya Habib"..
Maasya'Alloh.. 

Al Fatihah dhumateng Syaikhona Habib Mundzir Al MUSAWA

Kiriman Bani Oomar (GMNU)


JANGAN BIASAKAN MEMBACA SHOLAWAT YANG BUNTUNG
Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menjelaskan bacaan sholawat yang biasa kita ucapkan itu bukan sekedar bacaan biasa. Habib Luthfi menuturkan bunyi lafadz sholawat seakan mendoakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. “Secara harfiah memang demikian. Namun, dibalik itu semua, ada sebuah rahasia besar yang luar biasa sekali,” tutur Habib Luthfi, Pimpinan Kanzus Sholawat Pekalongan saat ceramah maulidur Rosul Majelis Angudi Barokahing Gusti, Kudus beberapa waktu lalu.

Jika, lanjutnya menganggap bahwa sholawat itu semata-mata adalah mendoakan rahmat kepada Kanjeng Nabi, itu salah besar. “Kanjeng Nabi itu tidak butuh doa kita, amalan beliau sudah turah-turah (lebih-lebih), Kanjeng Nabi kok butuh doa kita, lha emang kita ini siapa?,” tegasnya.

Habib Luthfi pun sedikit menyingkap rahasi sholawat. Bila dikaji dengan secara mendalam, ternyata sholawat adalah kata kunci, semacam “password” untuk menyatukan seluruh frekuensi kehidupan di jagad raya ini. Jadi, bukan sekedar mendoakan rahmat kepada Kanjeng Nabi semata.

Oleh karena itu, Habib Luthfi menambahkan jika membaca sholawat jangan sampai hanya sebatas: Allahumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammad. Secara harfiah itu boleh-boleh saja, tidak salah. Namun itu termasuk sholawat buntung . Lalu bagaimana yang lebih sempurna? 

“Bacalah: Allahumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammad Wa’ala ali sayyidina Muhammad (Ya Allah semoga kiranya rahmat senantiasa tercurah kepada Kanjeng Nabi Muhammad dan juga atas keluarga Kanjeng Nabi Muhammad) . Minimal demikian. Jangan lupa sertakan selalu kalimat wa’ala ali sayyidina Muhammad,” jelas Pimpinan Rais ‘Aam Idarah Aliyah Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) ini.

Menurut Sayyidina Imam Syafi’i, kalimat Wa’ala ali Sayyidina Muhammad itu tidak sekedar tertuju kepada keluarga, ahlul bait atau dzurriyah Kanjeng Nabi semata. Tetapi juga seluruh kaum muslimin di muka bumi ini.

Jadi, Habib Luthfi mengingatkan ketika membaca sholawat secara lengkap akan menjadi kekuatan super dahsyat, dimana kaum Muslimin di seluruh jagad raya ini menyatukan diri dalam sebuah frekuensi. Menjadi bagian dari kekuatan doa yang maha dahsyat. Semua termaktub dalam satu kalimat. Sungguh luar biasa. “Karena itu, mulai sekarang selalu diingat-ingat, jika bersholawat jangan biasakan membaca sholawat yang buntung. Bacalah sholawat dengan mencangking (mencakup) seluruh keluarga besar kaum muslimin,” pungkasnya.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ ۞ وَالخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ ۞ نَاصِرِ الحَقِّ بِالحَقِّ ۞ وَالهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ المُسْتَقِيمِ ۞ وَعَلَى آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيمِ ۩

#KalamHabaib_Ulama #SholawatNabi #PecintaAhlulbait #PecintaDzurriyatRasulullah

Guru Sekumpul Martapura dan Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah

Dikisahkan. Pada tahun 2009, Habib Umar bin Hafidz melakukan perjalanan dakwahnya di Indonesia. Salah satu tempat yang dituju adalah makam KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul). Habib Umar bahkan sampai ziarah ke makam Guru Sekumpul. Walaupun secara dhohir belum sering bertemu, tapi secara batin keduanya punya hubungan yang sangat erat.

Saat itu, Habib Umar mengisahkan bahwa semasa hidupnya, Guru Sekumpul selalu membaca Maulid Simtud-Duror Al Habsyi di majlis maulid di Sekumpul, Martapura. Tiap malam Senin itu dibaca, sehingga arys bergemuruh lantaran bacaan Guru Sekumpul itu.

“Pemegang Wali Qutub saat itu ada dua orang, yaitu Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf di Jedah dan Syeikh Zaini di Sekumpul, Martapura. Aku dibukakan futuh (dibukanya ruhani) melihat Wali Qutub Syeikh Zaini berada di dalam istana yang sangat megah. Istananya bertingakat dengan banyak kebun-kebun. Istana Syeikh Zaini berada di bawah naungan Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari, datuknya (Guru Kalampayan), dibawah bimbingan Syekh Samman dan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani yang diterimanya langsung dari Rasulullah SAW. Istana itu dipenuhi oleh murid-murid Syeikh Zaini,” tegas Habib Umar.

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf adalah sosok guru mulia yang sangat masyhur pada masanya. Habib Umar termasuk salah satu murid kinasih Habib Abdul Qadir.

Habib Umar juga mengisahkan bahwa sungguh luar biasa Guru Sekumpul bersama murid-muridnya. Sungguh
beruntung orang yang menjadi murid Guru Sekumpul dan mengikuti jejak langkahnya.

“Akupun kalau datang ke Banjar pasti ziarah ke makam Syeikh Zaini minta berkah beliau,” tegas Habib Umar.

“Ketika Syeikh Zaini telah wafat, aku sering melihat Syeikh Zaini di makam Zanbal, Hadramaut, Yaman, mengunjungi dan bertemu bertatap muka dengan para Auliya. Ketika wafatnya Syeikh Zaini pada tahun 2005, aku lihat langit terbelah, para malaikat semuanya turun mendatangi Syeikh Zaini,” kisah Habib Umar.

Dalam kisah lain, pada suatu hari Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi Solo berkunjung ke tempat Wali Qutub Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf di Jeddah. Saat itu, Habib Abdul Qadir Assegaf berkata, “Setiap wali di seluruh dunia berada di bawah telapak kakiku (di dalam kerajaanku, sebagaimana pernah juga diucapkan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)”.

“Kalau Guru Sekumpul (KH. Zaini Abdul Ghani)?,” tanya Habib Anis.

“Tidak ada dalam kerajaanku,” jawab Habib Abdul Qadir.

“Saya pernah berkunjung ke tempat Guru Sekumpul. Di sana dihadiri banyak jamaah dan membacakan kitab-kitab yang banyak dibaca para habaib juga.” kata Habib Anis lagi. Bahkan sampai dua kali Habib Anis menanyakan sosok Guru Sekumpul, tapi tetap dijawab “tidak ada” oleh Habib Abdul Qadir.

Dan untuk ketiga kalinya Habib Anis menanyakan hal yang sama kepada Al-Habib Abdul Qadir. Sejenak kemudian Habib Abdul Qadir terdiam, lalu berkata:

“Ada, tapi beliau mempunyai kerajaan tersendiri dan lengkap dengan bawahan semuanya. Dan langsung Rasulullah SAW yang memberikan kerajaan tersebut.”

Suatu ketika ada seseorang yang bertanya kepada Guru Sekumpul tentang sosok Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah. Dan Tuan Guru Sekumpul menjawab: “Al-Habib Abdul Qadir itu wali Qutubnya dunia.”

Kisah Habib Anis bertemu Habib Abdul Qadir ini diceritakan oleh Habib Ali yang tak lain adalah keponakan Habib Anis al-Habsyi Solo. Semoga dengan membaca kisah para wali ini, kita mendapatkan dari Allah SWT.

Wallahu a’lam

I Love Tareem


SHALAWAT PENGHAPUS DOSA SELAMA 80 TAHUN.

Assalamu'alaikum Wr Wb

Sholawat penghapus dosa selama 80 tahun
Shalawat dari Rasulullah SAW di bawah ini mengandung fadhilah dan faedah yang luar biasa. Yaitu, siapa yang membaca shalawat di bawah ini waktunya sesudah “Ashar” di hari Jumat sebanyak 80 kali Maka dosanya diampunkan selama 80 tahun.

” من صلى علي يوم الجمعة ثمانين مرة غفر الله له ذنوب ثمانين عاما، فقيل له: وكيف الصلاة عليك يا رسول الله ؟ قال: تقول: اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم تسليم ،
Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku hari Jum’at sebanyak 80 kali niscaya Allah mengampuninya selama 80 tahun,”

Lalu beliau ditanya: “Lalu bagaimanakah bershalawat atasmu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: 
"Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammadin ‘abdika wa rasulika nabiyyil ummiyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wasallim taslima

Bacalah Sholawat penghapus dosa selama 80 tahun tersebut sebanyak 80 kali. Adapun manfaat dari solawat penghapus dosa selama 80 tahun diatas diantaranya jika dibaca 80 kali sesudah shalat ‘ashar di hari Jum’ at, maka dosanya akan diampuni Allah selama 80 tahun.
Dengan dihapusnya dosa-dosa orang yang membaca shalawat, maka dengan sendirinya insyaallah ia akan masuk surga dengan mudah, karena seluruh dosanya sudah dampuni oleh Allah berkat bacaan shalawatnya kepada Nabi Muhammad SAW.
Demikian semoga bermanfaat

الَلّٰهُمَّ صَلِّ عَلیٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰی آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍﷺ
I Love Tareem


Mbah Jad (Kiai Mujajad)
PONDOK TIRAKAT KHAS NU

Jika di Banten ada Kiai Munfasir, di Nganjuk ada Kiai Mujajad atau dipanggil Mbah Jad. Nganjuk seperti tak pernah absen melahirkan orang-orang alim disetiap zaman. Maha Guru ulama tanah Jawa yang masyhur itu, Kiai Zainudin Mojosari Nganjuk seakan terlahir disetiap era. 

Mbah Jad yang usianya saya perkirakan 70 tahunan tidak menikah, atau istilah santrinya uzubah. Hingga saat ini beliau istikomah berpuasa dan mengkonsumsi nasi jagung dan lauk tak bernyawa. Santri Jawa menyebutnya ngrowot.

Selain riwayat pendidikannya, saya tidak banyak tahu asal usul Mbah Jad. Tapi pengakuan dari Dzuriyah KH. Abdul Karim, dan keunikan pribadinya membuat saya harus berkunjung ke pesantrennya. 

Pesantren Mbah Jad, berupa kamar-kamar kecil yang terbuat dari kayu dan bambu. Gotakan-gotakan kecil itu dihuni oleh 30 santri.

Tidak banyak memang, karena rekruitmennya cukup sulit. Sarat masuk menjadi penghuni pesantren ini harus puasa ngrowot 40 hari, 1 tahun, 2 tahun sampai 3.5 tahun. Setiap santri baru diberi masa puasa berbeda-beda. Setelah lulus dilanjutkan puasa dawud.

Perbedaannya dengan di Kiai Munfasir Banten, di Mbah Jad santri diajari 12 disiplin ilmu secata lengkap, tauhid, fikih, tafsir, nahwu, shorof, mantiq, badi bayan maani, arud qawafi dst. Di Kiai Munfasir tidak selengkap itu.

Perbedaan lainnya di Kiai Munfasir sarat masuk menjadi santri, pola makan harian dan disiplin dzikir lebih ekstrim. 

Sedangkan kesamaan paling menonjol adalah kebersihan. Yup, sangat bersih. Kesamaan lain, ketersediaan air bersih, jernih dan melimpah. 

Mbah Jad, adalah sisi lain wajah Nahdhatul Ulama. Ormas Islam yang saya sebut sebagai penangkaran ajaran-ajaran Nabi yang sangat kaya. 

Ada sosok seperti Abu Bakar yang menjadi soko guru yang kebapakan, ada seperti Imam Ali intelektual yang gagah perkasa, ada seperti Sayidina Umar negarawan yang menjadi arsitek imperium besar Islam, ada seperti Sayidina Utsman Konglomerat dengan banyak kolega. 

Ada pula seperti Abu Dzar miskin tapi revolusioner. Singkatnya 124 ribu sahabat sepeninggal Nabi, adalah cetakan hidup atas ajaran Nabi. Nabi tidak membuat 124 ribu itu dalam satu cetakan dan ukuran tunggal. Dan NU yang melestarikannya. Di NU Anda bisa memilih model mana yang cocok dengan kepribadian dan passion Anda dalam berIslam.

Kiriman Nyai Martagati (Nahdlatul Ulama 3)


Kiai Wahab Hasbullah dituduh Masyumi sebagai Kiai PKI

Aksi tuduh menuduh sebagai PKI yang terjadi hari ini hanyalah perulangan sejarah pahit yang pernah dialami oleh kiai dan warga NU dulu. KH. Wahab Hasbullah, tokoh sentral NU tak luput dari tuduhan sebagai kiai PKI. 

Jika dulu yang sering teriak PKI adalah kelompok Islam modernis yang tergabung dalam partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) maka sekarang yang kerap teriak PKI adalah keturunan Masyumi atau anak didiknya. Pola pikirnya tetap sama, benci Soekarno, anti NU dan kerap membuat gonjang-ganjing pemerintahan karena dikenal sebagai produsen hoax. 

Masyumi yang dulu berambisi ingin menegakkan formalisasi Islam di Indonesia kini berlanjut dengan munculnya organisasi atau gerakan radikal penerusnya. Jargon-jargon dan simbol-simbolnya sering kita lihat yakni mereka yang alergi dengan Pancasila dan selalu mendengungkan khilafah atau NKRI Bersyariah. 

Betapa bencinya Masyumi kepada Kiai Wahab Hasbullah, kelompok modernis ini menuduh kiai Wahab gila jabatan bahkan mereka berstatemen: "Jika tempurung kepala Kiai Wahab ini dibuka maka akan ada gambar palu aritnya". Astaghfirullah. Sangat sadisnya perlakuan kaum ini pada kiai NU. 

Kebencian Masyumi pada NU karena NU mufaraqah alias pisah dari Masyumi. NU tidak mau lagi dikibuli oleh kaum pengasong agama. NU dibawah kepemimpinan Rais Aam KH. Wahab Hasbullah keluar dari Masyumi pada 1952 karena kecewa dengan sikap politik Masyumi yang mengabaikan peran ulama pesantren. Masyumi sebagai partai yang berwajah Islam modernis tidak mau mengakomodasi kepentingan pesantren yang berbasis Islam tradisionalis. 

Hadirnya NU di Masyumi hanya sebagai alat untuk mendulang suara politik. Peran besar NU di Masyumi hanya dijadikan mainan dan alat untuk meraup suara nahdliyin sebanyak-banyaknya. Masyumi selalu menang dalam pemilu namun tokoh-tokoh NU yang ada didalamnya hanya menjadi aksesoris benda mati yang tak punya kekuatan apapun. Kader-kader NU tak satupun yang mendapat jatah menteri. Kaum Masyumi benar-benar rakus kekuasaan. 

Wajah kaum radikal Neo-Masyumi (HTI wa akhawatuha) hari ini tetap sama dengan moyangnya. Anti pemerintahan yang sah, teriak PKI dan bernafsu mengganti ideologi negara. Terus menerus memproduksi sampah hoax yang kian busuk. Dulu mereka memberontak pada Soekarno, sekarang mereka mau memberontak pemerintahan Jokowi. 

Dulu Masyumi menggoyang pemerintahan karena terlibat pemberontakan PRII (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang akhirnya Masyumi dibubarkan Soekarno. Ideologi memberontak sebagaimana ciri khas kaum radikalis saat ini memang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Bukan sesuatu yang aneh. 

Jika dulu Soekarno membubarkan Masyumi maka kemarin Jokowi membubarkan HTI. Dua kelompok pemberontak yang sangat berbahaya bagi NKRI. Hanya mengulangi sejarah. Jika Masyumi membenci NU maka jelaslah jika HTI juga membenci NU. Jika Masyumi suka teriak PKI bahkan menuduh kiai NU sebagai kiai PKI maka jelas HTI juga hobi teriak PKI. Kebencian yang diwariskan. Alhamdulillah. Dua kelompok pembenci NU inipun akhirnya tumbang. 

Dulu PKI-nya memang berideologi komunis, pernah masuk dalam pemerintahan Soekarno dengan kabinet Nasakomnya. PKI dihadang oleh NU dengan terwakilinya NU masuk dalam pemerintahan Soekarno. Dan akhirnya PKI tumbang karena diganyang oleh warga NU pasca meletusnya G 30 S/PKI.

Kini, PKI hadir dengan gaya baru. Komunis berbaju agamis alias bangkitnya generasi baru Masyumi yang berupaya mengganti ideologi Pancasila. Wajah baru namun ideologi usang. Jargonnya tetap formalisasi Islam dengan dalih kembali pada Piagam Jakarta, menegakkan bunyi sila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". 

Tak perlu lagi kaget dan heran jika hari ini wajah muda Masyumi terus-menerus teriak PKI. Membuat bendera PKI sendiri, cetak sendiri, sablon sendiri dan bakar-bakar sendiri. Siapa yang tak sejalan dengan agenda formalisasi syariah akan diteriaki PKI. Jadi merekalah sejatinya PKI atau PKI gaya baru, Pengasong Khilafah Islamiyah. Waspadalah! 

_Oleh *Ust Suryono Zakka* Aswaja Sumsel_

Kiriman Gus Argo (Nahdlatul Ulama 3)


HATI (QOLBU)

قلب الانسان كلما ازداد معاصى أصبح قاصي

Hati manusia ketika bertambah maksiat maka menjadi keras

كلما طهر القلب رق

Jika hatinya suci maka menjadi lembut

فاذا رق راق

Jika hatinya lembut maka hati menjadi bersih

وإذا راق ذاق

Jika hatinya bersih maka hati dapat merasakan (bashiroh)

وإذا ذاق فاق

Jika hatinya merasakan maka hati bertambah peka

وإذا فاق اشتاق

Jika hati bertambah peka maka bertambahlah rindu

وإذا شتاق اجتهد

Jika hatinya rindu maka hati akan mencurahkan seluruhnya

وإذا اجتهد هبت عليه نسائم الجنة

Dan apa bila hati telah mencurahkan seluruhnya maka akan terhembuslah aroma surga untuknya

فيفرح بطاعة الله

Maka ia akan berbahagia dengan melakukan ketaan kepada Allah

وإن فرح بطاعة الله عرف الله

Jika ia berbahagia dengan melakukan ketaatan kepada Allah maka ia akan mengetahui Allah

ومن عرف اغترف

Barang siapa mengenal Allah maka ia akan tenggelam (dalam kenikmatan)

ومن اغترف نال الشرف

Dan jika ia telah tenggelam maka ia akan mendapatkan kemuliaan

اللهم اجعلنا ممن راقوا وذاقوا وفاقوا واشتاقوا واجتهدوا لطاعتك

Ya Allah jadikanlah kami orang yang hatinya lembut, yang merasakan (bashiroh) serta bertambahnya rindu, dan bersungguh-sungguh taat kepada-Mu

فغشيتهم رحمتك لدخول جنتك

Maka kasih sanyang-Mu yang luas itu dapat memasukan mereka kedalam kesurga-Mu

ورزقتهم بكرمك لذت النظر الى وجهك الكريم 

Dan sebab kemulian-Mu, Engkau memberikan mereka kelezatan dengan melihat Wajah-Mu yang Mulia

جلا جلالك وتقدست أسمائك وصفاتك

Maha Agung Engkau, dan Maha Suci Namamu serta Sifatmu.

Kiriman Gus Asep Wahyu (Aliansi Santri NUsantara)

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget