SINGHASARI ( SINGOSARI )
situs andalannya justru bekas pendopo istananya. Tapi sampai saat ini masih misterius, karena ada dugaan ditutup mantra oleh generasi penerusnya agar kesucian dari lokasi terkunci / terjaga sekaligus tersembunyi secara multidimensi. Disana ada peristiwa mengharubiru ketika runtuhnya Kerajaan SINGHASARI, dimana telah gugur "secara gagah berani" : SRI MAHARAJA KERTANEGARA (Raja), MPU RAGANATHA (Penasehat Militer) dan PANJI ANGRAENI (Panglima Pengaman Istana) dalam keroyokan besar pasukan Gegelang Jayakatwang.
Sejarah mencatat dengan keliru seakan-akan mereka semuanya sedang mabuk-mabukan ketika diserang dan mati dalam suasana pesta. Padahal sang raja yang saat itu bertekat melindungi mati-matian keluarganya di kaputren telah diberi pencerahan oleh Mpu Raganatha : "Tak pantas raja yang berdarah Singha mati di dalam kaputren, mari kita bertarung sampai akhir dharma kita dan beri kesempatan keluarga paduka mengungsi sejauh mereka bisa". Dengan hati pedih karena harus berpisah dengan keluarganya selama-lamanya, Kertanegara memerintahkan keluarganya mengungsi sejauh mungkin dari ibukota sementara sisa pasukan akan menahan laju serangan di balairung istana. Semua senjata yang tersisa dan beberapa minuman keras sengaja diperintahkan diletakkan disana. Mereka sengaja membuat keributan (dengan menabuh bunyi2an) guna menarik perhatian pasukan penyerang ke balairung, sehingga cukup waktu bagi keluarga istana untuk mengungsi.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang jumlahnya, ternyata sisa pasukan Singhasari mampu menahan serangan cukup lama walau harus ditebus dengan kematian semuanya .... Minuman keras yang ada di balairung digunakan menghilangkan rasa sakit dan mencuci warangan (racun) senjata yang melukai mereka. Pegaruhnya memang ada, mereka bertempur bak kesetanan dan mengambil korban cukup banyak dari pihak Gegelang. Perintah raja kepada Panji Angraeni yang cukup membekas sampai sekarang adalah : Angraeni jangan kamu berani mati, sebelum seluruh keluargaku menjauh dari ibukota dan selamat dalam perjalanannya. Perintah dilaksanakan dengan sempurna, bahkan ketika sang seniornya gugur terlebih dahulu (Mpu Raganatha) maupun sang raja, Panji Angraeni bertarung dengan tubuh yang sudah tercabik-cabik demi menjalankan perintah sang raja. Raungan keras akibat rasa marah dan luka yang diderita semakin memperjelas eksistensinya sebagai keluarga besar Narasinghamurti (Singa Suci yang bersuara keras). Gugur setelah semua senjata di pendopo habis digunakan dan terakhir menggunakan panji pataka Singhasari sebagai alat perlindungan dan menyerang. Ketika gugur dalam posisi menyembah pada jenazah Sri Kertanegara, seakan menyampaikan berita bahwa tugas selesai dilaksanakan. Pasukan Gegelang menghormati ketiga jasad itu sebagai ksatria utama yang sampai akhir menjaga dharmanya, dengan menyerahkan jasad kepada sisa kerabat yang ada.
Atas kegigihan sang Panji Angraeni mengulur waktu, keluarga Kertanegara yang terpecah dalam 4 rombongan terselamatkan, dan dikemudian hari mampu bersatu dan mengadakan serangan balik Jayakatwang di Daha serta mendirikan Kerajaan WILWATIKTA (Majapahit). Kejadian di pendopo istana di abadikan dalam "KIDUNG PANJI ANGRAENI", suatu kidungan mistis yang wingit dimana ketika dilantunkan kita akan dibawa seakan-akan menjadi saksi mata peristiwa itu ..... rasa pilu, bangga, pedih, sakit dan segalanya seakan menyergap siapapun yang mendengarnya. Termasuk alam akan bertingkah liar dan gundah, mendengar kidung yang bersaksi atas keberanian dan ketulusan pengabdian Sang Panji Angraeni. Beliau adalah penjaga istana dan keluarga raja, itulah sebabnya penghormatan tertinggi diberikan oleh Dyah GAYATRI SRI RAJAPATNI (putri bungsu SRI KERTANEGARA dan istri SANGRAMA WIJAYA pendiri Majapahit) dengan menciptakan kidung tersebut. Bahkan putri beliau yang kemudian menjadi Rani Majapahit : SRI TRIBHUWANATUNGGADEWI MAHARAJASA JAYAWISNUWARDHANI secara khusus memerintahkan Mahapatihnya : GAJAHMADA agar memugar candi makam bagi ketiga pahlawan besar SINGHASARI.(FB Cakra Surya Mataram)
Kiriman Saudara Dody
Posting Komentar