Buah Al-Qur'an adalah Kebahagiaan Dunia Akhirat" (KH. Munawwir)


"Buah Al-Qur'an adalah Kebahagiaan Dunia Akhirat" (KH. Munawwir)

"Bagi siapa saja yang hafal Al-Qur'annya  sudah lancar, dalam menjaga hafalannya bisa dilakukan dimanapun, dia berada dan tidak harus sambil membaca dan duduk saja, tetapi bisa dilakukan sesuai dengan keadaan apa yang dilakukan semisal sambil berjalan, sambil rebahan, sambil naik kendaraan dan lain sebagainya" (KH. Raden Abdul Qodir Munawwir)

"Al-Qur'an adalah Kalamullah yang dimuliakan oleh Allah sendiri. Sesuatu yang Allah untuk dimuliakan jangan sampai disepelekan. Maka anak-anak kalau sudah pulang ke rumah, berumah tangga, bekerja, jangan sampai dilupakan (hafalan dan bacaan) Al-Qur'annya"
(KH. Raden Najib Abdul Qodir Munawwir)

Alhamdulillah di tengah merebaknya virus corona yang makin hari makin mengkhawatirkan ini kita masih dapat beraktivitas. Meski kewaspadaan harus tetap dijaga, karena sewaktu penyakit apapun termasuk Corona yang telah menjadi wabah pandemi dunia ini. Seraya berdoa agar mereka yang terkena musibah ini bisa segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT.

Pada Jum'at kemarin, alhamdulillah kami masih dapat melaksanakan sholat jum'at berjamaah dengan khidmat di Masjid Al-Munawwir Krapyak. Meski harus sholat dengan tanpa beralaskan karpet, namun jamaah yang datang dari kalangan santri maupun masyarakat sekitar pesantren tetap datang menunaikan ibadah sholat jum'at di masjid yang berada di areal pesantren yang telah menjadi kawah candradimuka para Ahlu Qur'an dari berbagai penjuru tanah air.

Dalam sholat jum'at ini, terdapat sedikit perbedaan dari sholat jum'at sebelumnya. Dimana Setelah i'tidal di rokaat kedua, sang imam mengangkat tangan seraya membaca qunut nazilah. Doa ini dipanjatkan karena virus corona semakin mengganas dan menimbulkan banyak korban jiwa. Setelah sholat berlangsung, sebagian jama'ah berusaha menghindari berjabat tangan. Hal ini sebagai antisipasi agar virus Corona yang bermula dari Wuhan, Tiongkok tersebar.

Selepas dzikir, terlihat KH. Muhtarom Busyro di belakang saya. Maka saya pun meluangkan bercengkrama sejenak dengan salah satu dzurriyah Mbah Munawwir tersebut, setelah sebelumnya sempat berjumpa dalaman Haul Masyayikh Krapyak beberapa bulan silam. Penulis Shorof Metode Krapyak ini begitu menyimak pemaparan kami tentang sanad Qiro'at, karena kedatangan kami ke Krapyak ini memang untuk melanjutkan penelitian tentang sanad Qiro'at KH. Munawwir dan jejaring keilmuannya.

Maka Kyai Muhtarom mengarahkan saya untuk sowan langsung ke KHR. Najib Abdul Qodir yang sedang duduk santai sambil bercengkrama dengan jama'ah. Maka tak menunggu waktu lama, bersama beliau saya pun menghampiri pengasuh utama Pondok Pesantren Al-Munawwir ini yang didirikan oleh kakeknya. Bersama beliau, kami menyimak kalam-kalam mulia Hafidz Qiro'ah Sab'ah ini sambil berdiskusi cukup panjang.

Tak cukup di samping masjid, Menantu KH. Salman Dahlawi, Popongan, Klaten ini pun mengajak untuk bergeser ke kediamannya untuk melanjutkan pembicaraan yang berada tak jauh dari masjid. Di ndalemnya kami bisa bisa face to face (berhadap-hadapan) dengan beliau berdua. Di rumah yang sederhana itu, putra pasangan KHR. Abdul Qodir Munawwir dan Nyai Raden Mursyidah ini banyak bercerita kepada kami tentang kisah kisah perjuangan dakwah ulama-ulama pejuang Al-Qur'an di Tanah air.

Sembari melanjutkan perbincangan tadi di Masjid, beliau menunjukkan foto kakeknya, KH. Munawwir (1870-1942) yang telah dipigorakan. Disinyalir terdapat kesalahan dari banyak foto yang beredar. Foto KH. Munawwir yang banyak beredar itu adalah sebenarnya foto  KH. Shofawi, ayahanda dari KH. Abdur Rozaq Shofawi (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta). Menurut Mbah Najib, foto KH. Munawwir berada di depan rombongan para ulama terdokumentasikan dalam foto jadul tersebut. Wallahu a'lam. (Lampiran Foto di Kolom Komentar).

Mbah Najib (sapaan akrab KHR. Najib Abdul Qodir) cukup banyak mengetahui sejarah Krapyak, karena tercatat sebagai salah satu tim penulis Sejarah KH. Moenauwir, Pendiri Pondok Pesantren Krapyak Jogjakarta pada tahun 1975. Saat itu beliau satu tim bersama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj (sekarang Ketua Umum PBNU) yang pernah mondok di Krapyak setelah mengaji di Lirboyo, sebelum melanjutkan studi ke Universitas Ummul Qurro', Makkah Al-Mukarramah.

Mbah Najib pun juga berkisah tentang pengalamannya saat mengaji kepada KH. Arwani Amin, Kudus yang merupakan murid kesayangan  kakeknya. KH. Munawwir pernah berwasiat bahwa kepada santrinya, bahwa jikalau beliau telah meninggal, maka bagi siapa saja yang ingin Ngaji Qiro'at Sab'ah, maka mengajilah kepada Arwani. Maka mengajinya Mbah Najib ke Kyai Arwani adalah melanjutkan wasiat kakeknya, karena dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ayahanda KHR. Abdul Qodir Munawwir hanya sampai 15 Juz setoran Qiro'at Sab'ah kepada aayahandanya sedangkan beliau saat itu masih berusia 6 tahun.

Dalam memori Mbah Najib saat berangkat ke Kudus, beliau ditemani Kh. Ahsin Sakho Muhammad, Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an 2005-2014 dengan naik  "kol pick up", mobil angkutan saat itu. KH. Ahsin Sakho yang juga pengarang Mamba' al-Barokat fi Sab'i Al-Qiro'at saat itu juga ikut menulis salinan Faidh al-Barokat fi Sab'i Al-Qiro'at karya Karya Arwani yang dikarang ketika ngaji kepada KH. Munawwir. Menurut Mbah Najib, Kyai Ahsin itu bagus khotnya (tulisan arabnya).

Selama sekitar lima tahun di Kudus, beliau mengaji ke KH. Arwani dan KH. Hisyam Hayat (Pendiri Pondok Pesantren Roudlotul Mardiyah, Kudus). Sembari menyetorkan hafalan, beliau juga menyalin kitab Faidh al-Barokat, sebagaimana diperintahkan oleh Kyai Arwani bagi siapa saja yang mengaji kepadanya. Setelah menyelesaikan setoran hafalan Qiro'at Sab'ah, maka Mbah Najib pun kembali ke Krapyak untuk membantu pamannya KH. Ahmad Munawwir yang menggantikan abahnya KHR. Abdul Qodir Munawwir yang wafat pada tahun 1961. 

Dikutip dari catatan Kang Zia Ul Haq, Alumni Pondok Pesantren Al-Munawwir yang dimuat di website al-munawwir.com. Terdapat kisah menarik, saat Mbah Najib akan boyong dari Kudus. KH. Hamid Abdul Qodir, dimana adiknya juga ingin mengaji Qiro'at Sab'ah kepada KH. Arwani, setelah khatam kepada KH. Mufid Mas'ud yang merupakan pamannya yang sempat tinggal di krapyak, sebelum  kemudian mendirikan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Jogjakarta. 

Saat itu KH. Arwani berkata demikian:
“Alhamdulillah. Wis, Gus. Saiki aku lego, aku wis ora duwe utang.”

Hal ini beliau sampaikan sebab pernah diwasiati Mbah Munawwir untuk mengajarkan qira’ah sab’ah kepada anak cucu gurunya itu. Setelah sekian lama, barulah Kiai Najib yang pertama kali khatam qira’h sab’ah dari kalangan anak cucu Mbah Munawwir.

Mbah Arwani kemudian memandang Kiai Hamid sambil dhawuh, “Yen slirane arep ngaji sab’ah, cukup karo mas e wae, podo karo ngaji karo aku.” (Jika kamu ingin mengaji (Qiro'ah) Sab'ah, cukup dengan kakaknya (Mbah Najib) saja, itu sama halnya mengaji kepada saya).

Dalam sowan kali ini, banyak hal lain yang kami diskusikan tentang sejarah ulama' Qur'an di Nusantara. Terlihat begitu bersemangat beliau menostalgia masa lalunya yang penuh kenangan. Seperti saat mengisahkan pengalamannya bersama Syekh Azrai Abdurrauf al-Mandaili, Medan saat beliau bertemu di Makkah. Saat itu Kyai Najib sedang mengikuti Musabaqah Hifdzil Qur'an setelah berhasil meraih juara di MTQ Aceh. Di tengah-tengah larutnya kami dalam berdiskusi, datang santri beliau menghidangkan makan siang berupa bubur makaroni dengan suwiran ayam yang cukup nikmat. 

Cukup banyak petuah nasehat, dan kisah yang beliau sampaikan. Beliau berpesan untuk terus bersemangat dan telaten dalam menelusuri sanad dan sejarah ulama nusantara. Karena begitu banyak hikmah yang bisa kita petik dari mempelajari kisah hidup mereka yang penuh dengan suri tauladan sebagai bekal hidup di dunia hatta akhirah.

Sebenarnya kami ingin berlama bercengkrama dengan ulama Ahlul Qur'an yang sangat meneduhkan ini. Masih banyak pertanyaan yang ingin kami ajukan kepada kakak Kandung KH. Hamid Abdul Qodir, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur'an Maunah Sari, Kota Kediri. Namun karena waktu sudah menjelang sholat ashar, maka saya harus menyudahi sowan kali ini. Karena terlihat sudah letih dan membutuhkan istirahat karena nanti sore juga akan keluar dan menyimak hafalan santri di malam harinya.

Semoga silaturrahmi dengan guru mulia kami, KHR. Najib Abdul Qodir ini terus terjalin. Sungguh kami patut bersyukur bisa berjumpa dengan beliau, meski kami belum sempat membaca Al-Qur'an di hadapan beliau. Harapan alfaqir adalah semoga terciprat keberkahan samudera ilmu sebagai bekal hidup di dunia hatta akhirah.

Kepanjen, 23 Maret 2020 
Muhammad Abid Muaffan

Disarikan dari Sowan bersama KHR. Abdul Qodir, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Jogjakarta, 20 Maret 2020
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget