KH. Adang Badruddin Sang Pengarang Nadzom berbahasa Sunda
Dawuh Nabi jaga di akhir zaman “Umat teu daraek ngaji ka ajengan Dicobana ku Allah tilu cobaan Ka hijina jalma maot teu imanan Kaduana dilaan berkah kasabna Sabab teu apal kana elmu-elmuna
Katiluna dicoba ku sulthon dzolim Bongan jalma osok ngajauhan alim, Dawuh Nabi saha jalma pipisahan Ti ulama nyingkir malah ngajauhan Maka paeh hatena eta jalma teh jeung lolong tina tho’at ka gusti Allah
#Terjemahan :
Dawuh Nabi pada akhir zaman Umat (umat Islam) (banyak yang) tidak mau ngaji ke Ajengan (Kiai atau Ulama), Dengan keadaan itu, Allah akan memberikan tiga macam cobaan Yang pertama seseorang meninggal tanpa membawa iman.
Yang Kedua, dicabut keberkahan dari hasil apa yang ia usahakan karena tidak tahu perihal ilmu-ilmunya, Yang Ketiga, (umat akan) diuji dengan diberikan bagi wilayahnya pemimpin yang zalim Disebabkan orang-orangnya menjauhi ulama
Dawuh Nabi siapa orang yang tidak suka dekat-dekat/berpisah * dari Ulama, menyingkir malah terus tambah jauh. Maka orang yang menjauh itu akan mendapati hatinya mati dan tersesat dari taat kepada Allah Subhanahu wa taala
Demikian satu syiir di antaranya syiir lainnya yang masyhur di kalangan masyarakat luas, khususnya pada masyarakat di tataran suku Sunda. Syiir ini digubah oleh salah satu ulama Jawa Barat yang tersohor. Namun semesta patut bersedih sebab sang penggubah syiir tersebut belum lama mangkat.
Masih terhitung jari, jumlah hari wafatnya salah satu ulama bumi Pasundan yang dimaksud. Hari Senin kemarin (03/08) yang begitu cerah seakan menunjukkan, betapa alam berseri mengantarkan ruh KH Adang Badruddin untuk segera bertemu ‘Sang Kekasih’nya.
KH Adang Badruddin, atau masyarakat biasa mengenalnya beliau dengan nama Mama Cipulus atau Abah Adang, adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus Purwakarta. Mama Cipulus juga Ketua Umum Forum Silaturahim Guru Ngaji Nusantara (FSGN Nusantara), serta beberapa penasehat dalam lembaga-lembaga berskala Nasional. Termasuk Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat.
Mama, adalah sebutan masyarakat Sunda bagi sosok yang ditokohkan dan menguasai ilmu agama. Mama sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berasal dari Rama, panggilan kepada Bapak/Ayah/Guru dengan aksen Sunda yang sangat halus, sebagaimana kita mengenal sebutan Ajengan yang memiliki makna yang sama. Adapun Cipulus, adalah tempat pesantren beliau didirikan, salah satu daerah yang ada di Purwakarta.
Mama Cipulus/Abah Adang terkenal sebagai salah satu ulama karismatik di Jawa Barat. Abah Adang juga mengasuh pesantren yang sudah berdiri lawas. Secara tutur, Pesantren Al-Hikamussalafiyah sebenarnya pesantren yang sudah didirikan sejak tahun 1840. Didirikan oleh K.H Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim yang akrab dengan panggilan Ajengan Emed, Ia santri kesayangan Maulana Syeh Yusuf, Ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad Ke – 19. Sebab berbagai macam tindakan represif masa penjajahan, pesantren ini harus dibubarkan. Namun kegigihan para pendirinya membuat pesantren ini tetap berdiri sampai saat ini. Meskipun pada 1954, di mana terjadi pemberontakan DI/TII, pesantren ini sempat vakum demi kemaslahatan para santri dan seluruh penghuninya.
Selain mengasuh pesantren, beliau juga merumuskan pemahaman-pemahaman Islam melalui pendekatan masyarakat Sunda setempat. Pengalaman berkesan penulis mengikuti pengajian beliau, adalah ketika bersama membaca dan menghafal kitab syair-syair beliau bersama santri-santrinya, termasuk beberapa ijazah-ijazah kitab dan zikir. Terhitung, Abah Adang menulis kitab-kitab nadzamyang membahas tentang Tauhid, Fikih dan Syariat. Keseluruhannya menggunakan Bahasa Sunda. Kitab tersebut di antaranya;
Nadzam Durusu al-Fiqhiyyah Sunda Jilid Kahiji (Jilid 1)
Nadzam Durusu al-Fiqhiyyah Sunda Jilid Kaduwa (Jilid 2)
Keduanya berisi nadzam-nadzam tentang perkara-perkara fikih.
Cacarakan ‘Aqoidu al-Iman (Berisi nadzam-nadzam perkara-perkara tentang perkara ketauhidan)
Nadzam ‘Aqoidu al-Iman fi ‘Aqidati al-‘Awam; Kengin Nuqil Kitab Tijan Darori.
(Kitab ini berisi nadzam-nadzam yang membahas nukilan dari ibaroh dan matan dari kitab Tijan Darori. Sebagaimana diketahui Kitab Tijan Ad-Darori adalah buah karya Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani (1813-1897) yang merupakan syarah (penjelasan) bagi kitab Risalah Fi Ilmi Tauhid karya Imam Ibrahim Al-Bajuri (1783-1860).
Selain itu, beliau juga banyak mengumpulkan beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang digubah ke dalam syair bahasa Sunda, sebagaimana satu diantaranya kami kutip di muka. Metode vernakulasi (penyesuaian dengan bahasa daerah) yang dilakukan Abah Adang dirasa tepat sasaran. Melalui metode ini masyarakat sekitar dapat memahami ilmu fikih dan tauhid dengan cara yang mudah dan ringan. Dengannya pula, Islam dapat dikontekstualisasikan dengan pendekatan yang ramah dan menyenangkan.
Oleh: Sufyan Safi'i
(Dosen Ma’had Aly Assyidiqiyah Jakarta)
Editor: Haddi VJB (Aswaja Media)
Kiriman : GMNU 4
Posting Komentar