KEJAWEN BUKAN ALIRAN KEBATINAN
Agama pendatang selalu membuat opini, bahwa Kejawen itu adalah Aliran Kebatinan. Hal ini dilakukan oleh agama pendatang, agar para penganut Kejawen yang masih muda dan tidak tahu apa-apa merasa malu mengatakan bahwa dirinya adalah Seorang Kejawen.
Sebab jika Kejawen itu benar-benar Ilmu Kebatinan, pernyataan diri sebagai Seorang Kejawen merupakan pernyataan yang setara dengan saya adalah dukun.
Dengan opini tersebut, agama pendatang berhasil membuat orang-orang Jawa yang dikenal sangat mempunyai sifat merendah tersebut enggan menyatakan dirinya sebagai Seorang Kejawen.
Kejawen adalah sebutan bagi penganut Agami Jawi, seperti orang Kristen disebut sebagai Kristiani atau Nasrani, sedang orang Islam disebut sebagai Muslim, dan lain sebagainya.
Seorang Kejawen adalah orang yang mempunyai niat dari dalam dirinya, untuk melakukan apa-apa yang tidak menyakiti pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb), karena dalam falsafah Agami Jawi adalah berbudi luhur, yang artinya memiliki pikiran dan prilaku yang luhur
Kebanyakan agama yang ada, sadar atau tidak mereka selalu diajak kepada struktur dari pemahaman agama itu sendiri. Bagi sebagian agama, justru ada kursus-kursus atau sekolah (di luar sekolah formal) yang memberi pengajaran atau pendalaman. Tentunya tidak gratis.
Bagi Seorang Kejawen, mereka hanya disarankan untuk memperdalam Olah Roso yang akan dengan mudah dapat dipelajarinya melalui puasa mutih Senen – Kamis. Setelah seorang Kejawen dapat merasakan manfaat Olah Roso, ia pasti sudah dapat naik lagi ke tahap selanjutnya.
Bagi beberapa agama menyarankan atau bahkan diharuskan jika mampu, untuk melakukan napak tilas secara fisik, yakni dengan diiming-imingi hadiah (penghapusan dosa) bagi yang melakukan hal tersebut.
Dengan logika ini (penghapusan dosa), dapat dikatakan justru mendiskriditkan Tuhan Yang Maha Esa, yang seolah-olah memiliki pola berbisnis terhadap mahluk ciptaanNya sendiri.
Kasihan ya yang nggak mampu, karena seolah Tuhan Yang Maha Esa membedakan orang kaya dan orang miskin. Semakin miskin seseorang di dunia, mereka pun tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk surga. Karena tidak memiliki biaya yang besar untuk napak tilas tersebut.
Bagi seorang Kejawen hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena seorang Kejawen yang telah benar melakoni puasa mutih dan Olah Roso pasrah dan ikhlas, mereka pasti sudah dapat napak tilas secara nonragawi. Tidak seperti agama lain yang harus melakukan napak tilas secara fisik.
Dalam Kejawen maka peribahasa “Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian”
adalah sangat cocok. Peribahasa di atas menggambarkan, bedanya Agami Jawi dengan agama-agama pendatang lainnya.
Di dalam Kejawen, maka Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menghukum ciptaannya sendiri. Hal ini dikarenakan, bahwa semua agama di dunia meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa bisa membuat apa saja, dan sempurna. Begitu juga yang diyakini oleh seorang Kejawen.
Jadi intinya, buat apa Tuhan Yang Maha Esa harus menghukum mahluk ciptaanNya sendiri? Karena Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya dapat membuat manusia sempurna. Memangnya Tuhan Yang Maha Esa, seperti orang Belanda yang menggagas madurodam.
Selain itu, kita sama-sama yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tahu apa saja yang akan terjadi, atau akan menimpa dunia. Tetapi mengapa ada malapetaka? Malapetaka itu ada karena pola interaksi kita tidak harmonis dengan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb).
Bagi kebanyakan orang, Kejawen hanya dianggap sebagai kebudayaan, sehingga pada akhirnya pun pengurusan Kejawen dimasukan kepada Departemen Kebudayaan. Hal ini memang merupakan pembusukan yang terstruktur terhadap Agami Jawi itu sendiri.
Agama Jawi merupakan agama yang bertumpu pada Olah Roso, atau dengan kata lain, bertumpu pada pengolahan bathin.
Banyak pembodohan yang dilakukan oleh agama-agama pendatang, karena mereka sangat berkepentingan bagi perluasan agama mereka sendiri, yang pada akhirnya mereka pun memiliki kepentingan bagi perluasan secara ekonomi.
Istilah batin dan Kebatinan adalah dua hal yang sangat berbeda. Tetapi dengan kepintaran agama pendatang memelintir itu semua, membuat nasib Kejawen seperti sekarang ini. Olah batin itu memiliki ruang yang luas, ada yang untuk mengenali diri sendiri yakni Olah Roso.
Olah Batin bukanlah Kebatinan, seperti yang sering dikatakan oleh orang-orang dari agama import.
Oleh : Rahayu
Kiriman Grup GMNU 4 (Generasi Muda Nahdlatul Ulama)
Posting Komentar