KAROMAH SYEKH IBNU HAJAR AL - HAITAMI SAAT DI CEREWETI ISTRINYA


KAROMAH SYEKH IBNU HAJAR AL - HAITAMI SAAT DI CEREWETI ISTRINYA.

-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami hidup dalam kemiskinan selama 4 tahun. Dia tidak pernah makan daging karena tidak punya uang untuk membelinya, walaupun sesungguhnya dia sangat menginginkan.

Istrinya juga sejak lama ingin mandi di pemandian umum khusus air panas. Akan tetapi Imam Ibnu Hajar tidak mampu membelikan tiket masuknya. “Bersabarlah, istriku, saya kumpulkan uang dulu untuk ongkos masuk ke sana,” kata dia.

Biasanya ketika Allah membukakan rezeki kepada beliau, maka disisakan sedikit sampai terkumpul setengah riyal, lalu diberikan kepada istrinya.

Setelah uangnya terkumpul, istrinya pergi ke pemandian air panas. Sesampai di sana, dia meminta penjaganya untuk membukakan pintu untuknya tapi ditolak.

Penjaga berkata, “Hari ini saya tidak akan membukakan pintu ini untuk siapapun, karena istri Syekh Al-Alim Al-Faqih Muhammad Ar-Ramli sedang berada di dalam bersama para sahabatnya. Dia berpesan agar jangan membukakan pintu untuk siapapun pada hari ini. Dia telah memberi kepada kami semua ongkos yang biasa masuk kepada kami setiap harinya, yaitu 25 riyal. Jika engkau ingin masuk ke pemandian datanglah besok pagi, kalau hari ini tidak bisa.”

Istrinya pulang menemui suaminya sambil mengembalikan uang setengah riyal. Dia berkata, “Orang yang berilmu sekarang adalah Syekh Muhammad Ar-Ramli. Istrinya hari ini masuk ke pemandian air panas dengan membayar 25 riyal dan tidak mengizinkan seorang pun masuk.”

Istrinya melanjutkan, “Lalu mana ilmumu? Sudah fakir, sengsara, susah payah sendiri dan tidak mendapat apa-apa dari ilmumu. Ambillah uang yang kamu kumpulkan berhari-hari ini!”

Mendengar ucapan istrinya, Ibnu Hajar berkata, ” ini tidak menghendaki dunia. Aku sudah ridha atas apa yang Allah takdirkan untukku. Jika kamu menginginkan dunia, mari kita ke sumur zamzam.”

Keduanya pergi ke sumur zamzam. Ibnu Hajar menimba sekali, ternyata satu timba yang diraihnya berisi penuh dengan uang dinar.

“Apakah segini cukup?” tanya beliau.

Istrinya menjawab, “Kurang.”

Beliau menimba untuk kedua kali. Ternyata isinya penuh dengan uang dinar lagi. “Apakah segini cukup?” tanya beliau lagi.

“Aku ingin tiga timba,” jawab istrinya.

Beliau menimba untuk ketiga kali dan isinya juga sama seperti sebelumnya.

Syekh Ibnu Hajar berkata kepada istrinya, “Aku suka fakir karena pilihanku sendiri. Kupilih untuk diriku sendiri apa yang ada dalam anugrah Allah. Adapun dunia, semuanya sama bagiku. Sekarang aku punya dua pilihan untukmu. Pertama, kembalikan semua uang emas ini ke dalam sumur zamzam dan engkau masih bersamaku, atau kamu bawa semua uang emas ini, kamu pulang ke rumah keluargamu dan kamu ambil talakmu dariku, karena aku tidak menginginkan dunia.”

Istrinya mencoba menawar, “Bagaimana kalau kita nikmati saja semua uang ini seperti yang dilakukan orang-orang?”

Ibnu Hajar berkata, “Tidak mau, kamu kembalikan semua emasnya ke dalam sumur atau kamu ambil semuanya, bawa pulang ke rumah keluargamu dan ambil talakmu.”

“Bagaimana kalau kita kembalikan satu timba saja ke dalam sumur?”

“Tidak mau, kamu kembalikan semua emasnya ke dalam sumur atau kamu ambil semuanya, bawa pulang ke rumah keluargamu dan ambil talakmu.

“Bagaimana kalau kita kembalikan dua timba dan yang satu timba kita simpan?”

“Tidak mau, kamu kembalikan semua emasnya ke dalam sumur atau kamu ambil semuanya, bawa pulang ke rumah keluargamu dan ambil talakmu.”

“Kita ambil satu dinar saja untuk bersenang-senang hari ini.”

“Tidak mau, kamu kembalikan semua emasnya ke dalam sumur atau kamu ambil semuanya, bawa pulang ke rumah keluargamu dan ambil talakmu.”

Akhirnya Istrinya berkata, “Kita kembalikan saja semuanya ke dalam sumur. Aku tidak ingin berpisah denganmu karena kita sudah bersama selama bertahun-tahun. Engkau telah memperlihatkan karamah ini tetapi harus berpisah di hari ini? Aku tidak mau.”

“Aku memilih bersabar saja bersamamu,” lanjut istrinya. “Aku semakin yakin hidup bersamamu, walau hidup dalam keadaan miskin. Demi Allah, aku akan bersabar dengan segala kesulitan hidup ini.”

Al-Qur’an memperingatkan adanya fitnah istri, anak-anak dan harta benda yang bisa menjadi sebab kelalaian dalam mewujudkan ketaatan, dan bahkan terkadang menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.

Sangat sesuai dengan konteks ini bila Allah memerintahkan ketakwaan dan berinfak di jalan Allah. Hal tersebut menjadi modal manusia dan jalan untuk membahagiakan dirinya di dunia dan akhirat. Setiap penyakit memiliki obatnya, sedangkan obat bagi penyimpangan adalah bersegera mewujudkan istiqamah dan menetapi jalan lurus amal dan ketaatan.

Sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat berikut,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٤) إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٥) فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٦) إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ (١٧) عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan dalam anugrah Allahlah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu, dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu, dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taghabun [64]: 14-18)

Allohumma solli wasallim wabarik 'ala sayyidina wamaulana Muhammad 

Kiriman Gus Asep Wahyu - Nahdlatul Ulama 3
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget