DITUDUH SEBAGAI PEMABUK TERNYATA PEMUDA INI MENDAPAT SALAM DARI BAGINDA NABI MUHAMMAD ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Imam Abu Yazid al-Busthami suatu malam bermimpi berjumpa dengan Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam jumpa di mimpi benar itu beliau berkata, “Besok engkau akan mengunjungi sebuah kota. Sampaikan salam dariku pada si Fulan yang tinggal di kota itu.”
Benar, dengan semangat yang meluap Abu Yazid mendatangi kota tersebut. Tetapi dia segera disergap ragu begitu mendengar penjelasan orang-orang bahwa sosok yang padanya Rasulullah menitip salam itu ternyata orang yang selalu menghabiskan waktunya dari bakda ‘Isyak sampai menjelang Shubuh di kedai khamar. Ah, barangkali mimpi itu keliru, pikirnya. Maka ia menghabiskan waktunya beri’tikaf di Masjid Jami’.
Tapi malam berikutnya Abu Yazid kembali didatangi Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan kala itu beliau menghardiknya, “Mengapa salamku belum kausampaikan?”
Gemetarlah sang Imam ketika bangun. Tapi pada siang itu begitu banyak orang yang meyakinkannya, “Tuan Syaikh, sungguh tak patut orang mulia sepertimu mendatanginya di tempat maksiat laknat. Dan sungguh kami tidak mengenalnya, kecuali sebagai pelanggan kedai mabuk-mabukan itu.”
Abu Yazid kembali menenggelamkan diri beri’tikaf di masjid. Dan malam itu di tengah tidurnya, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengancam, “Jika besok salamku tidak kausampaikan, kau takkan berjumpa denganku di akhirat.” Keringat dingin membanjiri tubuh Abu Yazid.
“Sungguh celaka kalau sampai terhalang dari jumpa Rasulullah,” batinnya.
Malamnya dengan menguat-nguatkan tekad dan membetah-betahkan malu, dia mendatangi kedai arak itu. Pelayan kedai menunjukkan tempat si Fulan duduk, orang itu tampak sedang bersendagurau dengan sekumpulan biang tuak yang kelihatan sedang mabuk berat semua!
Abu Yazid tertegung. Baru saja ia membalikkan badan hendak keluar kedai, terdengar ada yang memanggil namanya, “Hai Abu Yazid!”
Ia kaget sekali ternyata yang memanggilnya adalah si Fulan! Dari mana orang itu tahu namanya?
Fulan mengajaknya duduk dan memperkenalkannya dengan teman-teman minumnya. Setelah sejurus meramahtamahi kumpulan pemabuk itu, Abu Yazid diajak menyingkir sedikit untuk bicara bisik-bisik berdua.
“Kamu bawa kiriman buatku, ya?” Fulan menagih.
Abu Yazid mengangguk. “Salam dari Kanjeng Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
“‘Alaika wa ‘alaihis salam warahmatullaahi wabarakaatuh,” mata Fulan berkaca-kaca.
“Begini,” Fulan melanjutkan tanpa peduli pandangan mata Abu Yazid yang penuh tanda tanya, bagaimana bisa Rasulullah mengirim salam untuk pelanggan pusat maksiat ini, “sudah lama sekali aku tiap hari nongkrong di sini. Kaulihat orang-orang mabuk itu?”
Abu Yazid melirik mereka dan mengangguk. Fulan menepuk-nepuk bahunya.
“Kelompok mereka itu tadinya ada sekitar 40 orang. Sekarang tinggal delapan. Nah, salam dari Kanjeng Nabi ini penanda tugasku berdakwah di sini sudah selesai. Yang tersisah itu bagianmu, kuamanahkan padamu.”
Fulan meninggalkan Abu Yazid bersama sekumpulan orang teler yang menjadi jatah dakwahnya.
Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
Disarikan dari buku ‘Rihlah Dakwah Salim A. Fillah’.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
Kiriman M. Zainal Adib - Sahabat Sahabat Qudsiyyah
Posting Komentar