NGAJI BARENG KARO WONG NU
APAKAH ADA DALILNYA PERAYAAN MAULID NABI atau MANA DALILNYA PERAYAAN MAULID ..?
Pertanyaan ini sering kali dilontarkan oleh orang-orang yang menobatkan dirinya sebagai Pengikut Manhaj Salafi atau Wahabi.
Perlu diketahui, bahwa asalnya PERAYAAN Maulid (hari kelahiran) Nabi Saw, itu merupakan sebuah adat/kebiasaan yang dilakukan untuk memperingati dan mengagungkan Kelahirannya baginda Nabi Muhammad Saw, yang mana peringatan dan pengagungan terhadap kelahiran (Maulid)nya Nabi Saw, itu dianjurkan secara Syar’i.
Jadi perlu diperhatikan tiga hal dalam masalah Maulid Nabi Saw, ini :
1. Perayaan Maulid.
2. Pengagungan dan Peringatan Maulid.
3. Hakikat perkara yang ada didalam perayaan Maulid.
-Asal Perayaan Maulid Saw, itu ADAT/Kebiasaan.
-Pengagungan dan Peringatan Maulid (hari kelahiran) Nabi Saw, itu Syari’at.
-Hakikat perkara yang ada didalam perayaan Maulid itu Syari’at.
——————–
BENARKAH PERAYAAN MAULID NABI SAW, ITU ADAT ?
1. Sekitar lima abad yang lalu Al-Imam Jalaluddin Al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawab polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. . Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husnu al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut:
“عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”.
Artinya: “Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadits-hadits tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) yang melakukannya akan memperoleh pahala. Karena perkara seperti itu merupakan perbuatan mengagungkan tentang kedudukan Rosululloh dan merupakan menampakkan (menzhahirkan) akan rasa gembira dan suka cita dengan kelahirannya (Rasululloh) yang mulia. Orang yang pertama kali melakukan peringatan maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan Al-Muzhoffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun Al-Jami` Al-Muzhoffari di lereng gunung Qasiyun”.
2. Pernyataan Al-Imam Al-Hafizh Al-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “Al-Ajwibah Al-Mardliyyah”, :
“لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”.
Artinya : “Perayaan Maulid Nabi Saw, belum pernah dilakukan oleh seorangpun daripada kaum Al-Salaf Al-Sholeh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan baru ada setelahnya. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar senantiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan kelahirannya Nabi Saw, yang mulia. Mereka mengadakan jamuan-jamuan makanan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka berbagai-bagai sodaqoh, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”.
Kemudian al-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi Saw, menurut pendapat yang paling shoheh adalah malam senin, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat-pendapat lain. Oleh karenanya tidak masalah melakukan kebaikan ini dihari-hari yang istimewa ini baik siang maupun malamnya sesuai dengan kesiapannya saja, bahkan dianjurkan agar amalan baik ini dilakukan disepanjang hari dan malanya sebulan penuh.”
3. Pernyataan Al-Syaikh Al-Islam Khatimah Al-Huffadzh Amir Al-Mu’minin Fi Al-Hadits al-Imam Ahmad Ibn Hajar Al-`Asqalani :
“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.
Artinya : “Asal perayaan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukilkan dari Al-Salaf Al-Shaleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi meskipun demikian perayaan maulid mengandung kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barang siapa dalam perayaan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”. Al Hafidzh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan perayaan Maulid di atas akan adanya dalil yang tsabit (Shoheh)،Yaitu hadits riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim: “Ketika Rosululloh Saw, datang ke Madinah, beliau menjumpai kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura’ (10 Muharram), kemudian Nabi menanyakan kepada mereka? Mereka menjawab: Asyura’ adalah hari dimana Alloh menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa As. Maka kami berpuasa pada hari Asyura’ sebagai bentuk syukur kami kepada Alloh.”
Dari hadits ini bisa diambil satu faidah diperbolehkannya melakukan syukur kepada Alloh atas anugerah dari-Nya di hari tertentu, baik mendapatkan nikmat atau terlepas dari musibah, dan hal tersebut bisa dilakukan secara berulang kali setiap tahun. Bersyukur kepada Alloh dapat diwujudkan dengan berbagai ibadah, seperti sujud, puasa, sodaqoh dan membaca Al-Quran. Dan manakah nikmat yang lebih agung daripada kelahiran seorang Nabi, Nabi pembawa rahmat, di hari tersebut? Dari uraian ini dianjurkan untuk berusaha untuk menyesuaikan dengan hari kelahirannya agar sesuai dengan kisah Musa As, di hari Asyura’. (Al-Hawi lil-Fatawi li Al-Hafizh Al-Suyuthi jilid 1 hal :301).
4. Pernyataan Al-Hafizh Al-Dzahabi : “Orang yang pertama kali melakukan Maulid adalah penguasa Irbil, Raja Al-Muzhoffar Abu Sa’id Kaukabari bin Zainuddin Ali bin Buktukin (549-630 H, iparnya Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia. Ia memiliki riwayat hidup yang baik. Dan dia telah memakmurkan masjid Jami’ Al-Muzhoffari di lereng gunung Qasiyun. Bahkan Al-Dzahabi berkata: “Ia raja yang rendah diri, baik, Sunni (pengikut Ahlisunnah wal Jama’ah) dan mencintai ulama fikih dan ahli hadits.” (Siyar A’lam an Nubala’, jilid 22 halaman 336).
5. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab “Tarikh”nya, menyatakan bahwa Malik Al-Muzhoffar mengamalkan maulid Nabi di bulan Rabi’ul Awal dan melakukan perayaan yang besar. Dia adalah sosok cerdas hatinya, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya.
Berdasarkan kesaksian para Imam ini, maka jelas sudah, bahwa PERAYAAN MAULID NABI SAW, ini merupakan sebuah adat yang dirintis oleh Raja Al-Muzhoffar..tidak ada nuqilnya dari Al-Salaf Al-Sholeh (tiga generasi pertama : Shohabat, Tabi’in, dan Tabi’i Al-Tabi’in). jadi karena perayaan Maulid Nabi ini merupakan sebeuah adat, maka berlakulah padanya Qoidah adat sesuai Ilmu Ushul Fiqih :
الأصل في العبادات المنع إلا إذا ورد بها الشرع والأصل في العادات الإباحة
“Asal hukum ibadah adalah dilarang, sehingga datang perintah dari Syara’ (Agama) untuk melakukannya. Sedangkan hukum ‘adat/kebiasaan itu adalah dibolehkan”.
الإباحة اصطلاحا هو ما لا حرج على المكلف في فعله ولا تركه لذاته ، أو هو ما خير بين فعله وتركه من غير تخصيص أحدهما بثواب ولا عقاب
“Ibaahah/Boleh” menurut istilah (secara Syari’at) ialah perbuatan yang tidak jadi dosa bagi orang MUKALLAF (Orang yang sudah tertuntut oleh hukum Syari’at), baik didalam mengerjakannya atau meninggalkannya, Atau bisa jadi diantara mengerjakan dan meninggalkannya itu lebih baik dengan tanpa harus menentukan salah satu dari keduanya itu dengan pahala atau siksa”.
يكون المباح حراماً إذا اختلط بمحرم أو كان وسيلة له
“Sesuatu yg dibolehkan bisa berubah jadi haram, jika di campuri dengan perkara yg di haramkan. Atau ia menjadi haram karena telah jadi sarana perantara untuk perkara yg diharamkan”.
المباح قد ينقلب مندوباً أو واجباً أو حراماً أو مكروهاً بالنية أو لكونه وسيلة, أن للوسائل حكم المقاصد, ويتغير الحكم بتغير القصد
“Al MUBAAH” (Perkara yg dibolehkan), sewaktu2 bisa berubah hukumnya menjadi sunat, wajib, haram dan makruh, tergantung bagaimana NIAT-nya atau karena keadaannya merupakan suatu wasilah/sarana perantara. maka untuk segala perkara yang hanya merupakan perantara itu berlaku padanya Hukum niat-nya (tergantung pada niatnya). Dan hukumnya itu bisa berubah, dengan berubahnya tujuan/niat itu sendiri”.
Al-Syaikh Ibnu Muflih Al-Maqdisi Al-Hambali dalam “Al-Adabu Al-Syar’iyyah”nya menyatakan sebuah Qoidah dalam menyikapi sebuah adat :
لا ينبغي الخروج من عادات الناس إلا في الحرم
“Tidak semestinya keluar dari adat-adatnya orang-orang kecuali dalam hal yang diharamkan”.
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari qaidah-qaidah ushul fiqih diatas :
1. Kita tidak boleh melakukan suatu perkara ibadah yang tidak ada dalil perintahnya dari agama. karena untuk melakukan suatu amalan ibadah itu membutuhkan perintahnya dari agama.
2. Adat kebiasaan yang sudah lumrah dan melekat ditengah-tengah kita boleh dilakukan selama tidak ada dalil larangannya dari agama.
3. Perkara yang mubah (dibolehkan) sewaktu-waktu bisa berubah menjadi : Wajib, Sunat, Haram dan Makruh, hal itu bisa terjadi karena :
a. Sebab niatnya untuk melakukan perkara mubah itu sendiri.
b. Sebab perkara mubah itu merupakan sarana perantara bagi suatu perkara yang sudah jelas ada dalil hukumnya itu perkara, apakah itu perkara baik yang tercakup oleh hukum wajib atau sunat, atau petkara itu merupakan perkara buruk yang tercakup oleh hukum haram atau makruh.
4. Tidak diharuskan bagi kita mencegah, menjauhi adat kebiasaan orang pada umumnya kecuali jika adat seperti itu memang diharamkan secara Syar’i.
Al-Hasil adat kebiasaan perayaan Maulid Nabi Saw, ini boleh karena sangat terbukti tidak ada dalil Muthlaq akan ke-Haraman-nya. dan terbukti Syara’ tidak melarangnya.
Jadi, AMAT SANGAT LUCU JIKA ADA ORANG YANG MEMPERMASALAHKAN ATAU MEMPERTANYAKAN DALIL SHOHEHNYA PERAYAAN MAULID NABI SAW, karena jelas, untuk melakukan suatu adat kebiasaan tidak harus menunggu adanya dalil shoheh yang memeerintahkannya,melainkan sebaliknya, untuk melarang dan menghentikannya atau bahkan memeranginya itu harus ada dalil muthlaq yang melarang/mengharamkannya.
Dan bagi mereka yang melarang/mengharamkan perayaan Maulid Nabi Saw, maka cukup nyatalah dari mereka :
– Kejahilan mereka akan qaidah syar’iyyah.
– Kedengkian mereka terhadap Baginda Nabi Saw, yang agung.
– Kejumudan mereka..yang sudah tertutup hati dan akal sehatnya hingga mereka sudah tak bisa lagi membedakan mana perkara yang diharamkan dan mana perkara yang tidak diharamkan.
– Celakanya mereka, karena sudah lancang membuat hukum syari’at baru dengan mengharamkan/melarang suatu hal yang tidak diharamkan/dilarang oleh syari’at, dengan mengharamkan/melarangnya mereka terhadap perayaan maulid Nabi Saw.
Sedangkan sudah jelas, bahwa perkara haram adalah setiap perkara yang sudah Alloh Ta’ala haramkan. Halal sudah jelas, dan Haram juga sudah jelas.
Mereka berhujjah :
***PERAYAAN MAULID NABI HARAM/TIDAK BOLEH, KARENA TIDAK PERNAH ROSULULLOH CONTOHKAN ATAU PERINTAHKAN, KARENA SEGALA HAL YANG TIDAK PERNAH ROSULULLOH CONTOHKAN ATAU TIDAK PERNAH AJARKAN ITU HARAM/TIDAK BOLEH DILAKUKAN***
Bantahan :
1. Memang benar Rosululloh tidak pernah mencontohkan atau memerintahkannya, tapi Rosululloh Saw, juga tidak pernah melarangnya, karena yang harus/wajib dijauhi/ditinggalkan itu adalah perkara yang sudah terbukti dilarang oleh Rosululloh Saw, bukan perkara yang tidak pernah Rosululloh amalkan. sebagaimana Alloh Ta’ala sudah tegaskan :
وما أتاكم الرسول فخذوه ، وما نهاكم عنه فانتهوه
“Apa yang didatangkan/diperintahkan oleh Rosululloh kepada kalian maka terima/kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah ”.(Al-Hasyr :7)
Pada ayat ini Alloh sudah tegaskan dengan kalimat :
وما نهاكم عنه فانتهوه
“dan apa yang dilarangnya (Rosul) bagi kalian, maka tinggalkanlah”
Alloh tidak berfirman :
وما لم يفعله فانتهوه
“dan apa yang tidak dikerjakan oleh Rosul maka kalian tinggalkanlah”.
Jadi sudah jelas bawa hal yang harus dijauhi/ditinggalkan itu hal yang sudah terbukti Rosululloh melarangnya, bukan hal yang terbukti bahwa Rosul tidak pernah mengerjakakannya.
2. Perkara yang dapat dipermasalahkan dan dipertanyakn dalilnya tuntunannya Rosul itu adalah perkara yang merupakan bagian dari Syari’at, bukan perkara adat. sedangkan perayaan maulid Nabi Saw, ini adalah perkara adat..jadi tidak perlu dipermasalahkan dalil tuntunannya dari Rosul..karena untuk melakukan adat itu tidak membutuhkan suatu dalil perintah, tapi untuk melarangnya maka itu butuh dalil larangannya.
————–
***PENGAGUNGAN DAN PERINGATAN MAULID NABI SAW, ITU MERUPAKAN SYARI’AT ???***
1. Firman Alloh SWT :
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا(يونس: ٥٨).
“Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rohmat Alloh (kepada kalian), maka bergembiralah mereka.”(QS.Yunus : 58)
Maka adakah anugerah dan rohmat Alloh yang lebih istimewa dari Rosululloh (Sallallohu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallama) bagi umatnya ? Apakah kita sebagai umatnya tidak boleh bergembira sesuai ayat diatas ? Padahal kita adalah umat yang di anugerahi dan dirahmati dengan dijadikannya kita sebagai umatnya Nabi sang pembawa rohmat.
2. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rosululloh Saw, memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa.
عَنْ أَبِي قَتَادَت الاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)
“Diriwayatkan dari Abu Qatadah Al-Anshori Ra, bahwa Rosululloh pernah ditanya tentang puasanya beliau pada hari senin, maka beliau menjawab:” Pada hari itulah aku dilahirkan dan dihari itu juga wahyu diturunkan kepadaku.”(Muslim:1977)
3. Hadits Nabi Saw, :
وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.
Ustadz Imam Al-Hafizh Al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadits “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafi’an lahu yaum al-qiyamati” ( yang artinya : “Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, maka aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat” ) seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Al-Dzahaby Hadits ini shoih sanadnya.
4. Dalam kitab Madarij Ash-Shu’ud Syarah al-Barzanji,( halaman : 15) :
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَة
ِRosululloh bersabda: “Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, maka aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat”
5. Dalam Madarij As-Shu’ud, ( halaman : 16) :
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ
Umar Ra, (Umar bin Khotob) , mengatakan : “Barang siapa mengagungkan hari lahirnya Rosululloh sama artinya ia telah menghidupkan Islam.”
Dan masih banyak lagi dalil-dalil lainnya yang membuktikan bahwa mengagungkan dan memperingati Maulid (hari kelahiran) Nabi Saw, ini Masyru’ diajarkan agama dan murni sebagai amalan ibadah yang tak bisa dibantah atau digugat lagi.
——————-
*****HAKIKAT PERKARA YANG ADA DIDALAM PERAYAAN MAULID NABI SAW, ADALAH SYARI’AT ???*****
Perayaan Maulid Nabi Saw, Selain dengan tujuan mengagungkan dan memperingati Nabi Saw, dan juga hari kelahirannya yang mana mengagungkan dan meperingati Nabi Saw, dan hari kelahirannya itu adalah merupakan bagian dari syari’at berdasarkan dalil-dalil diata,. juga perayaan ini diisi dengan :
– Pembacaaan Siroh Nabawiayah (Sejarah hidup Nabi)..dan ini merupakan bagian dari Syari’at, karena mengingat Nabi adalah ibadah, karena Nabi menganjurkannya, dan membacakan sirohnya berarti mengingatnya, dan banyak mengingatnya merupakan salah satu bukti mencintainya, karena barang siapa mencintai suatu perkara, maka ia akan lebih sering mengingat dan menceritakannya. sedangkan mencintai Nabi Saw, itu wajib hukumnya.
– Pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran. ini merupakan bagian dari syari’at.
– Pembacaan sholawat, dan ini juga merupakan bagian dari syari’at.
– Silaturrahim. ini juga bagian dari syari’at.
– Shodaqoh/sidekah. ini juga bagian dari syari’at.
– Majlis ilmu, maw’izhoh dan wasiat-wasiat kebaikan, dengan menjelaskan beberapa makna ayat Al-Quran dan hadits Nabi, ini juga bagian dari syari’at.
Tentang Masyru’ dan dalil anjuran bahkan perintahnya dari agama untuk semua amala baik ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. karena jelas dan maklum, hanya orang jahil dan jumud yang akan mempermasalahkannya.
———————
*****PANDANGAN DAN PENDAPAT ULAMA AKAN PERAYAAN MAULID NABI SAW, *****
1. Ibnu Taimiyah. Sebagaimana pernyataanya ini telah dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki :
“وكذلك ما يحدثه بعض الناس إما مضاهاة للنصارى في ميلاد عيسى عليه السلام، وإما محبة للنبي وتعظيما له، والله قد يثيبهم على هذه المحبة والاجتهاد لا على البدع، وأكثر هؤلاء الناس الذين تجدونهم حرصاء على أمثال هذه البدع، مع ما لهم فيها من حسن المقصد والاجتهاد الذي يرجى لهم به المثوبة، تجدونهم فاترين في أمر الرسول عما أمروا بالنشاط فيه. واعلم أن من الأعمال ما يكون فيه خير لاشتماله على أنواع من المشروع، وفيه أيضا شر من بدعة وغيرها، فيكون ذلك العمل شرا بالنسبة إلى الإعراض عن الدين بالكلية، كحال المنافقين والفاسقين.. تعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم، لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ أنه يحسن من بعض الناس ما يستقبح من المؤمن المسدد.”
Demikian pula perkara yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya melakukan perkara itu karena bertujuan meniru kalangan Nashroni yang memperingati kelahiran Isa As, dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan/pengagungan kepada Nabi Saw. Maka Alloh Swt, akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi Saw, dan juga pahala atas ijtihad yang telah mereka lakukan ini (perayaan maulid Nabi), bukan dosa atas kebid’ahan yang mereka lakukan.”(Manhaj Al-Salaf fi Fahmi Al-Nushush Baina Al-Nazhoriyyah wa Al-Tathbiq, hal 399).
Coba lihat pandangan Ibnu Taimiyah ini, Selama ini Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi sekte salafi wahabi, yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan amaliah – amaliah Aswaja itu bid’ah(Sesat).,akankah mereka (wahabi) mengikuti pandangan Ibnu Taimiyah ini dalam prihal perayaan Maulid Nabi.. ? akankah mereka bertobat dari mengharamkan dan melarangnya ?
2. Ibnu Katsir sangat memuliakan dan memuji malam kelahiran Nabi (Sallallohu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallama).
Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengisahkan tentang Ibnu Katsir dalam Kitab “Durorul Kaminah”nya, bahwa sesungguhnya Ibnu Katsir pernah bercerita kalau ia tengah menyusun sebuah kitab yg berjudul “Maulidu Rosuulillah”. kitab ini amat masyhur. Kitab ini membahas tuntas akan fadhilah dan keutamaan dalam merayakan kelahirannya Nabi Saw, pada halaman :19 dalam kitab tersebut Ibnu Katsir juga menyatakan :
“إن ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كانت ليلة شريفة عظيمة مباركة سعيدة على المؤمنين، طاهرة، ظاهرة الأنوار جليلة المقدار”.
Sesungguhnya malam perayaan Maulid (hari Kelahiran) nya Nabi Saw, itu merupakan malam yg mulia dan agung, malam yg diberkahkan dan penuh kebahagiaan bagi orang2 mukmin, malam yang suci, cahayanya memancar dan agung kedudukannya disisi Alloh.
Dan masih banyak lagi pernyataan para Ulama yang menganjurkan dan memandang baik dan istimew pada perayaan Maulid Nabi Saw, ini.. termasuk pernyataan para Ulama ditas tadi..
Wallahu a'lam.(*)
Kiriman Neng Rosalinda - GUYUB RUKUN NKRI
Posting Komentar