Biografi KH Zainal Musthafa, Ulama Pesantren Sukamanah Tasikmalaya


Biografi KH Zainal Musthafa, Ulama Pesantren Sukamanah Tasikmalaya

Zainal Mustafa adalah seorang kyai muda yang berjiwa revolusioner. Dia mengenyam pendidikan yang sifatnya “Non Cooperation”, tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Secara terang-terangan dia mengadakan kegiatan untuk membangkitkan semangat kebangsaan dalam melawan pendudukan kolonial. Melalui khotbahnya dia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda. Akibatnya, pada  17 November, 1941, KH. Zaenal Mustafa dan Kiai Rukhiyat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafe’i ditangkap dengan tuduhan pemerintah untuk melarang orang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda.

Mereka ditahan di penjara Tasikmalaya dan satu hari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung. Baru saja bebas pada tanggal 10 Januari 1942, namun sebulan kemudian ditangkap lagi dan Kiai Rukhiyat menghadapi tuduhan yang sama serta dimasukkan ke penjara Ciamis.

Pemerintah Jepang yang menggantikan kekuasaan Belanda di Indonesia pada Maret 1942 melepaskan s Zainal Mustafa dengan harapan dia bisa diajak kerjasama membantu Jepang. Tetapi bahkan ia mengingatkan pengikutnya dan santri-santrinya bahwa fasisme Jepang lebih berbahaya dari Belanda. Dia juga menolak untuk melakukan Seikerei, yaitu memberikan tanda hormat kepada kaisar Jepang dengan membungkukkan diri 90 derajat (seperti ruku’ dalam shalat), dianggap tidak sesuai terhadap petunjuk  Islam.

Pernah dalam satu upacara di lapangan Singaparna, peserta yang diundang termasuk KH Zainal Mustafa dipaksa untuk melakukan Seikerei  di bawah todonga senjata Jepang. Semua peserta upacara tidak kuasa karena diancam. Tapi N.H. Zainal Mustafa dengan tegas menolak serta tetap duduk saja duduk dengan tenang. Hal itu menimbulkan ketegangan antara pemerintah Jepang dengan KH. Zainal Mustafa dan para pengikutnya.

Dalam setiap dakwahnya KH Zainal Mustafa selalu menekankan pentingnya perjuangan melawan penjajah kafir Jepang yang lebih kejam dari Belanda serta mendengungkan perang jihad.  KH Zaenal Mustafa juga ngagiatkeun santri untuk melakukan latihan fisik dengan berlatih beladiri penca silat. Setiap hari di pesantren Sukamanah diadakan latihan perang-perangan serta pengajian untuk mengandalkan semangat pejuang.

Secara diam-siam para santri Sukamanah telah merencanakan melakukan tindakan sabotase terhadap pemerintah Jepang. Sekelompok kecil santri yang sudah dikirim ke kota Tasikmalaya untuk melakukan gerakan yang membahayakan pemerintah Jepang.

Misalnya, penculikan para pembesar Jepang, membebaskan tahanan politik, merusak dan menghancurkan fasilitas umum seperti kabel telepon dan sarana penting yang biasanya digunakan oleh tentara Jepang.

Persiapan para santri ini tercium oleh Jepang sampai mereka mengirim Camat Singapura, termasuk 11 staf  Ringliani 11 staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan proses penangkapan. Upaya ini tidak berhasil, mereka  bahkan ditangkap di rumah KH Zainal Mustafa. Pagi, pukul 8 pada pagi hari 25 Februari 1944, mereka dilepas tapi sejumlah senjata mereka dirampas.

Kejadian ini merupakan awal perlawanan bersejarah bagi para santri Pesantren Sukamanah yang menyebabkan gugur syahid  puluhan santri Sukamanah. Para santri yang gugur syahid dalam perang itu berjumlah 86 orang. Yang meninggal di Singaparna karena disiksa ada 4 orang. Meninggal di penjara Tasikmalaya karena ada disiksa 2 orang. Meninggal di penjara Sukamiskin Bandung 38 orang, serta yang cacat (kehilangan mata atau ingatan) ada 10 orang.

Selain itu sekitar 700 sampai 900 orang ditangkap dan dimasukkan ke penjara di Tasikmalaya. KH. Zainal Mustafa telah sempat memberikan instruksi rahasia kepada para santri dan semua kerabat yang ditahan agar tidak mengaku bahwa tidak terlibat dalam perang melawan Jepang, termasuk tewasnya para opsir Jepang, dan tanggung jawab pemberontakan Singaparna dipikul sepenuhnyha oleh KH. Zainal Mustafa. Akibatnya, sebanyak 23 orang yang dianggap bersalah, termasuk KH. Zainal Mustafa sendiri, dibawa ke Jakarta untuk diadili. Tapi kemudian mereka tidak diketahui rimbanya.

Belakangan, Kepala Erevele Belanda Ancol, Jakarta memberi kabar bahwa KH. Zainal Mustafa sudah dieksekusi pada tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Belanda  Belanda di Ancol, Jakarta. melaui penelusuran salah seorang santrinya Kolonel Syarif Hidayat pada tahun 1973, ditemukan makam di daerah Ancol, Jakarta Utara, beserta makam-makam para santrinya diantara makam para serdadu Belanda. Pada tanggal 25 Agustus 1973, semua itu makam itu dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.

Kiriman RN - GARDANU 3
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget