📃 6 HAL GHIBAH YANG DIPERBOLEHKAN MENURUT SYAR'I
Pada dasarnya, ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh Islam. Namun dalam kondisi tersebut kita dapat mengambil jalan tersebut karena kepentingan tertentu yang akan dibenahi. Imam An-Nawawi menyebutkan enam syarat di mana seorang Muslim dapat memberikan kepada orang lain:
Ketahuilah apa yang baik dan apa yang baik, dan apa yang baik, dan apa yang baik, dan apa yang baik, apa yang baik dan yang baik. Dan bukan haknya untuk berkata, "Aku tidak tahu nama Tuhan," katanya.
Artinya, “Ketahuilah, ghibah - meskipun dilarang - diperbolehkan dalam kondisi tertentu untuk suatu keuntungan. Hal yang mengijinkan ghibah adalah suatu tujuan yang diperbolehkan menurut syar'i dimana tujuan tersebut tidak dapat tercapai tanpa adanya ghibah. Itulah salah satu dari enam alasan,
📚 (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar , [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M / 1391 H], halaman 292).
Lebih rinci Imam An-Nawawi menyebutkan enam syarat sebagai berikut:
Pertama , dalam persidangan di hadapan hakim. Seseorang dapat menceritakan para penganiaya yang memperlakukannya dengan kejam.
Kedua , dalam melaporkan pelanggaran hukum kepada polisi atau pihak berwenang terkait dengan niat untuk mengubah pelanggaran tersebut.
Ketiga, dalam meminta fatwa kepada seorang mufti. Seseorang dapat menarasikan masalah tersebut untuk memberikan gambaran yang jelas bagi para ulama yang mengeluarkan fatwa tersebut. Tetapi jika pengucapan pribadi tidak diperlukan, lebih baik tidak mengambil jalan ghibah.
Keempat , mengingatkan masyarakat agar terhindar dari kejahatan baik pihak pribadi maupun lembaga. Hal tersebut antara lain dilakukan oleh para ahli hadits pada perawi bermasalah atau misalnya dalam konteks kekinian adalah perjalanan umrah bermasalah.
Kelima, dalam situasi di mana pihak-pihak tertentu melakukan kejahatan langsung seperti meminum minuman keras, mengambil properti secara tidak adil, menarik upeti, mengambil kebijakan yang tidak valid. Dalam kondisi ini, kami dapat melayani partai sesuai dengan kejahatan yang ditunjukkannya. Tapi kami dilarang menyebutkan aib lain dari pesta yang tidak dilakukan secara terbuka.
Keenam , menilai seseorang dengan disabilitas fisik atau derajat buruk. Misalnya Abdullah. Orang yang bernama Abdullah bukanlah orang. Tapi kita bisa mengatakannya tanpa sikap, "Abdullah yang buta, Abdullah yang tuli, Abdullah yang bisu, dan seterusnya." Ada baiknya pengucapannya diawali dengan kata "maaf" untuk menghilangkan efek merendahkan.
Imam Nawawi mengajak kita untuk memikirkan alasan keenam. Karena keenam ini dapat digunakan dengan maksud identifikasi, bukan dengan maksud untuk merendahkan mereka.
Imam Nawawi menyarankan kami untuk menggunakan identifikasi lain untuk seseorang di luar identifikasi fisik.
Enam kondisi ini tidak dibuat-buat. Keenam syarat tersebut disarikan dari berbagai hadits otentik antara lain riwayat diriwayat para sahabat Ibnu Mas'ud RA sebagai berikut:
وروينا في صحيحي البخاري ومسلم عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قسم رسول الله (صلى الله عليه وسلم) قسمة, فقال رجل من الأنصار: والله ما أراد محمد بهذا وجه الله تعالى, فأتيت رسول الله (صلى الله عليه وسلم) فأخبرته, فتغير وجهه وقال: رحم الله موسى لقد أوذي بأكثر من هذا فصبر.
Telah tersedia:
احتج به البخاري في إخبار الرجل أخاه بما يقال فيه
Artinya, "Kami diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Ibn Mas'ud RA. Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berbagi ghanimah perang. Salah satu Ansor kecewa, 'Demi Allah, Muhammad tidak mengharapkan ridha Allah.' Saya - kata Ibn Mas'ud RA - bertemu Nabi SAW dan kemudian meriwayatkan kekecewaan. Tiba-tiba warna wajah Rasulullah SAW berubah karena amarah lalu berkata, 'Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Musa yang lebih disakiti oleh umatnya lebih dari ini, kemudian dia bersabar.' Dalam beberapa riwayat, Ibn Mas'ud RA berkata, 'Setelah itu aku tidak membawa cerita kekecewaan siapapun kepada Nabi SAW.' Menurut kami, Imam Bukhari mendalilkan dengan hadits ini tentang kemampuan seseorang meriwayatkan ucapan orang lain,
📚 (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M / 1391 H], halaman 293).
Hadits lain yang terkait dengan syarat fatwa atau meminta pertimbangan fatwa atau jodoh adalah hadits berikut diriwayatkan oleh umat Hindu dan Fatimah binti Qais:
وفي الصحيح حديث هند امرأة أبي سفيان وقولها للنبي (صلى الله عليه وسلم): إن أبا سفيان رجل شحيح ... إلى آخره. وحديث فاطمة بنت قيس وقول النبي (صلى الله عليه وسلم) لها: أما معاوية فصعلوك, وأما أبو جهم فلا يضع العصا عن عاتقه.
Artinya, “Dalam kitab Sahih meriwayatkan hadits Hindu, istri Abu Sufyan dan keluhannya kepada Nabi SAW, 'Ya Rasulullah, memang Abu Sufyan adalah suami yang pelit ...' dan hadits Fatimah binti Qais yang meminta pertimbangan dua laki-laki yang melamarnya, kemudian Nabi SAW berkata kepadanya, 'Mu'awiyah bin Abu Sufyan adalah orang miskin. sedangkan Abu Jahm tidak pernah melepaskan tongkat dari bahunya (suka memukul istrinya), '
📚 (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar , [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M / 1391 H], halaman 294).
Dari berbagai hadits, para ulama menyimpulkan bahwa ghibah dalam keenam syarat tersebut diperbolehkan tanpa niat merendahkan, melainkan dengan maksud memperjelas atau menyelesaikan persoalan.
Jadi inilah alasan mengapa setiap orang sangat berpengetahuan, jadi penting bagi mereka untuk menyadari apa yang mereka lakukan.
Dan apakah nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan semesta alam?
Artinya, “Inilah enam alasan yang disebutkan oleh para ulama dimana seseorang dapat melakukan ghibah. Ulama yang menyebutkan alasan ini antara lain Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin dan sejumlah ulama lainnya.
Buktinya jelas, hadits otentik terkenal. Sebagian besar alasan yang disebutkan disepakati oleh para ulama tentang kemampuan ghibah,
📚 (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar , [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M / 1391 H], halaman 293).
Ghibah diperbolehkan untuk kepentingan umum, kepentingan hukum, atau maslahat diperbolehkan menurut syar'i.
واللــــــــه اعلـــــــــم بالصواب
" Wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ..."
♻️NAHDLATUL 'ULAMA♻️
*۞أَللّٰهُمَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠٰﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِهٖ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ ﻭَﺃَﻭَﺍﻥٍ، ﻭَﺃَﻧِﻠْﻨَﺎ ﺑِﺒَﺮَﻛَﺘِﻪٖ ﻏَﺎﻳَﺔَ ﺍﻟْﻤُﻨٰﻰ ﻭَﺍﻟﺴُّﻠْﻮَﺍﻥِ۞*
Kiriman Gus Asep Wahyu - Nahdlatul Ulama 3
Posting Komentar