KEUTAMAAN ILMU
DURRATUN NASHIHIN
MAJLIS 03;
Surat Al Baqarah 31-32
*بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ*
*وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ . قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ*
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman; Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar. Mereka menjawab; Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami kerahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(Qs. Al Baqarah 31-32).
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا “
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”; adakalanya dengan menciptakan ‘ilmu Dlorury (yaitu ‘ilmu pengetahuan yang dihasilkan tanpa berfikir dan berangan-angan)(dengan cara menampakkan suatu benda yang bernama kepadanya, dan ketika melihatnya, ia diberi tahu nama benda itu dengan suara makhluk yang dapat didengarnya, lalu ia mengerti bahwa suara itu menunjukkan nama benda tersebut tanpa berfikir), atau dengan meletakkan ‘ilmu Dlorury dalam hati Nabi Adam tanpa membutuhkan istilah terlebih dahulu sebagai penghubung, (dengan mengilhamkan penempatan nama-nama sesuatu agar memungkinnya untuk memberi fa’idah pada yang lain, yaitu dengan menciptakan kekuatan mengucapkan dan kemampuan menempatkan suatu bahasa).
Lafadz “آَدَمَ “ (Adam) adalah isim ajam yaitu nama dari bahasa selain Arab seperti “آزَرْ “ (Azar) dan “مَالَخْ “ (Malakh). Dan lafadz “آَدَمَ “ diambil dari kata “الأُدْمَة “ atau “الأَدَمَة “ yang berma’na “Panutan”, atau dari kata “أَدِيْمُ الأرْضِ “ (Saripati Bumi), karena ada hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengambil segenggam tanah dari seluruh jenis bumi baik yang rendah atau yang tinggi, (yang asin atau yang tawar), kemudian Allah menciptakan Nabi Adam darinya, maka dari itu anak keturunan Adam bermacam-macam (sesuai dengan jenis tanahnya, diantara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam. Dan diantara warna-warna itu ada yang lembut, kasar, ada yang buruk dan ada yang baik)”.
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ “
kemudian mengemukakannya kepada para malaikat”, Dlamir (kata ganti) dalam ayat tersebut adalah sebagai kata ganti dari kata yang menunjukkan arti nama-nama benda yang bernama yang ditunjukkan oleh kata yang tersimpan yang berupa kata “أَسْمَاءُ الْمُسَمَّيَاتِ “, kemudian mudlaf ilaih “الْمُسَمَّيَاتِ “ dibuang, karena mudlaf “أَسْمَاءُ “ telah menunjukkan adanya mudlaf ilaih, dan sebagai gantinya adalah “ال “, lalu menjadi “الأَسْمَاء “, sebagaimana firman Allah Ta’ala;
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
“Dan kepalaku telah ditumbuhi uban”(Qs, Maryam 4), (ال ) nya lafadz (الرَّأْسُ ) menduduki kedudukan mudlof ilaih yang dibuang). Karena yang dimaksud dengan mengemukakan adalah tentang benda-benda bernama yang dikemukakan, bukan nama apalagi lafadz itu sendir, tapi sesuatu yang ditunjuk oleh lafadz tersebut. Sedangkan di mudzakkarkannya dlomir tersebut karena kebanyakan dari benda-benda bernama yang di kemukakan adalah ber’akal.
فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ “
lalu berfirman; Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu”. Ini merupakan celaan dan peringatan keras terhadap mereka (para malaikat) atas ketidakmampuannya untuk menjadi Khalifah. Karena sesungguhnya bertindak, mengatur, menegakkan ke’adilan sebelum nyata memiliki pengetahuan, menempatkan diri pada derajat kesiapsiagaan dan menentukan hak adalah perkara muhal yang tidak mungkin terjadi. Dan firman yang berupa “Sebutkanlah” bukan termasuk taklif bil muhal (memikulkan beban dengan perkara muhal).
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“jika kamu memang benar orang-orang yang benar”, menurut anggapanmu bahwa kamu lebih berhak untuk menjadi khalifah karena kema’shumanmu.
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا
“Mereka menjawab; Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami kerahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. Ini adalah pengakuan atas kelemahan serta kelalaian (mereka), dan memberitahukan bahwa pertanyaan mereka (yang berupa; أَتَجْعَلُ .. ) adalah; 1) Karena memohon penjelasan bukan membantah, ternyata apa yang samar mengenai keutamaan dan hikmah diciptakannya manusia benar-benar menjadi jelas bagi mereka.
2) Karena mensyukuri ni’mat Allah Ta’ala yang berupa telah memberitahukan dan mengungkapkan apa yang mereka pikirkan.
3) Karena menjaga adab dengan menyerahkan segala ‘ilmu pengetahuan kepada-Nya. (karena itu semua mereka tidak berkata;
“لَا عِلْمَ لَنَا بِالْأَسْمَاءِ “)
.(Qodli Baidlawi).
Kiriman Gus Sholeh Genuk (Aliansi Santri NUsantara)
Posting Komentar