JEJAK ULAMA NUSANTARA : MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO


MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO

Makam Pangeran Sambernyawa berada di Astana Mangadeg karena untuk mengingat kembali masa perjuangannya dalam mengusir penjajah Hindia Belanda selama enam belas tahun dan mendapatkan barokah dengan bertapa di Gunung Mangadeg.

“Di Astana Mangadeg kini telah dibangun monumen yang diberi nama Monumen Tri Darma sebagai tanda tempat dulunya Pangeran Sambernyawa bertapa untuk mencari petunjuk pada Sang Pencipta dalam pengabdiannya pada Bumi Pertiwi,” tuturnya.

“Selain itu, untuk mengingat petunjuk kedua pertapa yaitu kyai Adi Sono dan kyai Adi Roso, di bangunlah gapura, bertuliskan nama kedua kyai tersebut.” Lanjutnya.

Bangunan Astana Mangadeg saat ini terdiri dari tiga komplek bangunan, yaitu komplek makam Mangkunegaran I berserta keturunannya, Komlek makam keturunan Mangkunegaran II dan III, dan komplek makam dari beberapa keturunan yang lain. Pembangunannya diprakarsai oleh yayasan Mangadeg pada tahun 1970.

PANGERAN SAMBER NYAWA

Konsep gerilya Tiji Tibeh

Selain konsep gerilya, ternyata Samberyawa pun membagi pasukannya dalam tiga matra, yaitu matra darat, matra laut, dan matra gunung. Untuk pasukan masing-masing matra sengaja dipilih dari penduduk lokal per matra, sehingga menguasai teknis dan medan pertempuran sesuai karakter masing-masing. “Wilayah gerilya Sambernyawa itu mencakup wilayah pesisir pantai selatan dan pantai utara, serta seluruh wilayah cakupan Gunung Lawu hingga ke Ponorogo, Jawa Timur,” ungkap Wawan.

Uniknya, untuk mengomando ribuan pasukannya, Sambernyawa cukup hanya dengan semboyan tiji tibeh atau mukti siji mukti kabeh, mati siji mati kabeh (suka duka ditanggung bersama). Semboyan itu sendiri dilandaskan pada semangat hanebu sauyun atau filsafat serumpun tebu, yang diartikan sebagai semangat keadilan itu sendiri.

 Karena Sambernyawa pernah bersabda, “Hanebu sauyun, samangsa kelebaning banyu tan kena pinilih” yang artinya bagai serumpun tebu, yang sewaktu-waktu diberi air tidak boleh pilih kasih. “Artinya Sambernyawa menganggap para pengikutnya sebagai sahabat, bukan budak. Untuk itu mereka pun pantas diperlakukan secara adil,” papar Wawan.

Sambernyawa pun terbilang sangat demokratis. Karena setelah pasukannya meraih kemenangan, dirinya menggunakan prinsip Tri Darma, yaitu rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), wajib melu hanggondheli (berkewajiban ikut mempertahankan), dan mulat sariro hangrosowani (berani melakukan introspeksi diri). 

Yang artinya, Sambernyawa menekankan jika kemenangan yang diraih adalah kemenangan semua, bukan karena jasa atau kepandaian satu pihak saja.

Ada yang unik dari sisi lain Sambernyawa yaitu juga terkenal sangat religius. “Terbukti di tengah sengitnya pertempuran yang dilaluinya, Sambernyawa sempat menyalin Alquran 30 juz sampai delapan kali dengan tulisan tangannya sendiri,” ungkap Wawan. “Ini yang luar biasa dari Sambernyawa, mengingat dirinya dibesarkan dari lingkungan bangsawan yang sangat feodalistik,” imbuhnya`

Kiriman Mas Dody
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget