Hidup Bukan untuk Berdebat, Tapi Memperbaiki Diri Bahwasanya di dalam diri ada 4 jiwa (nafs); jiwa amarah, jiwa lawwamah, jiwa sufiah, dan jiwa muthmainah yang didalamnya lagi bersembunyi hati nurani. Di dalam diri juga ada pikiran, kalimat, hati, jiwa, dan perilaku, yang harus ditata. Manusia Jawa kerap menyebutnya "Sedulur Papat Limo Pancer".
Dengan mengenal jiwa jiwa dalam diri, di situlah manusia mengenal siapa sejatinya diri, yang mana automaticly pasti bakal mengenal Tuhannya. Karena, sesungguhnya setelah mengenal diri, bergeraklah hati nurani sebagai pancer diri dalam laku hidup manusia. Hati nurani menjadi pengendali pikiran, kalimat, jiwa dan perilaku, termasuk empat jiwa (amarah, lawwamah, sufiah, dan mutmainah). Karenanya, memperbaiki diri menjadi fokus utama manusia menjalani hidup di alam 'semu' ini, tentu saja menggunakan ilmu.
Ilmu yang disaranani dengan laku (Ngelmu sarana ing laku, Laku sarananing ngelmu). Ingat, kanjeng rasul udah memberikan petunjukNya secara jelas cetha melo melo, bahwa "Musuh (perang) terbesar manusia (umatnya) adalah diri sendiri". Lha klo ndak tau alias tak mengenal dirinya, ya ndak bakal tau musuh mana yg diperangi. Lha, sama diri sendiri aja ndak kenal, eh mau ndandani orang lain. Logis, simpel aja...tapi paten!
So, jalani hidup untuk memperbaiki diri, bukan memperbaiki orang lain. Ndak perlu ndakik-ndakik, sederhana saja tapi paten, fokus pada perbaikan diri dan keluarga dengan menata kalimat, pikiran, hati, jiwa, dan perilaku.
Ilmu Gusti Allah itu keren kok kalau mau dipelajari secara kaffah, lahiriah dan batiniah.
Gunakan hati sebagai pengendali diri, bukan akal (logika) yang mengaturnya.
SALAM BAHAGIA & MULIA
Kiriman Nyai Martagati - Nahdlatul Ulama 3
Posting Komentar