Untuk menjelaskan itu semua haruslah dikemukakan dua kutub pembahasan yang ruang lingkupnya bisa menjadi amat luas ta npa batas.
Oleh sebab itu, aku hanya akan mengisyaratkan kepada kedua-duanya dengan merumuskannya secara ringkas :
a.) Kutub Pertama. Penjelasan tentang rahasia permisalan (tamsilan, perumpamaan), metodenya : alasan penjelasan ruh-ruh berbagai makna (ide) dalam acuan permisalan; hubungan persamaan antara keduanya; dan inti perbandingan antara ‘alam syahadah (alam kasat mata) yang merupakan material segala macan misal (contoh-contoh perumpamaan), dengan ‘alam malakut (alam atas, alam malaikat) yang daripadanya ruh-ruh itu turun.
b). Kutub kedua : mengenai tingkatan-tingkatan inti ruh-ruh manusiawi dan tingkatan cahaya-cahayanya.
Misal atau perumpamaan (ayat 35 Surah Al-Nur) ini dimaksudkan untuk menjelaskan hal itu. Ibn Mas’ud membaca firman Allah tersebut sebagai berikut :
“ ... Permisalah cahaya-Nya dalam hati orang-orang mukmin seperti misykat ..... “ dan seterusnya.
Atau menurut bacaan Ubay bin Ka’ab :
“..... Permisalan cahaya hati orang yang beriman seperti misykat .... “ dan seterusnya
Kutub Pertama : Uraian tentang rahasia Permisalan (Tamsilan) dan Metodenya
Ketahuilah bahwa alam terdiri dari dua bagian : alam ruhani dan alam jasmani. Atau bila Anda ingin, dapatlah Anda sebut sebagai : alam indra dan alam akal, atau bisa pula alam atas (atau tinggi) dan alam bawah (atau rendah).
Semua itu hampir sama. Yang berbeda hanya istilah-istilahnya.
Jika Anda meninjau keduanya itu dari segi eksistensinya masing-masing, Anda akan menyebutnya jasmani dan ruhani.
Jika meninjaunya dalam kaitannya dengan penglihatan yang dapat mencerap keduanya, Anda akan menyebutnya indriawi dan ‘Aqli (akal).
Jika meninjaunya dalam hubungan antara arah yang satu dan lainnya, Anda akan menyebutnya “atas” dan “bawah”.
Adakalanya Anda menamakan yang satu “alam kenyataan dan kasat mata” (‘alamul-mulk was-syahadah), sedangkan yang lainnya alam gaib dan malakut (‘alam a;ghaib was malakut).
Nah, barangsiapa memandang kepada berbagai hakikat kata-kata, mungkin sekali ia akan kebingungan disebabkan amat banyaknya, dan ia pun akan menghayalkan banyaknya makna yang dikandungnya. Sedangkan orang, yang hakikat-hakikat itu telah tersngkap baginya, akan menjadikan berbagai makna itu sebagai pokok dan istilah-istilah itu sebagai pelengkap.
Sebaliknya, orang yang lemah pengetahuannya akan mencari hakikat-hakikat melalui istilah-istilah. Kepada kedua kelompk ini ditujukan firman Allah :
“Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak beroleh petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (QS. Al-Mulk 67 : 22).
Kiriman Gus Shoza - Aliansi Santri NUsantara
Posting Komentar