Kyai-Kyai Navigator Kuburan
Setelah buku saya terbit dan terbaca oleh para pemesannya, dari sekian itu banyak yang bertanya baik secara langsung dengan bertamu dan secara tidak langsung lewat obrolan WA maupun FB. Kenapa saya kepikiran menseriusi aktivitas Nyarkub saya, bahkan menerbitkannya menjadi buku?
Pertama sekali saya menjawab pertanyaan itu tersebut dengan pernyataan: "Saya santri Mbah Wahab Chasbullah". Sebisa mungkin saya meniru apa yang menjadi uswah guru-guru saya (dan memang seperti itulah seorang santri).
Suatu saat saya pernah merenung menghayati manaqib Kyai Wahab Chasbullah baik yang berasal dari bacaan maupun obrolan. Akhirnya dari kesekian kekaguman saya pada Kyai Wahab Chasbullah saya menemukan satu jasa besar beliau yang jarang dibicarakan (dan dicontoh) minimal oleh kawan-kawan sesama santri sepemantauan saya.
Jasa besar Kyai Wahab Chasbullah selain membidani lahirnya NU dan penggerak NU menjadi topik utama ketika berkisah tentang beliau, tetapi jasa beliau (dan kyai-kyai lain yang semisi dengan beliau) yang juga sama pentingnya jarang terbahas. Apa jasa itu? Adalah penyelamatan makam Kanjeng Nabi Muhammad dari rencana penggusuran.
Saya meyakini alasan Kyai Wahab mempertahankan dengan gigih agar makam Nabi supaya tidak tergusur tidak sesederhana yang kita baca. Ada konsekuensi besar di belakang peristiwa penggusuran makam Nabi Muhammad jika waktu itu terjadi. Di balik penggusuran makam tidak hanya bentuk makam Nabi saja yang hilang, setelahnya lambat laun sejarahnya akan hilang (meskipun teks sejarahnya tetap terbaca, beberapa kalangan akan menganggap fiktif sosok Nabi Muhammad karena tidak adanya bukti otentik beliau pernah hidup), keilmuan bahkan peradaban yang melingkupi Nabi kedepannya akan dinilai sebagai isapan jempol belaka.
Hal itulah yang menjadi titik pijak pemikiran saya. Selain mempertahankan teks-teks bersejarah dengan membaca dan mempelajarinya, merawat bukti otentik atas monumen-monumen tokoh bersejarah juga harus dilestarikan. Dan salah satu monumen kesejarahan itu adalah Makam. Jangan nanti ketika mendapat kabar terjadi pengrusakan di salah satu makam tokoh bersejarah kita, lantas kita "ngamuk", padahal dari kabar itulah kita baru tahu dan kenal ada tokoh bersejarah tersebut. Dan kasus ini di lapangan saya dapati di beberapa titik.
Bagi yang sudah membaca buku saya, di dalamnya saya selipkan kisah santri sepuh yang bernama Mbah Suroso (beliau lahir tahun 1930). Suatu saat Mbah Suroso dititah Kyai Wahab Chasbullah untuk "mencari" makam tokoh bersejarah bernama Sayyid Sulaiman Basyaiban di daerah Mojoagung.
Akhirnya Mbah Suroso melaksanakan titah Kyai Wahab, selama beberapa saat beliau "mencari" ditempat yang titiknya sudah dinavigasikan oleh Kyai Wahab. Tiga kali Mbah Suroso memastikan di titik itulah terdapat makam Tokoh agung bernama Sayyid Sulaiman Basyaiban.
Setelah Mbah Suroso melaporkan hasil observasinya, beliau diutus Kyai Wahab untuk "mentashih" (mengkonfirmasi) makam tersebut kepada Alm. Kyai Sahlan Sidorangu Krian yang merupakan guru daripada para wali di eranya. Singkat kata Kyai Sahlan mengiyakan jika titik itu memang benar merupakan makam Sayyid Sulaiman. Dari pengungkapan makam tersebut oleh Kyai Wahab yang mengutus Mbah Suroso dan ditashi oleh Kyai Sahlan Sidorangu, akhirnya sampai sekarang kesadaran kesejarahan kita terhadap sosok Sayyid Sulaiman terjaga, salahsatunya menjadikannya sebagai salah satu destinasi religi.
Di Surabaya pernah hidup Kyai yang terkenal sebagai navigator makam-makam tokoh bersejarah yang hilang, beliau adalah alm. KH. Mas Muhammad Nur dari Desa Mbranjangan Surabaya, beliau berasal dari Kampung Dresmo Surabaya yang juga merupakan salah satu "Poro Mas" (sebutan untuk keturunan Sayyid Ali Akbar bin Sulaiman Basyaiban.
Beberapa makam yang saya ziarahi tertulis di temboknya keterangan bahwa makam tersebut telah "ditashih" oleh KH. Mas Muhammad Nur. Makam Pangeran Benowo yang ada di selatan Masjid Jami' Lasem adalah jasa beliau (meskipun di lapangan ada banyak versi makam Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir terdapat di beberapa titik, dan semua menyatakan disitulah makam Pangeran Benowo yang sebenarnya).
Sosok dari kalangan santri yang terkenal sebagai "penemu" makam adalah KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Banyak makam-makam yang "ditemukan" oleh Gus Dur sampai sekarang makam itu ramai oleh para peziarah, salahsatunya adalah komplek makam Syeh Jumadil Kubro di Troloyo Mojokerto.
Pada tahun 2016-an saya sempat membawa "beban pikiran" jika Kyai-kyai kita dekat dengan hal-hal yang dianggap klenik itu ketika sowan kepada KH. Salim Azhar Paciran. Di sela-sela obrolan panjang dengan beliau, sampailah di tema pembahasan klenik seperti yang saya niatkan ketika sowan beliau (inilah salah satu enaknya sowan kepada kyai-kyai sepuh, seringkali beliau "pirso" maksud kita tanpa diutarakan, mudah-mudahan beliau sehat terus).
KH. Salim Azhar waktu itu mengatakan jika tidak seluruhnya klenik itu sifatnya "bathil" tapi ada juga klenik yang bersifat "haq". Lalu beliau menceritakan gurunya yaitu alm. Kyai Shodiq Genuk Watu Jombang, ketika Kyai Salim ikut ziarah Kyai Shodiq ke makam Sunan Bonang, ketika hendak memasuki cungkup makam utama Sunan Bonang yang harus masuk dengan cara menunduk itu, Kyai Shodiq tiba-tiba mundur dan Kyai Salim tertabrak (maaf) pantat gurunya yang mundur secara mendadak.
Kyai Shodiq dawuh, "kita pulang saja, soalnya mbah Sunan lagi tidak di rumah". Ungkapan-ungkapan seperti ini sangat mungkin dianggap kisah yang klenik-irasional oleh beberapa kalangan. Tetapi Kyai Salim lanjut menjelaskan, orang-orang yang diberi "linuwih" atas hal-hal tersebut merupakan buah dari istiqomah beliau selama bertahun-tahun dan tentunya juga merupakan "fadhal" dari Allah.
Itulah kisah-kisah Kyai-kyai Navigator kuburan tokoh bersejarah. Guru-guru kita memiliki metode merawat kesejarahan tidak hanya satu cara, membaca manaqib tokoh Agung, perayaan Haul, membaca dan mempelajari teks-teks bersejarah dan berziarah atau napak tilas ke makam-makam merupakan metode pendidikan perawatan (kesadaran) sejarah yang dipraktekkan oleh guru-guru kita yang mulia.
Tokoh-tokoh bersejarah sangat rentan namanya ditunggangi oleh kepentingan, di lapangan banyak masyarakat yang tertipu oleh orang yang mengaku keturunan tokoh si-A atau si-B. Oknum-oknum itu memanfaatkan nama besar tokoh-tokoh tersebut untuk memperdaya masyarakat untuk tujuan tertentu.
Pertanyaan akhirnya, lalu bagaimana beliau-beliau (kyai-kyai kita) bersepakat terhadap makam yang telah "ditemukan"? Insya Allah di lain kesempatan saya akan mengulas satu bidang keilmuan "sepuh" pesantren yang namanya saja jarang terdengar. Insya Allah.
Salam Satu Nisan!
M. Lutfi Ghozali
Waman dzukirat asmauhum wa ushulihim wa furuihim lahumul fatihah...
Kiriman Grup Sarkub Indonesia Barokah
--------------------------------------------------------------------------
Mohon doa, bimbingan, arahan dan nasehat serta motivasinya selalu. 🙏🙏
#LsmAqilaQuds
#AlmasBatrisyia
#GandrungSembako
#AngkringanGrahaElpiji
#H2_KrandonMajuBarokah
Posting Komentar