KAROMAH MBAH KHOLIL


KAROMAH MBAH KHOLIL

Karomah Mbah Kholil sangatlah banyak baik yang diketahui umum maupun tersembunyi. Berikut ini beberapa karomah Mbah Kholil diantaranya:

1. Melihat berkat di kepala Kiyai Imam masjid

Kiyai Kholil muda dan besetatus sebagai santri, beliau melaksanakan shalat jumat di Pesantren yang beliau tempati, tiba-tiba saat akan melaksanakan takbirotul ikhrom Kiyai Kholil Muda tertawa sangat keras, hingga terdengar seluruh jamaah sholat jumat, kiyai ditegur oleh teman-temanya tidak boleh tertawa ditakutkan kiyai yang menjadi imam marah-marah, namun beliau masih saja terpingkal.

Dugaan teman-temannya tidak keliru, setelah selesai sholat sang kyai menegur Kyai Kholil muda bahwa dalam shalat itu tidak boleh tertawa, Akhirnya Kyai Kholil muda menjawab “Saya melihat berkat (makanan yang dibungkus) di kepala Kiyai saat shalat berlangsung tadi” sambil tersenyum. Mendengar jawaban tersebut, sang kyai menjadi sadar dan merasa malu karena kyai ingat bahwa saat mejadi imam tadi merasa tergesa-gesa untuk menghadiri kenduri sehingga mengakibatkan solatnya tidak khusyuk.

2. Mengambil Kepiting dan Rajungan di Laut
 saat Bahtsul Masail di Makkah

Para Ulama Makkah berkumpul di Masjidil Haram untuk berdiskusi membahas masalah dan hukum Islam yang sedang terjadi di Makah. Semua masalah dapat diselesaikan kecuali mengenai halal haramnya kepiting dan rajungan terjadi banyak pendapat dan tidak menemukan solusi. Kyai Kholil duduk berada diantara peserta lainya, Melihat permasalah tersebut belum menemukan solusi, Kyai Kholil minta izin untuk menawarkan solusi. Akhirnya Kyai Kholil dipersilahkan kedepan oleh pimpinan diskusi untuk mejelaskan.

“Saudara sekalian, ketidaksepakatan dalam menentukan hukum kepiting dan rajungan ini disebabkan kita belum pernah melihat bentuk aslinya” Ujar Kiyai Kholil.
“Kepiting seperti ini” ucap kyai Kholil sambil memegang dan menunjukan kepiting yang masih basah.
“Sedangkan rajungan seperti ini” lanjut beliau, seakan beliau baru saja mengambilnya dari laut. Semua hadirin merasa terpana dan suasana menjadi gaduh, mereka saling bertanya dari mana Kyai Kholil mendapatkan kedua hewan tersebut dalam sekejap saja. Setelah kejadian tersebut, akhirnya para ulama menemukan solusi dan Kyai Kholil disegani para ulama Masjidil Haram.
3. Kehabisan Waktu Shalat Ashar di Madura, Akhirnya Jamaah di Masjidil Haram
Kyai Kholil dan Kyai Syamsul Arifin sedang berdiskusi di pinggir pantai, membahas pesantren dan keadaan umat pada masa itu, beliau berdiskusi begitu lama, hingga lupa bahwa waktu sholat ashar segera habis.

“Kita belum shalat Ashar kyai” kata Kyai Syamsul Arifin mengingatkan.
“Astaghfirullah” kata kyai Kholil menyadari kekhilafannya.
“Waktu ashar hampir habis, kita tidak mungkin sholat secara sempurna Kyai.” ucap Kyai syamsul Arifin.
“Kalau begitu, ambil kerocok” kata Kyai Kholil. Kiyai Samsul Arifin, masih bingung, bukanya mencari tempat wudlu dan musholla, malah disuruh mencari daun kerocok, namun Kiyai Syamsul sami’na wa atho’na, beliau tetap mencari daun kerocok, setelah menemukan diberikan Kiyai Kholi, lantas kiyai kholil mengajak Kiyai Syamsul untuk menaiki di atas kerocok tersebut. tiba-tiba kerocok itu melesat super cepat ke arah Makkah. Sesampainya di Makkah, Adzan shalat Ashar baru saja dikumandangkan dan mereka mendapatkan Shaf pertama sholat Ashar berjamaah di Masjidil Haram.

4. Mengubah Arah Kiblat Masjid

Kyai Kholil sedang memantau masjid yang dibangun oleh menantu beliau Kyai Muntaha. Ketika melihat arah kiblat, Kyai Kholil menegur menantu yang alim itu untuk membenahi arah kiblatnya. Sebagai orang alim, Kyai Muntaha mempunyai alasan sendiri dalam menentukan arah kiblat, beberapa argumen ditunjukan kepada Kyai Kholil untuk memperkuat pendapatnya. Melihat menantu masih tetap mempertahankan pendapatnya lantas Kyai Kholil tersenyum sambil berjalan kearah pengimaman diikuti menantu. Kemudian Kyai Kholil mengambil kayu untuk melubangi dinding dan meminta Kyai Muntaha melihat lubang tersebut. Betapa kagetnya, setelah melihat lubang itu ternyata terlihat Ka’bah sangat jelas. Akhirnya Kyai Muntaha sadar bahwa pendapatnya salah dan merubah arah kiblat sesuai dengan pendapat Kiyai Kholil.

5. Menyelamatkan Perahu Tenggelam

Kesaktian lain dari Mbah Kholil yang diluar nalar manusia yaitu beliau bisa berada dibeberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau pengajian di pesantren, Mbah Kholil melakukan gerakan yang tak terlihat mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,” Cerita KH. Ghozi. Para santri heran dan penuh teka-teki. Sedangkan beliau cuek tidak bercerita apapun. Langsung meninggalkan santrinya dan masuk rumah untuk ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan ke Mbah Kholil untuk mengucapkan terimakasih, karena pertolongan beliau bisa selamat dari bahaya tenggelamnya perahu di tengah laut. “Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu” Papar KH. Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

6. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika

Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar” menerangkan bahwa Mbah Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar biasa. Diceritakan oleh penulis buku tersebut sebagai berikut: “Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah dibawa ke Jakarta, namun belum juga sembuh. Lalu ia mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena sakit (kakinya kerobohan pohon). Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata: “Mana orang itu?!! Biar saya bacok sekalian” Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.

7. Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk

Pada suatu hari petani timun di Bangkalan mengeluh. Timun yang siap panen selalu raib dipanen maling. Kejadian tersebut berlangsung lama, akhirnya para petani bermusyawarah, untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil, sebagaimana biasanya Kyai sedang mengajar Nahwu. “Assalamu’alaikum, Kyai,” Salam para petani serentak. “Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh” Jawab Mbah Kholil. Salah satu dari petani menceritakan kejadian timun raib dan meminta Kiyai kholil untuk mencarikan solusi penangkal. Kebetulan ngaji beliau sampai pada kalimat “Qoma Zaidun” salah satu contoh pelajaran nahwu yang artinya Zaid berdiri, Lalu serta-merta Mbah Kholil berbicara sambil menunjuk lafald “Qoma Zaidun”. “Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap. “Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya. “Ya sudah,” Jawab Mbah Kholil menguatkan.

Keesokan harinya, Betapa terkejutnya mereka melihat Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling tersebut. Maling itu tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton banyak warga. Andaikan zaman sekarang mungkin maling itu akan di foto dan di upload di facebook. Kasihan melihat kawanan maling, salah satu dari petani sowan ke Mbah Kholil dan diberi obat penangkat, Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak mencuri lagi. Sejak saat itu, petani timun di Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terimakasih, petani menyerahkan hasil panen ke pondok pesantren berdokar-dokar.

8. Kisah Ketinggalan Kapal Laut

Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Mekkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba salah satu penumpang wanita meminta pada suaminya untuk membelikan anggur. Suaminya menulusuri seluruh wilayah pelabuhan namun tidak menjumapai penjual buah, kemudian mencoba menuju ke pasar agak jauh dari pelabuhan, alhamdulilah akhirnya anggur didapatkan juga. bergegas kembali ke pelabuhan. Namun betapa terkejutnya, kapal sudah berangkat dan jauh dari dermaga, ia berteriak sekeras mungkin memangil awak kapal, namun tak membuahkan hasil. Ia menyesali keadaan itu dan duduk di pinggir pantai, datanglah laki-laki menghampirinya memberikan nasihat agar mendatangi Mbah Kholil, ia bertanya-tanya siapa Mbah Kholil, apa bisa menolong saya saat ini, lelaki itu meyakinkan bahwa mbah kholil insyallah bisa menolongmu. Lalu suami yang malang itu sowan dan menceritakan kejadian dari awal hingga datang ke Mbah Kholil, dengan nada datar mbah kholil menjawab “ini bukan urusan saya, ini urusan petugas pelabuhan!” Suami malang itu kembali dengan tangan hampa.

Saat sampai di pelabuhan bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi, dan suami menjelaskan dengan nada putus asa bahwa ia di suruh ke petugas pelabuhan. Namun lelaki tadi mengulang perkataanya untuk kembali ke Mbah Kholil. Tanpa Putus asa suami kembali lagi ke Mbah Kholil. Baru setelah ketiga kalinya, Mbah Kholil berucap: “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.” Lalu Mbah Kholil memberi syarat tidak boleh menceritakan apapun yang terjadi kepada orang lain termasuk istrinya, kecuali Mbah Kholil sudah meninggal.
Suami menyanggupi syarat tersebut. Lantas, mbah kholil memerintahkan untuk memegang buah anggur dan memejamkan mata, Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya ia sudah berada di dalam kapal. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dialaminya. Dikucek-kucek matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di kapal. Segera ia temui istrinya dan memberikan anggur pesanannya tadi.

9. Kyai Kholil dipenjara oleh Penjajah

Masa hidup Kiai Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Kiai Kholil melakukan perlawanan;s pertama, ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Kiai Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu di antaranya: Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng.

Cara yang kedua, Kiai Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang, pun Kiai Kholil tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian. Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Kiai Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Kiai Kholil, malah membuat pusing pihak Belanda; karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti; seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri. Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Kiai Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Kiai Kholil untuk di bebaskan saja.

10. Semalam Menghafal Imriti, Asymuni dan Al-Fiyah Ibnu Malik

Ketika Kiai Kholil masih muda, dia mendengar bahwa di Pasuruan ada se­orang kiai yang sangat sakti mandra­guna. Namanya Abu Darin. Kholil muda ingin sekali belajar kepada Abu Darin. Sema­ngat untuk menimba ilmu itu begitu meng­gebu-gebu pada dirinya sehingga jarak tempuh yang begitu jauh dari Bang­kalan di Pulau Madura ke Pasuruan di Pulau Jawa tidak dianggapnya sebagai rintangan berarti, meski harus berjalan kaki. Namun apa daya, sesampainya Kholil muda di Desa Wilungan, Pasuruan, tem­pat kiai Abu Darin membuka pesantren, ternyata Kiai Abu Darin sudah wafat. Dia meninggal hanya beberapa hari sebelum kedatangan Kholil muda. Habislah ha­rapannya untuk mewujudkan cita-cita­nya berguru kepada kiai yang mempu­nyai ilmu tinggi tersebut.

Dengan langkah gontai karena capai fisik dan penat mental, hari berikutnya Kho­lil berta’ziyah ke makam Kiai Abu Da­rin. Di depan pusara Kiai Darin, Kholil membaca Al-Qur’an hingga 40 hari. Dan pada hari yang ke-41, ketika Kholil te­ngah ketiduran di makam, Kiai Abu Darin hadir dalam mimpinya. Dalam kesempatan itu almarhum mengatakan kepada Kholil, “Niatmu untuk belajar sungguh terpuji. Telah aku ajarkan ke­padamu beberapa ilmu, maka peliharalah” Kholil lalu terbangun, dan serta merta dia sudah hafal kandungan kitab Imrithi, Asymuni, dan Alfiyah, kitab utama pesantren itu. Subhanallah.

11. Melindungi calon santrinya dari musibah

Pada kisah yang lain, Kiai Kholil berusaha melindungi calon santrinya dari musibah, padahal dia berada di Bangkalan, sementara si calon santri di te­ngah Alas Roban, Batang, Pekalongan. Menurut cerita si calon santri yang ber­nama Muhammad Amin, ia berang­kat dari Kempek, Cirebon, bersama lima orang temannya, menuju Madura, untuk berguru kepada Kiai Kholil. Mereka tidak membawa bekal apa-apa kecuali beberapa lembar sarung, baju, dan celana untuk tidur, golok serta thithikan, alat pemantik api yang terbuat dari batu.

Setelah berjalan kaki berhari-hari, menerobos hutan dan menyeberangi sungai, mereka sampai di tepi Hutan Roban di luar kota Batang, Pekalongan. Hutan itu terkenal angker, sehingga tidak ada yang berani merambahnya. banyak perampok yang berkeliaran di tepi hutan itu. Menjelang malam, tatkala enam orang calon santri itu sedang mencari tempat untuk tidur, tiba-tiba muncul sosok laki-laki. Namun karena tampang­nya biasa-biasa saja, mereka tidak menaruh curiga. Bahkan orang itu kemudian bertanya apa mereka punya thithikan, karena ia akan menyulut rokok. Namun setelah benda itu dipegang­nya, ia mengatakan bahwa batu itu ter­lalu halus sehingga sulit dipakai untuk membuat api.
“Masih perlu dibikin kasar sedikit,” kata orang itu sambil memasuk­kan batu tersebut ke mulutnya lalu meng­gigitnya se­hingga pecah menjadi dua. Terbelalak mata enam orang calon santri itu menyaksikan kekuatan mulut laki-laki itu. Mereka gemetar ketakutan.
“Serahkan barang-barang kalian,” hardik orang itu.
Amin, yang paling berani di antara me­reka, menjawab, “Kalau barang-ba­rang kami diambil, kami tidak bisa me­lanjutkan perjalanan ke Bangkalan.” Mendengar kata “Bangkalan”, orang itu tampak waswas. “Mengapa kalian ke sana?” dia balik bertanya.
“Kami mau berguru kepada Mbah Kholil,” jawab Amin. Tersentak laki-laki itu, seperti pem­buru tergigit ular berbisa. Wajahnya pu­cat pasi, bibirnya menggigil. “Jadi kalian mau nyantri sama Kiai Kholil?” “Betul,” sahut enam calon santri itu ber­samaan. Mereka gembira karena me­rasa tidak akan dirampok. Tapi dugaan itu meleset.
“Kalau begitu, serahkan semua ba­rangmu kepadaku,” kata lelaki itu.
“Kali­an tidur saja di sini, dan aku akan men­jaga kalian semalaman.” Makin ketakutan saja para remaja itu. Mereka kemudian memang membaring­kan badan tapi mata tidak bisa diajak tidur sema­laman. Maut seakan sudah dekat saja. Keesokan harinya, selepas mereka shalat Subuh, lelaki itu mengajak mereka pergi. “Ayo kita berangkat,” ujarnya. “Ke mana ?” tanya para calon santri. “Akan kuantar kalian ke luar dari hu­tan ini agar tidak diganggu oleh peram­pok lain,” jawabnya tampak ramah.
Dalam hati mereka bertanya-tanya, apa maunya orang ini. Namun sebelum pertanyaan itu terjawab, orang itu ber­kata. “Sebenarnya kalian akan aku ram­pok, dan menjual kalian kepada onder­neming untuk dijadikan kuli kontrak di luar Jawa. Tapi ilmu saya akan berbalik mencelakakan diri saya kalau berani mengganggu para calon santri Kiai Kholil. Sebab guru saya pernah dikalah­kan Kiai Kholil dengan ilmu putihnya.” Maka enam remaja dari Kempek itu kian mantap untuk nyantri ke Bangkalan. Terlebih lagi baru di perjalanan saja un­tuk menuju pesantren Kiai Kholil mereka telah memperoleh karamah dari pemim­pin pesantren tersebut. Tulisan ini diambil dari beberapa sumber, sedikit kami merubah tata bahasa untuk memudahkan pembaca

(KH. Lukman Hakim)

Kiriman Gus Asep Wahyu - Nahdlatul Ulama 3
Label:

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget